Semuanya larut melalui bahasa-bahasa frontal, lugas, tapi benar. Salah satu contohnya, ketika beliau melontarkan pertanyaan ngapain kamu kuliah? Ngapain kamu kuliah kalau gak pernah bolos? Ketidaktertiban dosen juga disinggung, misalnya dalam 1 SKS terdapat 15 pertemuan, misalnya, dalam kelas itu dibagi menjadi 14 kelompok.Â
Lalu, tiap minggu gantian maju presentasi masing-masing kelompok, sembari latihan berdebat. "sedangkan dosennya mung mainan HP, kadang ya ono sing golek selingkuhan!" Hampir semuanya bahagia layaknya suara mereka terwakilkan.Â
"Orang cerdas itu adalah mereka yang tahu meletakkan sesuatu pada tempatnya." Lanjut beliau. Di tengah-tengah acara Kiai Kanjeng juga mepersembahkan beberapa puisi yang di wakili oleh Pak Irfan dan Pak Nevi khusus bagi pujangga Mocopat Syafaat yang kebetulan berulang tahun pada malam itu.
Semua bebas untuk berekspresi sepanjang malam. Semua bebas ngopi ataupun ngrokok sembari menikmati hiburan berkelas dari Kiai Kanjeng. Ngantuk? Tidur pun gak masalah, gak ada yang marahin.
Acara pun mesti dipungkasi dengan puisi Mbah Mustofa Hasyim. Umumnya jam 3 dini hari mendengarkan puisi  'rusak-rusakan' dan tidak menderita alias tertawa,  tentu sudah punya kadar kebahagiaan yang cukup, menandakan tidak stressed. Kalau situasinya seperti ini, adakah derita itu dalam maiyah?