Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Essai |Te(r)or!

16 Maret 2019   11:31 Diperbarui: 16 Maret 2019   11:42 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya akan membatasi kegiatan teror yang terjadi di negeri ini, agar tidak terlalu luas. Kegiatan terorisme selalu didorong oleh subjektivitas dalam memandang kebenaran. Bagi negeri ini, kegiatan teror selalu dilakukan oleh para mujahid, yang berarti para pelaku melakukan atas dasar agama. Mereka meyakini ada kebenaran di balik tindakan mereka melakukan jihad. Mereka tidak takut kehilangan nyawa karena akan mendapat surga sebagai gantinya.

Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah Tuhan akan memberikan surga atas tindakan mereka memecah perdamaian? Atau dengan membunuh secara diam-diam. Saya selalu memandang para mujahid teror adalah seorang PENGECUT. Karena kalau anda benar-benar akan melakukan jihad bom bunuh diri misalnya, anda para pelaku jihad seharusnya mendeklarasikan waktu dan tempat pelaksanaannya. Bukankah jika Tuhan mengizinkan tidak ada yang mustahil?

Jangan hanya sembunyi-sembunyi, tunjukkanlah identitas kalian. Biarkan kami menikmati pertunjukan kalian. Jangan menjadi pengecut, kalau anda memang merasa benar. Buktikan! Tindakan teror seperti anak kecil yang keinginannya tidak dipenuhi oleh orang tuanya. Yang akhirnya menuntun ia menjadi anak yang berontak. 

Kalau sudah keadaannya seperti ini kita tidak bisa menyalahkan si anak, begitupun dengan orang tuanya, kita tidak bisa langsung menjudge jika mereka salah. Karena akan banyak sekali faktor mengapa ia menjadi berontak, entah itu dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya teknologi.

Ternyata, kegiatan teror yang biasa dilakukan sembunyi-sembunyi itu justru sekarang dibalik oleh manusia yang kurang perhatian tadi di New Zaeland. Secara terang-terangan ia melakukan aksi yang mengakibatkan kekisruhan dunia itu. Seperti sedang memainkan game simulasi War yang lagi ngetrend di kalangan para gamers. Ini bukan teror, tapi semacam menjadikan dirinya telor ceplok (mata sapi) untuk disantap bersama-sama hingga mengenyangkan dahaga mengutuk kita. Dan ternyata dan terbukti berhasil. Apa yang mati tidak bisa dihudupkan.

Bicara tentang kematian, itu adalah hal ghaib yang kita mesti percayai sebagai sesuatu yang hidup. Kita tidak pernah mengerti dalam keadaan seperti apa kita mati. Toh, apa sih mati itu? kenapa Nabi Muhammad Saw. mengingatkan bahwa nasihat terbaik adalah mengingat mati, atau dalam nasihat yang lain matilah sebelum kamu mati. Kira-kira bagaimana respon Kanjeng Nabi menghadapi keadaan terorisme?

 Teringat akan kisah di kota Thaif, bagaimana Kanjeng Nabi mendapatkan perlakuan yang tidak enak terhadap penduduk disana. Kemudian Malaikat Jibril pun mendatangi Kanjeng Nabi dan menyampaikan jika ia siap melaksanakan apapun atas perintahnya, sekalipun memusnahkan penduduk di kota Thaif itu. Namun, beliau hanya berdoa "Allahumma ihdi qawmiy, fa innahum laa ya'lamun". Kanjeng Nabi hanya memohon agar kelak penduduk Thaif mendapatkan hidayah dari Allah. Tentu nilai ini yang perlu kita terapkan daripada sekedar mengutuk atau menghujat suatu tindakan yang bahkan sama sekali tidak dialami.

Hanya berpesan jangan sampai kita melaknat si pelaku, karena mereka hanyalah subjek yang anggap saja kurang perhatian. Secara tidak langsung mereka juga korban. Yang perlu kita kecam adalah tidakan terorisme-nya, tindakan pendoktrian jihad yang jauh dari sifat kemanusiawian. Semua yang menjadi korban kita doakan bersama. 

Apapun semua te(r)or itu sengaja digoreng tidak sebatas telor ceplok. Telor dadar, telor gulung, kerak telor, dan bahan makanan apapun yang memakai telor sengaja dihidangkan. Tidak apa-apa, asal jangan sampai telor itu menjadi kambing hitam atas rasa gatal yang timbul pada diri kita. Apakah kita sadar ketika kita biasa melakukan teror terhadap diri sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun