Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah PDI Perjuangan Memperjuangkan Kehidupan Rakyat yang Demokratis?

2 November 2020   16:17 Diperbarui: 2 November 2020   16:24 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Memaknai demokrasi bagi masyarakat Indonesia dengan kata mungkin saja terlalu mudah. Karena selama ini kita dapat melihat indikator-indikator itu dalam penyelesaian konflik di daerah oleh pemerintah pusat.

Sebagai contoh, ketika paska reformasi ada sejumlah tuntutan daerah-daerah begitu kuat terhadap penerapan desentralisasi status daerah terutama dalam soal pola hubungan antara pusat dan daerah.

Tuntutan yang sangat represif itu berdatangan terutama dari daerah-daerah provinsi yang letaknya diluar pulau jawa. Tentu daerah tersebut bagi kalangan masyarakat yang terlibat dalam politik mengetahui itu kira-kira beberapa provinsi yang memiliki alat perjuangan masyarakatnya.

Misalnya Aceh, Papua, Maluku, Bali, Riau dan provinsi lainnya mengalami juga hal yang sama meski tidak sekuat tuntutan masyarakat di daerah yang penulis sebutkan. Namun ada juga provinsi yang menuntut kekhususan di pulau jawa, seperti yogyakarta.

Lantas apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat kala itu? Yakni memberi daerah-daerah yang kuat tuntutannya tentang Status Otonomi Khusus (SOK) atau Daerah Istimewa (DI) atau terminology lain yang bisa diterima oleh tokoh politik serta tokoh masyarakatnya.

Pergantian nama provinsi sesuai dengan nama daerah juga sebagai solusi yang pernah ditabalkan kepada provinsi Aceh, misalnya dari nama Daerah Istimewa Aceh menjadi Nanggroe Aceh Darussalam kemudian berubah kembali menjadi Aceh hingga sekarang setelah Status Otonomi Khusus (SOK)

Sistem politik pemerintah ini yang disebut sebagai simbolik, apabila tidak diikuti dengan sejumlah kebijakan yang menyertainya. Dalam bahasa awam bisa disebut Bungkusan Politik. Tetapi isi dari bungkusan itu masih dalam tanda tanya. Karena masyarakat sebahagian besar hanya bisa melihat secara kasat mata tentang politik pemerintah.

Pada tataran tersebut kebijakan pemerintah Indonesia dapat dikatagorikan telah memenuhi prinsip demokrasi karena memberi respon dan memiliki solusi terhadap tuntutan politik masyarakat daerah provinsi. Itupun apabila negara lain yang menilai ketika hanya melihat indikator politik dari luar.

Lalu, kenapa di era sekarang tuntutan daerah terhadap desentralisasi menjadi lemah, dan para tokoh daerah dan dipusat cenderung diam? Apakah akibat lemahnya masyarakat dalam demokrasi. Hal ini tentu saja perlu dikaji jika tidak ingin menyimpulkan dengan teori politik.

Ada Teori Politik Kebisuan Spiral yang menyatakan bahwa masyarakat akan cenderung diam dan cenderung bertambah besar sebagaimana sebuah spiral yang semakin besar bibirnya sementara pusatnya justru akan mengecil. Jika kepemimpinan itu keras dan tidak mempedulikan partisipasi rakyat pada waktunya tiba setelah cukup kuat tentu saja akan dikepung oleh masyarakat itu sendiri.

Pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab ketika usai pembahasan tentang bagaimana masyarakat memaknai demokrasi dan menilai secara ringkas, apakah pemerintah sekarang menerapkan pembangunan demokrasi sebagaimana amanat konstitusi Republik Indonesia dalam UUD 45 dan UU lain yang mengandung semangat dan nilai demokrasi.

Karena kebiasaan tokoh-tokoh negara kita berpikir secara simbolik dalam melaksanakan politiknya maka makna-makna yang dikandung oleh semua kata-kata politik yang melandasi kebijakan perlu dikaji dan diartikulasikan secara sempurna.

Misalnya penamaan suatu partai politik sebagaimana partai pemenang pemilu di Indonesia, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang disingkat PDIP. Dengan nama tersebut ada makna secara tersurat dan vulgar bahwa partai itu adalah partai yang memperjuangkan demokrasi, tentu saja termasuk di dalamnya adalah hak-hak politik masyarakat Indonesia.

Kemudian ditambah lagi dengan penamaan Perjuangan yang mengisyaratkan pembenaran terhadap partai itu sebelumnya, karena kelahiran partai ini adalah sempalan dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) sebelummnya.

Penulis hanya mencoba menyinggung secara datar tentang nama partai dan keseriusan para pemimpinnya untuk membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk penerapan demokrasi di Indonesia sebagaimana mereka dibungkus dengan merek atau simbolik tersebut.

Dalam hukum dagang suatu merek itu memiliki penjelasan dengan motto, ikon dan keterangan lain-lain dimana tag-tag di menerangkan isi produk didalam bungkusan merek dimaksud. Jika pada produk makanan snack yang berbahan dasar kentang maka perusahaan bahagian marketingnya tentu akan menyampaikan bahwa kentang dan elemen lain yang dicampur serta manfaat atau kelebihan-kelebihan dari produk tersebut.

Tentu saja ketika ada yang membuktikan bahwa bahan dasarnya ubi atau kentang dicampur dengan ubi dan bukan kentang asli maka perusahaan itu akan di cap sebagai pelaku pembohongan publik. Begitu pula dalam memaknai suatu partai politik.

Apakah ini penting? Jawabnya sungguh penting karena dari situlah masyarakat bisa menilai secara nyata, apakah mereka berada dalam pembohongan dan pembodohan atau para pemimpin politik sedaang bekerja keras untuk mempengaruhi pemerintah agar membawa rakyat Indonesia untuk mencapai tahapan kesejahteraannya.

Mungkin tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali pemerintah mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi dalam kondisi positif bahkan pemerintah menyampaikan bahwa Indonesia kini sebagai negara maju bukan lagi negara tertinggal atau negara berkembang. Namun masyarakat setiap kali pula merasakan kontroversial dengan klaim opini pemerintah dimaksud.

Nah, tentu saja argumen ini mengingatkan agar rakyat Indonesia tidak terlena dengan klaim atau simbol-simbol keberhasilan pemerintah bahwa kita sudah maju, kita sudah melebihi kemajuan bangsa lain di puluhan tahun ke depan. Sementara realita kehidupan masyarakat semakin sulit dan memenuhi kebutuhan dasar saja tidak mampu bahkan kita dapati banyak anggota masyakat yang gila kemudian ada juga yang bunuh diri dan anggota keluarganya akibat faktor ekonomi.

Cara berpikir tokoh-tokoh politik terutama pemimpin utama partai politik dipusat pemerintah ini juga tentunya menjadi indikator kemajuan dan kemunduran negara dan rakyat Indonesia.

Lalu, kenapa anda harus berpikir bahwa partai politik ditengah kehidupan kita, jangan-jangan hanya nama saja Demokrasi sementara para pemimpinnya hanya berpikir sekedar merebut suara dan dukungan rakyat sementara prilaku dan penerapan prinsip dan nilainya justru berkontra dengan simbol itu sendiri yakni otoritarian.

Jika demikian keadaannya maka tentu saja rakyat Indonesia sedang berkubang dalam pembohongan pemimpin politik dan tentu saja mereka berkubang dalam pembodohan secara bertahap.

Untuk menjawab semua itu, berikut ini kita akan mengkaji secara ringkas kesimpulan yang kemudian menjadi jawaban bagi diri kita masing-masing sebagai warga negara Republik Indonesia.

Pertama, Demokrasi adalah sistem politik atau sistem pengambilan keputusan di dalam suatu lembaga, organisasi, atau negara, yang seluruh anggota atau warganya memiliki jatah kekuasaan yang sama besar.[1]

Pemerintahan demokratis lazimnya dibanding-bandingkan dengan sistem pemerintahan oligarki (sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir warga negara), dan sistem pemerintahan monarki (sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh satu orang penguasa tunggal).
sumber (wikipedia)

Kedua, Oligarki (Bahasa Yunani: , Oligarkha) adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk "sedikit" ( ligon) dan "memerintah" sumber (wikipedia).

Ketiga, Visi PDIP pada poin c. Alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Eka Sila);  www.pdiperjuangan.id

Keempat, Misi PDIP pada poin h. Sebagai poros kekuatan politik nasional wajib berperan aktif dalam menghidupkan spirit Dasa Sila Bandung untuk membangun konsolidasi dan solidaritas antar bangsa sebagai bentuk perlawanan terhadap liberalisme dan individualisme. (www.pdiperjuangan.id)

Poin diatas adalah sebagai alat penguji atau sebagai indikator sosial untuk mendapatkan jawaban ringkas terhadap politik bangsa ini.

Mengapa Visi dan Misi menjadi indikator untuk memahami partai politik? Tentu saja karena Visi dan Misi adalah rumusan yang dihasilkan melalui kesepakatan dan hal itu menjadi gambaran pekerjaan partai politik dalam jangka panjang dan tahapan jangka pendek menengah ke depan.

Bagaimana cara melakukannya untuk mendapatkan kesimpulan sebelum ada klarifikasi dari partai politik dimaksud?
Pertama, Secara tertulis dalam misi dan visi partai PDI Perjuangan sama sekali tidak bertentangan dengan konsep demokrasi.

Kedua, Visi dan Misi PDI Perjuangan justru bertentangan dengan sistem kekuasaan Oligarkhi yang juga berkontra dengan sistem demokrasi.

Ketiga, Secara politik partai arah kebijakan pemerintah selama ini dipengaruhi secara dominan oleh partai politik PDIP.

Keempat, Secara realita arah kebijakan pemerintah selama ini terjadi penentangan sosial yang kuat. Beberapa kasus dapat memperkuat referensi untuk kesimpulan tersebut.

Kelima, Pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki persepsi masing-masing sesuai dengan tingkat wawasan politik dan kepentingannya. Jika warga negara selama ini bukan dipengaruhi oleh politik tetapi faktor pendekatan fasilitas dan uang maka menganggap tidak bermasalah dengan apapun yang dilakukan oleh partai politik.

Keenam, Ada dugaan kualitas pemahaman demokrasi pada masyarakat Indonesia bisa saja masih dalam kualitas simbolik (kulitnya) belum pada tahapan kandungan (isi) prinsip dan nilai demokrasi yang sesungguhnya.

Ketujuh, Penulis tidak bisa menyimpulkan suatu kesimpulan bahwa partai PDIP hanya menjual nama demokrasi tetapi yang sesungguhnya mereka sedang melakukan sesuatu yang anti demokrasi yakni mendorong pemerintah menerapkan sistem oligarkhi.

Kedelapan, Jika pemahaman demokrasi masih pada kulitnya maka ada 22 persen masyarakat Indonesia akan mencaci penulis karena mencoba mengkaji partai politik pilihannya.

Namun sebagai warga masyarakat Indonesia penulis juga harus melakukannya karena perkembangan pembangunan rakyat selalu begitu-gitu saja dan desentralisasi daerah yang pernah kita perjuangkan dimasa lalu dengan bungkusan yang sempurna namun saat ini justru tidak beranjak dari dudukannya. 

Lalu, apakah Partai penguasa (PDI Perjuangan) yang membawa nama sebagai alat Demokrasi itu belum mampu melakukannya untuk rakyat Indonesia? Sementara rakyat memilih Demokrasi sebagai alat membangun kesetaraan dan keadilan karena mereka hanya melihat partai politik yang bermerk demokrasi sebagai pilihan yang tepat untuk itu.

Lalu, apakah PDI Perjuangan sebagai pilihan yang benar dan memenuhi harapan rakyat untuk merubah kehidupan bangsa ini? Tentu hal ini bisa dijawab dengan wawasan dan paling tidak dengan nurani masing-masing rakyat Indonesia.


Sekian
*****

dokpri
dokpri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun