Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dicintai Kebodohan

4 September 2019   16:01 Diperbarui: 4 September 2019   16:09 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak tahu diri biasanya tak mengenal belum pintar atau sudah pintar. Ia suka menjangkit seseorang yang begitu saja ingin terbang. Atau gegara mengejar kenikmatan untuk dirinya sendiri tanpa berfikir panjang jika egonya tersebut sanggup membahayakan orang lain. Bahkan bisa juga atas kelalaian pada diri sendiri sanggung berakibat menghilangkan nyawa orang lain.

Kematian begitu hina di hadapan mereka yang mengagungkan keabadian di lapak kaki lima. Kenikmatan atas diri sendiri sering menjadi pembenaran atas kuasa Tuhan. Kelalaian diri sendiri pun sering diartikan sebagai salah satu qada' Tuhan. Dosa begitu niscaya seakan tak ada bedanya dengan imbalan pahala. Lantas, apa kabar neraka? Sudahkah ada penghijauan? Kebetulan pas anda mempersilahkan saya masuk surga, sudah tidak ada tempat penuh terbooking semua oleh kavling-kavling para akhwat. Mungkin.

Tak tahu diri terkadang menganggap dirinya masih merasa benar ketika sudah jelas bahwa dia melanggar aturan atau hukum. Misalnya, ketika ada razia terkadang masih aja banyak yang berprasangka "ah, paling hanya buat nambah-nambah uang jajannya pak polisi" atau keunikan-keunikan kebenaran lainnya yang jelas-jelas melanggar.

Hal tersebut baru yang nampak di permukaan, belum lagi bagi mereka yang pintar memanfaatkan keadaan-keadaan seperti itu. Sudah bisa menahan celotehan, tapi dia melakukan akting dengan ketidaktahuan dirinya. Misalnya, para pemimpin dengan segelumit masalah dan prasangka tapi masih bisa memaparkan senyumannya.

Sudah tahu keadaan moral bangsa seperti ini, namun masih berharap negara ini akan maju dalam bidang ekonomi. Karena hanya mengambarkan keadaan maju itu dengan tolak ukur dari orang-orang barat. Bayangkan saja, apabila negara ini dianugerahi kesejahteraan ataupu kemajuan seperti negeri Atlantis pada masa jayanya. Apakah dengan moral seperti ini, masyarakat sanggup menanggung beban menjadi orang kaya?

Untuk apa ingin kaya? Agar bisa bersedekah? Membantu orang lain? Agar bisa bermanfaat bagi lingkungan? Atau, hanya sebatas pengakuan? Harga diri? Kehormatan? Bukankah kita sudah dilatih tiap hari untuk bersujud? Ketika posisi kepala ada di bawah anu-mu? Tidakkah kita sekalipun berfikir? Katanya negara ini negara muslim terbesar sedunia?

Apa sekolah menjadikanmu pintar? Atau lebih banyak mendapatkan label kegengsian? Adakah kamu merasa lebih pintar disaat ketika membuka satu pintu pengetahuan, ternyata selalu ada ruang pengetahuan yang lebih luas lagi. Bukankah seharusnya kamu menyadari ternyata ilmu yang didapatkan hanyalah sedikit. Sekali lagi mungkin saya akan mengutip "Dan tidaklah aku diberi pengetahuan oleh Tuhan, melainkan sedikit." Diberi lho, bukan didapatkan oleh karena sebuah usahamu.

Tapi dengan segala pengatuan yang kamu dapatkan, justru kau ingin taklukan segala puncak-puncak kefanaan. Dimana tidak ada satupun dari puncak-puncak yang kau kejar tersebut akan mengantarmu untuk bertemu dengan Sang Kekasih.

"Tuhan, aku sudah jadi presiden, dulu sewaktu di dunia. Bolehkah aku memandang wajah-Mu?"

"Tuhan, aku sudah membangun istana yang megah di antara semua lingkunganku, bolehkah aku mengetuk pintu rumah-Mu?"

"Tuhan, meski aku sudah berdakwah di depan para hambaMu, sanggupkah aku bertemu dengan-Mu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun