Mohon tunggu...
Tasya Lukita Cyndi Pradana
Tasya Lukita Cyndi Pradana Mohon Tunggu... Wiraswasta

Latar belakang kesehatan masyarakat yang tertarik pada riset dan isu sosial. Menulis di Kompasiana sebagai ruang berbagi pengetahuan dan pengalaman agar lebih banyak orang peduli kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa HIV Membuat Tuberkulosis Lebih Berbahaya?

1 September 2025   15:50 Diperbarui: 1 September 2025   15:49 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bakteri HIV dan TBC yang menyerang manusia| Sumber: Canva

HIV dan tuberkulosis (TB)paru masih menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut WHO, pada tahun 2021 terdapat sekitar 1,6 juta kematian akibat TB dan 187 ribu diantaranya terjadi pada orang dengan HIV. Di Indonesia sendiri diperkirakan ada lebih dari 18 ribu kasus ko-infeksi TB-HIV, yang menjadikan kedua penyakit ini sebagai tantangan ganda. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan TB berkembang, sementara itu TB memperburuk kondisi kesehatan orang dengan HIV.

Hubungan HIV dengan TB

Hubungan antara HIV dan TB sangat erat dan saling memengaruhi. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4, yang berperan penting melawan infeksi. Ketika jumlah sel ini menurun, tubuh menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk TB. Sebaliknya, TB dapat mempercepat perkembangan HIV menuju fase AIDS karena infeksi kronisnya membuat sistem imun bekerja lebih keras dan semakin melemah. Inilah sebabnya ko-infeksi HIV-TB sering kali lebih sulit didiagnosis, lebih berat gejalanya, serta membutuhkan pengobatan yang lebih kompleks dibandingkan bila hanya salah satunya saja.

Situasi HIV-TB di Indonesia dan Tantangan Diagnosis

Di Indonesia, beban ko-infeksi HIV dan TB masih cenderung tinggi. Diperkirakan lebih dari 18 ribu kasus TB pada orang yang terinfeksi HIV. Jumlah ini kemungkinan masih lebih besar karena banyak kasus yang belum terdeteksi. Tantangannya, gejala TB pada orang dengan HIV sering kali tidak khas, misalnya tidak selalu ditandai dengan batuk yang lama atau penurunan berat badan yang mencolok. Kondisi ini membuat diagnosis lebih sulit dideteksi dan berisiko terlambat. Padahal, semakin cepat HIV dan TB terdeteksi bersamaan, maka semakin besar peluang pasien untuk pulih dengan pengobatan yang tepat.

Pengobatan dan Tantangan Ko-Infeksi

Pengobatan TB dan HIV sebenarnya yang tersedia dan efektif yaitu Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk TBC dan Antiretroviral (ARV) untuk HIV. Namun, pada pasien dengan ko-infeksi, penangannya lebih rumit. Interaksi antara OAT dan ARV bisa menimbulkan efek samping mulai dari mual, kelelahan, hingga gangguan fungsi hati. Selain itu, pengobatan yang berlangsung lama sering membuat pasien sulit untuk patuh. Tidak jarang, faktor sosial seperti stigma dan diskriminasi juga menghambat penderita untuk mencari bantuan medis. Inilah yang membuat layanan tepadu yang menggabungkan terapi TB dan HIV sangat penting untuk memasikan pasien mendapat pengobatan optimal sekaligus dukungan psikososial.

Pencegahan dan Edukasi Masyarakat 

Mencegah ko-infeksi HIV dan TB tidak bisa hanya mengandalkan pengobatan, tetapi juga perlu upaya pencegahan sejak dini. Pada orang dengan HIV, penggunaan ARV secara teratur terbukti mampu menurunkan risiko terkena TB. Begitu pula sebaliknya, skrining TB rutin sangat dianjurkan bagi orang yang hidup dengan HIV, agar deteksi bisa dilakukan lebih awal. Di masyarakat, pencegahan dapat dilakukan dengan memperbaiki ventilasi rumah, menjaga pola hidup sehat, dan tidak menyepelekan gejala batuk lama. Selain itu, mengurangi stigma terhadap pasien HIV dan TB sama pentingnya, karena dukungan dari lingkungan sekitar dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan serta edukasi yang tepat dapat membuat masyarakat lebih peduli sekaligus menekan penyebaran kedua penyakit ini.

Ko-infeksi HIV dan TB adalah tantangan ganda yang tidak bisa dipandang sebelah mata.kombinasi keduanya membuat risiko sakit dan kematian menjadi meningkat, terutama bila diagnosis terlambat atau pengobatan tidak dijalani dengan baik. Data global maupun nasional menunjukkan bahwa kasus HIV-TB masih tinggi, sehingga upaya pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan terpadu sangatlah penting. Dukungan masyarakat melalui penghapusan stigma, serta komitmen pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi, akan menjadi kunci untuk menekan penyebaran dan dampak dari kedua penyakit ini. dengan kerja sama semua pihak, eliminasi HIV dan TB di Indonesia bukanlah hal yang mustahil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun