Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meneguhkan Cinta Supaya Tidak Mudah Terombang-ambing oleh Keadaan

19 Juni 2021   08:17 Diperbarui: 19 Juni 2021   08:24 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto oleh @pieu_kamprettu

Mendewasakan Hati

Beberapa lembar tikar mesti ditambah seiring dengan semakin bertambahnya dulur-dulur yang ingin merapat untuk duduk bersama. Cuaca yang tergolong dingin pada malam itu pun tak terasa oleh karena kehangatan yang tercipta di Omah Maneges.

Moderator kemudian menggulirkan kepada Gus Asbid untuk turut memberikan respon terkait tema rutinan malam ini. Sedikit bercerita, Gus Asbis dengan sikap penuh rendah hati sebenarnya tidak nyaman ketika mendapat julukan "Gus". Dia lebih nyaman jika dulur-dulur MQ menganggapnya sebagai seorang santri biasa dari Tegal yang sedang menuntut ilmu ke Watucongol, Gunung Pring. Dengan pembawaannya yang jenaka dan tergolong masih muda, Gus Asbid bisa seolah bisa menyihir dulur-dulur yang lain untuk memperhatikannya.

Gus Asbid menyampaikan bahwa keadaan terombang-ambing ini merupakan salah satu sifat kepribadian kita pada umumnya. Tidak mungkin seseorang tidak mengalami keadaan seperti ini, karena ombang-ambing sendiri merupakan salah satu keadaan yang pada akhirnya mendewasakan hati. Ciri-ciri seorang hamba yang masih mudah terombang-ambing menurut Gus Asbid biasanya sing alman, ngedropan, dan juga ketika diputus lorone tahunan.

Kemudian berceritalah Gus Asbid tentang romansa Mahabbah yang pada umumnya sering dialami oleh para pemuda/i. Dengan mengambil surat Asy-Syams, Gus Asbid mengibaratkan cinta itu berada di kisaran "ketika datangnya malam dan ketika datangnya siang." Cinta itu ada yang gelap dan ada yang padhang.

Mengambil dari Kitab Ihya' Ulumuddin, Gus Asbid menjabarkan bahwasanya rasa tresno itu dari ke ruh ke ruh. Bukan secara jasad yang umumnya dipahami masyarakat sekarang ini. Dari hal tersebut, maka sifat manusia terbagi menjadi dua, yakni kemalaikat-malaikatan dan kesetan-setanan. Ibarat air, ya bening ro buthek. Dan dari keadaan tersebut pula maka manusia dibagi ke dalam beberapa keadaan, yakni sebagai hamba, muhtaram, dzawil, nabi, rasul.

Pengetahuan itu akhirnya menuntun kita untuk terus menuntut ilmu, dan pencarian itu akan mengarahkan diri menuju orang pilihan yang secara nurani memiliki ilmu. Dan itu merupakan sirkulasi putaran yang akan meningkatkan ekspertasi diri secara tidak langsung. Karena semakin kita memperbanyak ilmu, tentu tanggung jawab yang diamanatkan juga semakin besar.

Menurut Gus Asbid, kita bisa memakai istilah Jawa, "wong sing seneng panggahono, wong sing sengit panggehono." Pelajaran terkait cinta dari Gus Asbid mengajak dulur-dulur yang hadir agar atine ora patio alman. Apabila datang hinaan dari orang lain, itu gak akan bisa menurunkan derajat kita menurut Gus Asbid, terlebih seiring dengan semakin banyak diri dalam mencari ilmu.

"Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu'ad (jujur ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada lubbun (merasa terlalu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (mesra), sedangkan di dalam sirrun ada 'Aku'." Dari hadits Qudsi tersebut, Gus Asbid mengibaratkan keadaan ombang-ambing ini seperti di bagian qalbun (tempat boal-balik ingatan). Setidaknya ketika sudah berhasil masuk lebih dalam, kita akan berada di wilayah fuadun (jujur ingatannya), Gus Asbid menerangkan bahwa orang fuadun itu cirinya wes bakoh kukuh.

Di akhir kucuran ilmunya yang sangat banyak membuka cakrawala, Gus Asbid yang baru pertama kali membersamai rutinan Maneges Qudroh sedikit mbombong dulur-dulur yang hadir dan mencoba nggedekke ati atas usahanya untuk mencari ilmu hingga larut malam dengan menyampaikan sebuah hadits , "Selama bau biji Kopi ini masih tercium aromanya di mulut seseorang, maka selama itu pula Malaikat akan beristighfar (memintakan ampun) untukmu."

foto oleh @pieu_kamprettu
foto oleh @pieu_kamprettu
Semua Teratur dan Berpola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun