Pemilu 2024 telah berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024 dengan diikuti oleh tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. Pemilu ini merupakan pemilu yang sengit dan kontroversial, karena banyak dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi di berbagai daerah.
Dalam artikel ini, saya akan membahas beberapa kasus yang dilaporkan oleh media, serta memberikan analisis kritis dan opini tentang dampak dan solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini.Â
Kasus 1: Surat Suara yang Sudah Tercoblos Sebelum Pemungutan Suara
Salah satu kasus yang mengejutkan publik adalah adanya surat suara yang sudah tercoblos sebelum pemungutan suara di beberapa TPS di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. Surat suara tersebut diduga sudah dicoblos oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memenangkan salah satu pasangan calon tertentu. Kasus ini telah dilaporkan ke Bawaslu dan kepolisian untuk ditindaklanjuti secara hukum.Â
Kasus ini merupakan bentuk kecurangan yang sangat serius dan merugikan hak demokrasi rakyat. Surat suara yang sudah tercoblos sebelum pemungutan suara berpotensi mengubah hasil pemilu dan merusak legitimasi pemerintahan yang terpilih. Kasus ini juga menunjukkan adanya ketidakprofesionalan dan ketidaknetralan dari penyelenggara pemilu, baik KPU, PPK, maupun KPPS, yang seharusnya menjaga integritas dan keamanan surat suara.
Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kasus ini adalah dengan melakukan audit dan verifikasi ulang terhadap seluruh surat suara yang ada di TPS yang terduga, serta mengganti surat suara yang sudah tercoblos dengan yang baru. Selain itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap pelaku dan dalang di balik kasus ini, serta sanksi administratif bagi penyelenggara pemilu yang terlibat.
Kasus 2: Pemilih yang Menggunakan KTP Palsu atau Ganda untuk Mencoblos Lebih dari Satu Kali
Kasus lain yang mengancam kredibilitas pemilu 2024 adalah adanya pemilih yang menggunakan KTP palsu atau ganda untuk mencoblos lebih dari satu kali di beberapa TPS di Jakarta, Banten, dan Kalimantan Timur. Pemilih tersebut diduga berasal dari kelompok tertentu yang ingin mempengaruhi hasil pemilu dengan cara yang tidak fair. Kasus ini juga telah dilaporkan ke Bawaslu dan kepolisian untuk ditindaklanjuti secara hukum.Â
Kasus ini merupakan bentuk pelanggaran yang sangat merendahkan martabat pemilu sebagai pesta demokrasi. Pemilih yang menggunakan KTP palsu atau ganda untuk mencoblos lebih dari satu kali telah menyalahgunakan hak pilihnya dan mengganggu hak pilih orang lain. Kasus ini juga menunjukkan adanya kelemahan dan kekurangan dalam sistem pendaftaran dan verifikasi pemilih, yang seharusnya mampu mencegah dan mendeteksi adanya pemilih ganda atau tidak sah.
Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kasus ini adalah dengan melakukan pembersihan dan pemutakhiran data pemilih secara berkala dan akurat, serta menggunakan teknologi biometrik seperti sidik jari atau wajah untuk mengidentifikasi pemilih. Selain itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap pelaku dan dalang di balik kasus ini, serta sanksi administratif bagi penyelenggara pemilu yang terlibat.