Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Konversi dari Potensi Menjadi Aktualisasi

10 Desember 2021   15:41 Diperbarui: 10 Desember 2021   15:47 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/melissa-askew

Judul tersebut merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh seseroang yang saya tidak usah sebut namanya, saya yakin tidak menjadi sebuah masalah. Dari kalimat judul tersebut, seketika saya sendiri seperti merasa diajak untuk bermain di berbagai wilayah dalam sekejap. Lalu bertanya kepada diri sendiri, apakah sistem konversi pada diri ini sudah berfungsi sebagaimana mestinya? Dan bagian mana yang mampu berperan mengonversikan potensi diri menjadi aktualiasasi?

Saya mencoba melihat dan menghitung diri dengan memroyeksikan lingkungan sekitar sebagai cerminan atau alat untuk melihat diri lebih jelas. Tolak ukur yang digunakan tentu masih sangat subjektif dan terbatas dengan basic data yang didapat dari ilmu pengetahuan ataupun pengalaman yang dimiliki. Dan yang ditemukan hasilnya (apapun) akan tetap bias dan masih mengandung banyak unsur kebenaran sendiri.

Dengan bekal cerminan tersebut, ada permasalahan umum di dalam kemajuan zaman ini berada di wilayah percepatan laju mode belajar, yang mana sekolah bahkan universitas belum menemukan adaptasi sistem pembelajaran yang mungkin saja lebih tepat untuk diterapkan. Alhasil dengan perpercepatan tersebut, banyak kila lihat bersama bahwa pada umumnya masyarakat modern lebih ahli sebagai komentator, rasan-rasan, atau saling nyinyir satu dengan yang lain.

Menjadi komentator itu susah, karena dibutuhkan keberanian, kepercayaan diri, dan mentalitas yang tangguh, meskipun konsekuensi yang diakibatkan sering diabaikan. Rasan-rasan dan nyinyir juga tidak mudah, karena mereka sudah banyak menimbang perasaan si target dan konsekuensi apabila dilakukan secara terbuka. Tapi secara keseluruhan, semua itu dibutuhkan sebab secara tidak langsung harus ada kontrol dari laju percepatan arus informasi yang sedikit banyak membuat kabut alat-alat yang biasanya sering digunakan sebagai cerminan diri.

Apakah keadaan tersebut sudah termasuk dalam wilayah yang sudah dikonversi? Atau hanya sebatas ekspresi dari seseorang atas perbedaan kebenaran yang diyakini? Tapi, tentu saja baik potensi ataupun aktualisasi membutuhkan kebenaran subjektif diri yang idealis dan kalau perlu radikal. Kita tidak bisa menyamakan wilayah potensi aktualisasi dengan apa yang dilakukan oleh orang lain.

Sebab masing-masih memiliki fadhilah atau keutamaannya sendiri-sendiri, yang nantinya tentu akan menjadi peran-peran yang saling terikat demi satu tujuan kebaikan bersama. Hanya saja, tidak semua orang memiliki bekal untuk dapat melihat keluasan atas suatu perbedaan yang tercipta. Tidak semua orang mampu memproses data-data pengetahuan, kecuali hanya mampu sebatas mengumpulkannya saja atau bahkan sekedar mbuntut.

Secara adab, hal ini sangat bagus karena menjunjung tinggi rasa hormat terhadap siapapun saja yang lebih mengetahui. Tapi dalam wilayah pembangunan, penentuan suatu formulasi, atau laju suatu kendaraan, semua memiliki fungsi dan perananannya masing-masing dengan posisi kunci yang sama. Semua saling belajar, semua juga saling mengingatkan, agar semua juga tumbuh bersama tanpa menggantungkan pada satu atau beberapa orang saja. Kita semua mesti memiliki bahkan membutuhkan mental kemandirian berpikir yang berdaulat.

Meski hal tersebut pasti akan semakin memperjalas perbedaan, tapi memang keadaan seperti itu yang dibutuhkan. Semuanya tidak mungkin menjadi seorang generalis, meski ada spesifikasi yang nantinya akan diambil perannya dengan bekal perbedaan yang terlihat.

Tapi, di titik ini semuanya diuji. Perbedaan seolah-olah dianggap sebagai situasi pemahaman yang "anti" atau berseberangan. Kerangka bangunan ini membutuhkan sesuatu yang benar-benar merekatkan. Bahkan, kalau diri ini diibaratkan sebagai suatu komputer, pasti sebelum berfungsi sebagaimana mestinya sedikit banyak akan ditemukan komponen-komponen yang rusak atau terbakar. Tapi, memang fase seperti itulah yang mesti dialami oleh diri, sesuatu akan terus-menerus mendekati sempurna dengan tidak berhenti menemukan masalah-masalah yang baru.

Jika di dalam diri mesti saling memahami, tak berbeda jauh pula dengan society. Apapun pertentangan yang menimbulkan sebuah masalah, tidak menjadikan keadaan tersebut sebagai alasan untuk berhenti berkerja sama atau lebih memilih untuk tidak duduk bersama. Pada level ini pun, saya meyakini dibutuhkan banyak waktu untuk dapat menyelesaikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun