Oleh : Tapa Shidiq Pamungkas
Invasi Rusia ke negeri ukraina terjadi sejak kamis 23 Februari. Pidato Vlaadimir putin mengawali mobilisasi militer tersebut. Dalam pidatonya ia menjelaskan operasi militer ini sebagai langkah untuk menyelamatkan rakyatnya.
Orang nomor satu negeri beruang merah itu menuding ada upaya genosida terhadap suku Donetsk dan Luhansk. Sebagaimana telah diketahui bahwa kedua wilayah tersebut telah memproklamirkan diri untuk lepas dari kekuasaan ukraina.
Ketegangan antara Rusia dan ukraina telah berlangsung sejak Rusia menganeksasi Krimea pada tahun 2014. Eskalasi ketegangan antar kedua negara pecahan uni soviet ini mencapai puncaknya sejak Ukraina dipimpin oleh Voloydymyr Zelensky. Zelenski menunjukan keberpihakan yang terang-terangan kepada pihak barat (Amerika dan NATO). Bahkan ia menginginkan untuk bergabung menjadi anggota dari pakta pertahanan Atlantik Utara tersebut. Hal yang tidak ditunjukan oleh pemimpin Ukraina sebelumnya.
Putin menganggap apa yang dilakukan oleh Zelensky adalah sebuah arogansi.
Putin membalas arogansi itu dengan mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka. Selain memang ada kepentingan Rusia terhadap dua kota penghasil Batu bara dan baja tersebut.
Dalam perjalanannya Rusia menuding bahwa Ukraina telah melakukan kekerasan dan menjurus kepada genosida di kedua wilayah tersebut. Sehingga Negara yang memiliki hak Veto Dewan Keamanan PBB itu merasa perlu untuk campurtangan.
Keputusan Rusia untuk melakukan invasi terhadap ukraina menjadi berita tranding dunia. Dalam sepekan berlangsungnya Invasi ini, dunia seolah hanya menjadi penonton. Sebagian simpati terhadap ukraina, sebagian lagi mendukung langkah yang dilakukan oleh Rusia.
hanya AS dan sekutunya yang terang-terangan mendukung Ukraina. bentuk dukungannya dengan mengirim pasokan senjata dan sanksi ekonomi terhadap Rusia. China lebih condong kepada Rusia. melalui juru bicara di forum PBB China menuntut kesetaraan perlakuan antara rusia dan ukraina. sedangkan Indonesia sendiri mengambil langkah netral. Melalui akun twitter nya Jokowi menyatakan sikap yang netral dengan pernyataan normatif. Bahwa beliau menyerukan untuk menghentikan peperangan, karena peperangan dapat memunculkan kesengsaraan dan menempatkan dunia pada resiko.
"Stop the war. War brings misery to mankind and puts the whole world at risk"
 tweet orang nomor satu RI tersebut
Lalu bagaimana dengan suara umat islam?
Pada masa Rasulullah SAW pernah terjadi peperangan dua adidaya besar. Romawi dan Persia. Kota Mekkah terbelah antara pendukung Romawi (Rasulullah dan para sahabat) dan Persia (Abu Jahal CS). Kedekatan ajaran agama menjadi faktor keberpihakan mereka. Islam dengan ajaran tauhid memiliki kesamaan ajaran bahkan satu akar yang sama dengan nasrani, dimana bangsa Romawi menganutnya. Sedangkan kaum Kafir Quraisi menganggap Majusi Persia memiliki satu nafas yang sama yakni Paganis.
Pada pertarungan pertama Kaum muslimin merasa sedih karena Romawi dapat dikalahkan pada pertempuran di Azriat dan Busra (Wilayah Syam saat itu).
Kaum Kafir Quraisy kemudian mendatangi Rasul dan para sahabatnya.
"Lihatlah saudara kalian sesama Ahli Kitab telah dikalahkan oleh saudara kami sesama ajaran Wasani. niscaya, jika kita berperang pasti kami akan mengalahkan kalian sebagaimana saudara-saudara kami mengalahkan Romawi" begitulah ejek salah seorang kafir Quraisy.
lalu turunlah ayat yang menyebutkan bahwa Romawi akan menang setelah kekalahannya yaitu surat Rum ayat 2-7 :
_"Bangsa Romawi telah dikalahkan,"_
_"di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang,"_