Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Dua Jam Dalam Kesunyian di Museum Perjuangan Yogya

30 Januari 2023   10:40 Diperbarui: 2 Februari 2023   20:05 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Perjuangan| Dokumentasi pribadi

Yogyakarta merupakan salah satu kota wisata paling populer di Indonesia. Setiap musim liburan dan akhir pekan kota ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan baik mancanegara maupun Nusantara. Karena ini kalau kita berkunjung ke berbagai kawasan yang popular seperti Malioboro dan sekitarnya baik tempat wisata maupun museum selalu ramai dikunjungi.

Namun kali ini saya sempatkan diri juga mampir ke berbagai tempat yang sedikit off the beaten track dari jalur wisata populer di Yogya dan menemukan tempat-tempat yang tidak kalah menarik, namun agak sepi dari serbuan pengunjung.

Pagi itu sekitar jam 10 saya berkendara dari kawasan Alun-Alun Kidul dan kemudian melewati Plengkung Gading terus belok ke arah timur menyusuti Jalan MT Haryono hingga sampai di Lampu Lalu Lintas Pojok Benteng Wetan dan terus ke jalan Kolonel Sugiyono.

Tidak jauh, sekitar 400 meter saya belok kanan dan sudah sampai di Museum Perjuangan. Jalan yang besar dan lapang kelihatan menyambut kedatangan saya.

Main Bola| Dokumentasi pribadi
Main Bola| Dokumentasi pribadi

Sebuah tiang bendera yang tinggi dan sang saka merah putih yang berkibar gagah ada di depan sebuah gedung nama megah yang berbentuk bundar indah. Di depannya tampak anak-anak sedang bermain bola. 

Di atas gedung berbentuk bundar mirip silinder ini ada hiasan yang mirip dengan topi baja atau sekilas mirip juga dengan pagoda atau candi. 

QR Code| Dokumentasi pribadi
QR Code| Dokumentasi pribadi

Saya berjalan mendekati gedung. Di sebelah kiri ada sebuah QR Code dan beberapa foto serta penjelasan mengenai gedung museum ini. Lumayan untuk sekadar mengetahui sejarah dan bentuk arsitekturnya yang cukup unik. 

Ternyata gagasan untuk membangun museum ini dimulai pada peringatan setengah abad hari kebangkitan nasional pada 1958 dan peletakan batu pertama dilakukan oleh Sri Paku Alam VII pada 1961 dan selesai pada 1963.

Arsitektur gedung yang berbentuk silinder bulat ini ternyata disebut Ronde Tempel, memadukan arsitektur Romawi Kuno dan bangunan tradisional candi di Indonesia. Bagian atas yang lancip ternyata mewakili susunan bambu runcing yang melambangkan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Saya kemudian menaiki anak tangga untuk masuk menuju pintu utama. Pintu kaca ini tertutup namun tidak di kunci. Saya masuk ke dalamnya. Sepi dan sunyi tidak ada siapa-siapa. Yang ada hanya sebuah buku tamu. 

Rupanya kita bisa masuk dan kemudian mengisi buku tamu itu sendiri. Dan seluruh isi museum pun menjadi milik saya sendiri untuk dinikmati di pagi yang cerah itu.

Di atas pintu masuk utama museum ini ada gambar bintang bersudut delapan, di tengahnya ada peta kepulauan Nusantara. Juga ada candrasengkala yang bunyinya Anggatra Pirantining Kusuma Nagara yang memiliki arti tahun 1959. 

Wahana Pengenalan Sejarah| Dokumentasi pribadi
Wahana Pengenalan Sejarah| Dokumentasi pribadi

Museum Perjuangan Yogyakarta (Museum Benteng Vredeberg Unit II), demikian sebuah papan informasi besar yang ditulis dengan warna putih berlatar biru menyambut di balik pintu utama. Juga ada tulisan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan" serta Wahana Pengenalan Sejarah Bagi Generasi Muda sebagai tujuan didirikannya museum ini.

Saya memulai pengembaraan di dalam museum. Sebuah maket museum yang ada di dalam kaca memberikan ilustrasi yang lengkap mengenai kompleks museum yang lumayan luas, megah dan indah ini. 

Maket Museum| Dokumentasi pribadi
Maket Museum| Dokumentasi pribadi

Saya berjalan melihat-lihat benda yang dipamerkan. Ada sebuah meriam kuno yang ukurannya tidak terlalu besar. Pada penjelasannya disebutkan jika meriam ini ditemukan di Benteng Vredeburg.

Meriam kuno| Dokumentasi pribadi
Meriam kuno| Dokumentasi pribadi

Selain itu di dalam lemari kaca juga ada sebuah mesin tik tua yang pernah digunakan oleh Surjopranoto, pemimpin gerakan buruh perkebunan tebu di zaman kolonial Belanda yang melakukan protes terhadap ketidakadilan oleh penguasa pada saat itu. Ah ingat ketidakadilan dan protes buruh, koq masih sama walau sudah merdeka lebih tujuh dekade?

Nah selain itu di dalam museum ini kita juga bisa melihat banyak patung para tokoh pahlawan perjuangan yang menghiasi sekeliling museum yang bentuknya bundar ini. Ada tokoh Kebangkitan Nasional seperti dr. Wahidin, K.H Ahmad Dahlan dan bahkan juga Agustinus Adi Sucipto yang namanya diabadikan menjadi lapangan terbang di Yogyakarta.

Lukisan| Dokumentasi pribadi
Lukisan| Dokumentasi pribadi

Selain patung, di sekeliling dinding juga dipajang lukisan-lukisan bersejarah yang menceritakan lintasan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya yang terjadi di Yogyakarta. Ada juga diorama kecil mengenai sejarah kepanduan dan pramuka.

Kita bisa melihat sekilas sejarah dan seragam dari Pandu Rakyat, Hizbul Wathan, Kepanduan Bangsa Indonesia, hingga Pramuka.

Pandu dan Pramuka| Dokumentasi pribadi
Pandu dan Pramuka| Dokumentasi pribadi

Ada juga sejarah menarik yang dapat dipelajari di museum ini yaitu amanat 5 September 1945, yaitu merupakan pernyataan bergabungnya Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII.

Sebuah kisah sejarah yang mungkin jarang diketahui bagi rakyat Indonesia di luar Yogyakarta. Di sini digambarkan dengan dua amanat yang mengapit Bung Kano dan Bung Hatta yang sedang membacakan teks proklamasi.

Amanat 5 September| Dokumentasi pribadi
Amanat 5 September| Dokumentasi pribadi

Sejenak saya memerhatikan arsitektur gedung yang indah namun sepi ini. Jendela-jendela kaca di bagian atas memberikan penerangan alamiah terhadap gedung ini.

Di sini ternyata juga ada tangga menuju ruangan bawah yang dulu pernah menjadi lokasi sementara Museum Sandi. Museum Sandi sendiri sekarang sudah mempunyai lokasi permanen di Kawasan Kota Baru. Di ruangan bawah ini sedang diadakan pameran sementara bertajuk Melihat Indonesia Melalui Mata Uang.

Mata uang| Dokumentasi pribadi
Mata uang| Dokumentasi pribadi

Saya menuruni anak tangga dan kemudian melihat koleksi yang dipamerkan. Dimulai dari sejarah uang kuno, jaman Hindia Belanda, hingga zaman Jepang dan juga ORI atau Oeang Republik Indonesia. 

Melihat uang-uang lama ini saya terkenang masa lalu ketika sebagian uang yang dilihat sempat berlaku di masa saya kecil. Ada uang bergambar Kartini, dan juga Pangeran Diponegoro dan banyak tokoh pahlawan lainnya.

Gunting Syafrudin| Dokumentasi pribadi
Gunting Syafrudin| Dokumentasi pribadi

Selain itu kia juga bisa belajar sejarah moneter termasuk gejolak yang pernah terjadi. Misalnya saja Gunting Syafrudin, yaitu kebijakan yang lakukan pemerintah saat Syafrudin Prawiranegara menjadi Menteri keuangan pada 10 Maret 1950 dengan menggunting secara fisik lembaran uang dengan nilai 5 rupiah ke atas. 

Demikian sekilas mengenai kunjungan saya ke Museum Perjuangan di Yogyakarta. Sebuah museum yang megah, indah, dan cantik yang sarat dengan edukasi yang memberikan banyak cakrawala sejarah yang pernah terjadi di negeri ini. 

Sayangnya museum ini memang kurang popular sehingga dalam waktu hampir dua jam saya di sini. Tidak seorang pun ada yang menemani, kecuali anak-anak yang bermain bola di halaman museum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun