Makin dekat ke Charyn, makin terasa suasananya berubah. Cuaca lebih hangat. Angin mulai kering, aroma tanah dan batu terasa kuat. Sekitar 20 menit sebelum tiba, kami sempat melewati titik pandang alami yang memperlihatkan Charyn Canyon dari kejauhan.
Dari atas sini, terlihat seperti ada retakan besar yang membelah bumi---warnanya merah, oranye, dan keemasan. Rasanya seperti melihat Grand Canyon versi Asia Tengah. Akhirnya, kami pun tiba di area parkir utama. Saya turun dari bus dan berdiri sejenak, membiarkan angin ngarai menyapa wajah.
Dari titik pemberhentian bus, kami berjalan menuju ke tepian ngarai. Dari sini, saya terpesona melihat ke arah ngarai yang terbentang seperti lukisan alam. Di sinilah titik awal rute jalan kaki menuju Valley of Castles, jalur ikonik sepanjang 2,5 kilometer yang memperlihatkan formasi batuan unik mirip benteng-benteng zaman kuno.
Sebuah papan informasi besar memuat peta jalur jalan kaki serta ikon-ikon penting: titik pandang, tempat foto, toilet, bahkan lokasi untuk naik mobil jika tidak ingin berjalan kaki kembali ke titik awal.
Di depan saya, terbentang Valley of Castles, bagian paling ikonik dari Charyn Canyon---formasi batu yang menjulang seperti menara istana di negeri dongeng. Jalan setapak menurun perlahan ke dalam ngarai, dan saya pun bersiap untuk menjelajahinya.
Saya pun memutuskan untuk turun menyusuri lembah itu sendiri, sementara istri saya memilih tetap di atas bersama pemandu wisata. Keputusan yang cukup bijak mengingat jalur menurun ini butuh stamina yang lumayan dan tidak semua orang nyaman menuruni jalur berdebu dan berbatu.
"Setelah berjalan kaki sekitar 3 kilometer, nanti kita bisa kembali dengan naik kendaraan dengan membayar 500 Tenge," demikian pesan Adema .
Valley of Castles: Menyusuri Lorong Waktu di Tengah Batu