Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kitanya Tidak Bermasalah, yang Banyak Masalah Republik Indonesia

23 Oktober 2019   16:35 Diperbarui: 23 Oktober 2019   16:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: twitter/caknun.com

Malam itu, saya merasa sangat terlambat pulang ke rumah (Mocopat Syafaat). Disaat waktu masih menunjukkan pukul 20.30. Keterlambatan itu bukan berarti saya kehilangan tempat untuk berada sedekat mungkin dengan panggung. Akan tetapi, lebih ke perasaan telah kehilangan momentum untuk ikut menyapa gelombang saudara-saudara yang hadir. Menatap wajah-wajah keikhlasan yang sedang melakukan perjalanan sama untuk melepas rindu dan kembali pulang.

Setelah sejenak menikmati alunan lagu dari Grup Musik Pakarti, beberapa koordinator simpul beserta penggiat NM mulai membuka sesi pembalajaran malam hari itu. Dengan banyak mengupas tajuk dari Cak Fuad dan Syaikh Nursamad Kamba beberapa waktu lalu. Tak lupa, pembacaan bersama wirid akhir zaman yang telah diberikan Simbah pun dipraktekkan pada malam hari itu.

Tajuk-tajuk ini setidaknya menjadi cerminan apa yang menjadi bahasan "Syukuran Ajibah Maiyah" di Jombang pada bulan April yang lalu. Seolah-olah pada waktu itu, semua yang berkumpul telah diberikan posisi kuda-kuda untuk menghadapi situasi negeri yang bisa pembaca maknai sendiri. 

Pada beberapa kesempatan yang lalu di kolom tetes, Mbah Nun juga sudah menyampaikan bahwa kondisi sekarang ini seharusnya tidak mengejutkan kita, karena kita telah memiliki kuda-kuda sudah berdiri di posisi dua langkah didepannya.

Sedikit kembali pada suasana acara mendadak tersebut. "Lalu mengapa kita tidak menjadi kekuatan politik? Kenapa kita tidak memperbaiki Indonesia?"tanya Simbah. 

Semua terhenyak diam. Antara sudah tau maksud dari pertanyaan itu, atau karena memang sama sekali tidak ada yang mengerti. Yang pasti Maiyah itu menurut Simbah, tidak akan mau hidup seperti Indonesia. Itu baru sebatas politik yang kebetulan Indonesia cari adalah kekuasaan.

Sedangkan Syaikh Nursamad Kamba pada waktu itu menjelaskan, "Jalan maiyah adalah jalan kenabian" lanjut Syaikh Kamba. Jangan bayangkan jalan kenabian itu nampak seperti kumpulan syariat dengan kekakuannya. Esensi dari jalan kenabian ini adalah sebuah proses transformasi diri. Bagaimana membangun kedaulatan berfikir dan membersihkan diri dari berbagai macam penyakit hati. 

"Tidak mungkin Nabi Muhammad membangun kota Madinah dengan syariat!"tegas Syaikh Kamba. Allah telah memberikan role mode/kedaulatan berfikir sedemikian rupa kepada kota Madinah. Ketika Allah mengehendaki perubahan, di situ pula Allah pasti menyediakan jalan. Tinggal seberapa kita mampu memaknainya. Yang pasti hindari mudah berprasangka dan berebut kebenaran. Karena kebenaran sejati hanya milik Allah.

Dan Cak Fuad menjawbnya dalam Tajuk terakhir beliau, bahwasanya daripada menjadi seorang Qabil yang tega membunuh saudaranya sendiri, akan lebih berakhlak apabila kita menjadi Habil. Dalam posisi seperti ini, mati atau tidaknya kita juga tergantung pada Sang Pemilik Hidup. Tinggal tergantung bagaimana kita memaknai hakikat kematian secara jasad atau ruhani. Yang pasti Dia adalah Hasbunnallah waw ni'mal wakiil, Dia-lah sebaik-baiknya pelindung.

Yang bisa kita ambil hikmahnya adalah kemauan, kesediaan, serta keikhlasan kita untuk terus berjuang. Berjuang dalam hal apa? Mengenal otentisitas/hakikat diri hingga kita dapat menemukan peran fadhillah seperti apa yang akan terus menjadi perjuangan hidup. Ketika hikmah sudah didapat, tinggal bagaimana hikmah tersebut mampu kita transformasikan menjadi sebuah keberkahan pribadi maupun kolektif/ bermanfaat bagi lingkungan.

Tentu saja tidak mudah! Karena langkah pertama yang harus kita ambil adalah mengambil sebuah tanggung jawab. Sedangkan cara pandangan kita telah terkotak-kotak secara fakultatif. Hingga keraguan dan ketidakberanian menjadi hambatan utama ketika mencoba menemukan fadhillah pribadi masing-masing. Belum lagi ujian keistiqomahan akan mengikuti pada tahap berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun