Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hak Pembelaan Diri Sang Adam

20 Oktober 2020   16:35 Diperbarui: 20 Oktober 2020   16:41 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by @windri_astriyanii

Di suatu sore, hujan deras mengguyur tak kunjung reda. Rohmat nampak linglung di beranda rumahnya dengan pakaian necisnya.

"Wah, gagal kencan ni?" celetuk Gus Welly.

"Kalau sama hujan aja menyerah, gak usah main cinta-cintaan Mat!" tambah Bewol.

Mereka berdua kebetulan sedang berada di warung deket rumah Rohmat. Melihat Rohmat hanya terdiam gelisah sembari menatap handphone-nya, mereka tak kuasa untuk mengejek karibnya yang sedang dirundung cinta.

"Sini ngopi-ngopi dulu aja, Mat... " ajak Gus Welly.

Langit yang begitu gelap nampak belum mau menunjukkan tanda-tanda akan meredakan deraian hujannya. Rohmat yang sedikit geram dengan ejekan para sahabatnya, terpancing untuk mendatangi mereka berdua.

Pyak.. pyak... pyak... Rohmat pun lari menerabas hujan mendatangi warung tersebut.

"Halah, Wol... Wol... kamu jomblo aja sok-sokan ikut ngece. Kamu juga Gus, sama istri aja takut nanti kualat lho."

"Sudah-sudah, mau pahitan apa manis?" kata Bewol menawari kopi.

"Tak kasih saran jangan yang pahit, Mat. Nasibmu sudah pahit. Mau kencan sekali aja malah dikasih hujan deras.. " canda Gus Welly.

Tiba-tiba Rohmat pun memasang muka yang serius. Dia mulai menceritakan kemana dia akan pergi dan tujuan dari kepergiannya tersebut. Hujan seolah menjadi pertanda akan sebuah peringatan. Namun, di sisi lain hujan baginya juga manjadi arena pertunjukannya untuk membuktikan keseriusannya.

Rohmat bercerita, untuk kebahagiaan dirinya sendiri, rintangan seberat apapun akan terasa mneyenangkan. Akan tetapi, jika rintangan tersebut bukan untuk kebahagiaan dirinya dan membuatnya harus melakukan usaha ekstra dengan sekelumit pengorbanan, bahkan harus memasuki zona tidak nyaman, dirinya smengaku sering memilih untuk berkelit.

"Di situlah perbedaan antara mencinta dan mencintai. Kala mencinta, perjuanganmu adalah hal yang wajar, dan tidak akan menjadi sebuah bentuk pengorbanan bagi si pencinta. Akan tetapi dikala mencintai, sesungguhnya yang dicinta adalah dirinya sendiri sehingga membuat diri berpikir berulang kali jika akan melakukan perjuangan atau pengorbanan." kata Bewol.

"Kita adalah manifestasi asih-Nya. Bukan makanan atau minuman yang menjadi energi utama getaran kehidupan, kecuali hanya karena cinta itu sendiri." tambah Gus Welly.

"Tapi apakah jika kita merasa cinta itu sedang menanungi diri, apakah berarti itu baik?" tanya Rohmat.

"Adakah sesuatu itu terjadi tanpa ijin-Nya? Lalu dengan segala ijin-Nya, apakah ada sesuatu yang buruk jika semua itu sudah berlalu?"

Rohmat pun sedikit mulai melenturkan urat-urat keseriusan dalam raut mukanya. Setidaknya, ada sedikit dari perkataan tadi yang mengurangi keresahannya.

Bewol pun menceritakan tentang peristiwa cinta dalam pengusiran Adam dari surga. Ketika Adam berdosa, Tuhan mengatakan, "Hai Adam, ketika aku membuangmu ke dunia, kenapa engkau tidak menentang Aku? Padahal telah aku beri engkau hak untuk membela dirimu sendiri. Engkau dapat mengatakan bahwasanya segala sesuatu itu terjadi atas kehendak-Nya. Bahkan bahwa engkau melakukan sesuatu, sesungguhnya bukan engkau yang melakukan, tetapi Akulah yang melakukan. Termasuk buah yang kau petik itu juga termasuk bagian dari hal itu."

"Ya Allah Yang Maha Pengasih. Aku mengetahui itu. tetapi aku tidak mampu untuk berlaku tidak sopan di hadapn-Mu. Cintaku kepada-Mu tidak akan mengijinkanku untuk mengungkapkan hakku." jawab Adam.

Seperti itulah kesadaran cinta jika benar tiada yang dicinta, melainkan hanya Dia. Bahkan berendah hati terhadap rasa/cinta itu sendiri. Kita mungkin bukan Adam yang memiliki akses untuk berinteraksi dan bernegosiasi langsung dengan Tuhan. Namun, setidaknya manifestasi cinta kasih Tuhan itu terwakili oleh rasa cinta yang ia tanamkan di dalam diri kita. Sebagai sumber kekuatan untuk menjaga amanah kita sebagai manusia untuk menjadi khalifah-Nya di hamparan bumi ini.

"Termasuk kepada sesuatu yang sedang kau cinta. Kamu berhak untuk memilih, akan kau jadikan seperti apa dirimu. Pengecut atau pejuang? Pengkhianat atau penghamba? Pemarah atau pengasih?" pungkas Bewol.

"Lalu kenapa engkau sekarang memilih untuk sendiri?" tanya Rohmat kepada Bewol.

"Udah Mat, kamu fokus saja sama urusanmu dulu saja." Gus Welly memotong.

"Gapapa Gus, nanti kalau kamu sudah siap pasti tak ceritain. Tapi sekarang kamu pahami dulu ceritaku tadi."

Tak selang berapa lama, hujan pun mulai mereda. Dengan semangat yang baru Rohmat berpamitan, dan bergegas pergi menyapa cintanya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun