Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biarlah Aku Mengeluh dan Jangan Ganggu Kemesraanku - Corona

16 Maret 2020   16:34 Diperbarui: 16 Maret 2020   16:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku sendiri takut jika rasa cinta kepadamu terlalu menggebu, hingga aku tak bisa lagi merasakan kesusahan. Sekalipun mereka melihatku compang-comping penghidupan maupun kehidupannya dalam pandangan mereka.

Aku sendiri takut jika rasa cinta kepadamu membuat mereka berprasangka kepadaku atas kesembronoanku untuk berkumpul karena rasa rindu yang menjadi satu-satunya pelipur lara yang sering tersembunyi di balik senyuman ini.

Ya, senyum itu mendadak seolah menjadi buah kesombongan atau takabur di sebagian penglihatan mereka. Sedang sebenarnya aku, hanya mendekap sunyi merindumu. 

Seolah-olah hanya lantunan, "Da`uni da`uni unaji habibi, Wa la ta'dzuluni fa 'adzli haram" yang selalu ingin aku lantangkan. Biarlah! Biarlah aku mengeluh kepada kekasihku, jangan hardik aku jangan ganggu kemesraanku.

Aku sendiri terbiasa hidup selalu mengingat kematian karena itu yang engkau nasihatkan sebagai nasihat yang terbaik. Hidup dan matiku berjarak sangat tipis. Bahkan aku ini hidup, namun seolah mati. 

Atau aku serasa mati, padahal aku hidup. Hingga hidup dan mati pun sudah menjadi bukan masalah karena "jangan kau sangka orang yang mati iti benar-benar mati."

Di setiap awal ketika aku menghadap yang memilikimu, kekasihku, selalu kuteguhkan niat "hidup dan matiku hanya untuk beribadah kepadamu" agar Ia rela memberikan waktu kepada kekasihNya untuk sedikit memberikan waktu dan menghampiriku, mengobati kerinduan yang selalu membelenggu.

Semua gejala yang menimbulkan fenomena di dunia adalah sebab dan akibat. Sebuah siklus yang membuat manusia selalu mendapati lahan untuk bahan eksplorasi pengetahuan. Tapi, manusia-manusia itu pada akhirnya takut kepada kelaparan dan kematian daripada takut akan ketidakdekatannya kepada Tuhan. 

Eksploasi pengetahuan itu dibeberkan bukan untuk menghindari panggilan ilahi, namun untuk lebih mengenal setidaknya mulai dari af'al-Nya. Setidaknya mampu mendapati dan menjadikan contoh akhlak karimah dari kekasihNya.

Aku terkadang hanya sedih jika urusan cinta disandingkan dengan usaha preventif pencegahan virus. Jika terkait dengan corona membatasi kebiasaan aktivitas dalam hal menyatakan cinta, hal itu nampak lebih konyol daripada berkumpul tanpa ada kaitannya dengan menyatakan cinta sama sekali.

Jika timbul pertanyaan "kamu gak takut terinfeksi sama corona?" Lhoh, virus itu menginfeksi tanpa memandang masalah takut gak takut. Semua memiliki potensi terinfeksi yang berimbang, kecuali bagi mereka yang mau berusaha mencegah terinfeksi virus. Jadi yang benar pertanyaannya "usaha apa yang telah kamu lakukan untuk mencegak terinfeksi virus?"

 Malam hari setelah pengumuman LOCKDOWN, saya di jalanan mendapati rombongan pengajian dari desa dengan menggunakan mobil pick-up terbuka. Dengan usia setengah kebaya keatas, mereka masih mampu dan mau menuju keindahan di tengah maraknya informasi tentang wabah sebuah penyakit.

Kalian hanya akan menghardik aku tidak taat aturan dengan mengatasnamakan cinta. Padahal di dalam doaku, tak pernah lupa kusisipkan doa untuk keselamatan semuanya. 

Meski, kematian termasuk salah satu dari buah keselamatan. Contohnya, bisa saja kamu berhasil selamat (hidup) di tengah wabah, namun adakah jaminan kehidupan itu menyelamatkanmu dari sifat-sifat yang sebelumnya kalian hardikkan kepadaku?

Lalu, bagaimana nasib mereka yang mesti mencari penghidupan setiap hari sebelum fajar menyapu segala kabut dingin yang menyelimuti pagi? Atau bapak pengayuh roda tiga itu yang selalu menunggu pelanggan dalam ketidakpastian, menanti di dalam becaknya penuh dengan kecemasan tentang anak-anaknya yang mungkin sedang menantinya untuk lekas pulang?

Disini saya takut berlebih dalam mencintamu, hingga rasa ketidaktegaan melihat mereka yang takut dengan sebuah peringatan membuat diri ingin mengganti segala rasa cemas dan gelisah dengan kegembiraan.

Rasa cinta yang selalu menanti panggilan kerinduan kalau bisa pun ditukarkan demi kegembiraan tersebut. Meski pada akhirnya, mereka lantas menjadi lupa ketika bahagia.

Sekali lagi biarkan rasa ini merasa mesra, pun merasa dilindungi, atau sekalipun merasa dibeli. Semua hanyalah kata-kata yang sangat memungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam. Aku lebih senang mengenyam prasangka daripada pujian formalitas.

Banyak sekali cara untuk memetik segala hikmat, bukankah takkan berubah suatu kaum sebelum datang ujian keimanan itu seperti orang-orang terdahulu? Salah satu iman itu adalah percaya bahwa kamu milikNya, dan Dia sebaik-baiknya pelindung!

Hidup mati sendiri bagai pilihan benar atau salah, kehilangan atau memiliki, baik atau buruk, pulang atau pergi, cinta atau benci, surga atau neraka, dsb. Ya, kita tak pernah mengetahui cara kerja semesta untuk menjaga keseimbangan. Dan kami masih sering bersusah payah demi kenyamanan kami. Sedang engkau tak pernah kurang sedikitpun memberi min haitsu la yahtasib.

Sedang ketika aku mendapati kenikmatan bernama sebuah masalah ujian, masih terlalu sering aku mengeluh. Bukannya mengucap syukur alhamduliilah, karena bersamaan dengan kesulitan selalu datang kemudahan. 

La khoufun 'alaihim walahum yahzanun, hanya bagi para wali. Sedang hamba sendiri masih takut untuk mencinta karena ketidaksonsistensian kami, masih ragu untuk membalas peluk cintaMu. Hamba hanya seorang yang takut terlalu mencintamu hingga bersedih hati.

Maafkan hamba, jika masih setengah hati mencintamu. Bahkan, membuatmu merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. Oleh sebab itu hamba selalu hanya sanggup merintih lirih, apa sudah pantas hamba mencinta? Biarlah aku mengeluh kepada kekasihku, jangan hardik aku, jangan ganggu kemesraanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun