Mohon tunggu...
TaTaS
TaTaS Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

Hanya ingin berbagi....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Logika Pejabat dan Sisa-sisa Feodalisme, Apa Bersalah atau Bisa Dibenarkan ?

15 April 2016   13:14 Diperbarui: 15 April 2016   13:35 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"...Apa setiap orang yang ada di Panama Papers bersalah?" kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif di kantornya, Rabu (13/4/2016)

Nilai kesalahan atau tidaknya orang yang ada dalam list Panama Papers, adalah pada usahanya untuk menghindari kewajiban membayar pajak dengan 'menitipkan celengan babinya' di negara bersuaka pajak. Apakah tersebut salah, atau bisa dibenarkan ?

Jika kemudian ada Pejabat Negara, dalam hal ini Ketua BPK, yang kemudian mendirikan 'perusahaan cangkang' yang dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia (mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 258/PMK.03/2008, tentang perusahaan antara). Apakah orang (Pejabat yang dlm hal ini Ketua BPK) tersebut bersalah, atau bisa dibenarkan ?

Kemudian tentang pemilihan alamat untuk perusahaan cangkang yang 'kebetulan' memakai alamatnya di DPR, yakni Ruang 1219, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen tersebut sah saja dilakukan dan bisa di mana saja. “Itu kan paper company, jadi bisa di mana saja. Kebetulan itu sama dengan paspor,” menurut Pejabat yang sekarang Ketua BPK (dulunya Badan Anggaran DPR). Apakah itu salah atau bisa dibenarkan ?

Terlepas dari kebetulan dan keterkaitan dengan kasus lain yang sedang trend (soal audit BPK dan RS. Sumber Waras), yang menarik disini adalah soal Logika Pejabat tersebut. Dari ucapannya, bisa disimpulkan bahwa Pejabat (anggota DPR) sah-sah saja mengakui alamat Gedung Parlemen, yang notabene adalah gedung negara, milik rakyat untuk digunakan sebagai alamat bisnis Badan Usaha yang bersangkutan. Berarti boleh juga dong kalau pak lurah kemudian mendirikan Badan Usaha dengan menggunakan alamat Kantor Kelurahan. Apakah logika ini salah atau bisa dibenarkan ?

Pejabat di negeri ini masih banyak yang merasa priyayi/ndoro/juraganyang bisa dengan bebas meminta fasilitas dan kemudahan, seperti yang heboh sebelumnya soal 'Surat Katebelece' untuk fasilitas selama bertamasya di luar negeri. Alih-alih seharusnya bertindak dan berbuat sebagai Abdi Negara, kenyataannya masih banyak yang berbuat layaknya 'raja-raja' kecil yang minta dilayani dan dimudahkan (sekaligus dikayakan).

[caption caption="sumber: d'bakoel desain"][/caption]

Mungkin benar apa yang dikatakan sebagian orang pada saat awal bergulirnya Reformasi, "Kalau mau bikin negara ini berubah dan menjadi benar, kita harus memotong dan melenyapkan 1 Generasi" ya seperti generasi Pejabat Negara tersebut diatas. Apakah ini salah atau bisa dibenarkan ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun