Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemerintah yang Cerdas Mendorong Peran Lembaga Swasta daripada Lembaga Plat Merah

26 Januari 2022   15:54 Diperbarui: 30 Januari 2022   01:37 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Beberapa waktu lalu saya membaca berita tentang pemerasan oleh salah seorang wartawan, karena berita itu fulgar maka saya ingin mendalami substansi beritanya agar tidak mengusik opini ke perihal lain-lain. Saya heran, kenapa larinya berita itu entah kemana-mana yang membuat satu paragraf dengan paragraf lain bertabrakan.

Begini beritanya, salah seorang wartawan ditangkap. Oknum menggunakan rompi bertulis singkatan lembaga anti rasuah, rupanya hanya tiruan. Yang menjadi pertanyaan kenapa disebut tiruan padahal soal rompi sama biasa saja, banyak nama sama karena alfabet singkatan. Terus mulailah di ulas berita itu seakan ada yang suci sementara Media, Koran tersebut seperti Najis dalam ilustrasi tersebut.

Lalu jika balik dipertanyakan, apakah jika yang melakukan pemerasan itu aparatur negara bukan media independen diperbolehkan? karena lembaga negara baik dan suci sementara elemen indepenpen itu buruk citranya.

Jadi seharusnya yang menjadi substansi berita itu adalah yang melakukan pemerasan harus dihukum berat karena pemerasan yang direncanakan dan seterusnya, bukan menyoalkan status kedudukan serta perbedaan antara lembaga resmi negara dan media independen. 

Jika pembahasan melebar kearah itu tentu akan menimbulkan pertanyaan, lalu jika aparatur pemerintah mengatasnamakan negara yang melakukan hal yang sama apakah boleh? Tentu juga tidak bolehkan?

Lalu kenapa justru penekanan berita pada pelaku sebagai lembaga negara resmi atau bukan, kalau opini dibawa kesana tentu saja ada anggapan seakan jika pelaku adalah aparatur pemerintah maka mereka bebas melakukan apa saja. 

Berikutnya termasuk pemerasan, padahal yang namanya pemerasan itu oleh mereka yang memiliki jabatan presiden sekalipun tidak bisa dilakukan karena sudah melanggar kode etik jabatan tersebut.

Maksud tulisan ini adalah untuk meluruskan agar dalam menyajikan berita tidak menjadi pendidikan sosial yang salah kaprah dan merugikan pihak lain bahkan melemahkan pihak independen, karena tulisan dimaksud dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat bahkan masyarakat awam dapat menterjemahkan dimana media independen sebagai perusak dan negatif, padahal media tersebut ketika mendapat izin terbit mereka juga harus membayar pajak dan iuran lain yang lebih besar dan beban mereka lebih besar daripada aparatur pemerintahan yang hanya membayar sekali saja ketika mereka melakukan sogok untuk masuk pegawai negeri,  itupun mereka yang menyogok.

Berikutnya pemberitaan itu seakan media independen dan wartawannya itu bagaikan media haram yang tidak memiliki izin, padahal koran tersebut establish dan sudah berkontribusi untuk membangun negeri ini dalam memperkuat barisan yang mereka berfokus.

Kenapa diragukan pihak media independen, jika izin terhadap media tersebut dikeluarkan oleh negara dan para pemilik yang telah melengkapi seluruh syarat yang diwajibkan negara. Ketika izin sudah dipenuhi tentu media tersebut bebas dalam melakukan aktivitas asalkan tidak melanggar etika dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan itu.

Lembaga Plat Merah

Sesungguhnya pembangunan bangsa ini tidak hanya milik mereka yang aparatur pemerintahan atau dengan kata lain jika kepemilikan bangsa ini hanya dikuasai secara arogan oleh mereka lembaga plat merah maka sesungguhnya pemerintah telah salah kaprah dan memperlihatkan ketidakmampuannya dalam pembangunan. 

Mereka tidak mampu membangun partisipasi rakyat dalam pembangunan,  bahkan bisa bermakna bahwa pembangunan yang sedang dijalankan bukan untuk rakyat,  bukan milik rakyat tapi hanya milik segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat Indonesia.

Jika anda memantau perkembangan pembangunan pada negeri yang sudah terlebih dulu maju maka pekerjaan-pekerjaan pembangunan justru lebih dominan dilakukan oleh pihak independen dan hanya beekordinasi dengan pemerintahan dalam batasan izin dan kesamaan pandang serta dalam satu tujuan.

Film-film box office sering mengilustrasikan peran inteligen dari lembaga independen yang mana mereka bekerja siang dan malam serta mempertaruhkan nyawa untuk negara dengan resiko-resiko yang sangat besar terhadap dirinya dan anggota keluarga beserta teman-temannya, lalu pertanyaannya apakah dalam ilustrasi itu mereka sebagai aparatur negara atau aparatur dari lembaga plat merah?

Jika Pemerintah Cerdas

Jika pemerintah Indonesia cerdas maka dalam berbagai bidang justru harus fokus untuk mendorong pihak independen untuk melakukan pembangunan dan pemerintah justru hanya perlu menyiapkan semacam reward atau bonus bagi lembaga-lembaga independen yang berprestasi atau bisa menyelesaikan kasus dan masalah bangsa ini.

Apalagi dalam bidang media massa yang kita lihat bahwa media independen justru lebih bermutu dan digandrungi rakyat sementara media massa pemerintah sebahagian besar justru mati suri. 

Jika kita memantau koran atau media cetak maka koran plat merah gratispun rakyat tidak mau membacanya. Sedangkan koran independen justru masyarakat bersedia mengeluarkan uang untuk membeli dan membacanya. 

Berikutnya televisi dan radio juga berlaku hal yang sama, dimana radio swasta dan independen justru establish, sementara milik pemerintah hidup segan mati tidak boleh. 

Karena hilang pos gaji dan pemberian fasilitas untuk pegawainya pemerintah, soal usaha tersebut hidup atau mati tidak menjadi fokus mereka. Kurang yakin?

Pantau saja bagaimana rata-rata perusahaan plat merah (milik pemerintah) sedikit yang dapat disebut normal, selebihnya hanya dijadikan media distribusi uang negara kemudian mereka menikmatinya dan hanya secuil yang bisa dinikmati rakyat padahal semua semangat dasarnya keberadaan perusahaan negara adalah untuk kepentingan pembanguna rakyat. 

Lalu lihatlah aparaturnya BUMN seperti dewan komisaris PLN, PTP, Garuda dan perusahaan plat merah sejenisnya sudah dapat dipastikan mereka kaya dan berlimpah harta, beberapa dari mereka tertangkap karena korupsi selebihnya licin bagaikan belut dan belum tertangkap bahkan ketika pensiun mereka punya fasilitas rumah atau supermarket di eropa dan sebagainya.

Bagaimana Seharusnya

Sikap pemerintah seharusnya membangun swasta atau lembaga-lembaga rakyat independen daripada memelihara lembaga plat merah yang aparaturnya hanya berfokus dalam pemborosan uang negara dan mempengaruhi sikap pemerintah kepadanya. 

Sementara lembaga independen milik swasta mereka senantiasa berkonsentrasi meningkatkan produktifitasnya agar mereka bisa bertahan dan tetap establish mencapai profesional dalam dunia tersebut. Sementara lembaga plat merah justru sebaliknya.

Jika kita memantau bagaimana perusahaan swasta negara Amerika yang dalam target dan operasinya menembus batas negaranya dan saham mereka sebahagiannya justru ada ditangan warga negara dari berbagai dunia justru mereka tidak membutuhkan uang negara bahkan mereka yang memberi pajak yang besar untuk negaranya. 

Demikian pula dalam dunia media sosial dimana pemerintah mereka menghormati dan mensupport keberadaan mereka sebagai alat utama dalam pembangunan bangsanya.

Lalu kenapa dalam image pemerintahan Republik Indonesia hal itu seakan terbalik? Apakah kita belum cerdas dalam membangun bangsa dan negara ini? 

Mungkin saja karena kita terlalu lama terjajah oleh bangsa lain sehingga mentalitas kita senantiasa inlanders sepanjang masa maka pemerintah adanya sebagai raja (dinasti) dan penguasa negara sementara rakyat hanya terposisikan bukan sebagai elemen paling utama negara ini tapi hanya sebagai penerima sedekah atau bantuan pemerintah.  

Mungkin pula karena itulah rebutan dalam jabatan negara sangat prioritas dalam kehidupan bangsa ini dan jarang sekali kita temui mereka yang mundur ketika salah dan tidak mampu sebagaimana di negara lain.

Salam

Gambar :Shooterstock

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun