Harus diakui dana-dana bansos selalu menjadi ajang korupsi oknum-oknum rakus yang tak bertanggung jawab.
Program bansos selain sudah disalahgunakan (dikorupsi) juga sudah dipolitisasi. Dilansir berdasarkan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bahwa korupsi bansos sudah terjadi sejak lama dan selalu terulang. Dana bansos juga disinyalir digunakan untuk memenangkan calon-calon incumbent.Â
"Tingginya kemenangan calon incumbent di pilkada 2020 kemungkinan berhubungan dengan tingginya intensitas pemberian bansos kepada masyarakat di daerah" ujar Ray Rangkuti Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia.Â
Hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena mahalnya mahar atau biaya politik, dan maraknya pasar politik uang, menukar suara dengan tawaran imbalan material. Sekaligus menegaskan langgengnya lingkaran setan korupsi politik di Indonesia.
Berawal dari partai politik yang kemudian melahirkan anggotanya menjadi politisi/ kandidat. Yang sudah pasti dalam prosesnya memiliki tujuan tertentu, baik itu proyek, konsesi, lisensi dan sebagainya. Sehingga mereka akan memanfaatkan kroni bisnis agar ketika memiliki kepentingan bisa mendapatkan izin dengan mudah. Biasanya mereka mempengaruhi orang-orang parpol yang ramah, dan melancarkan cara-cara ilegalnya. Diantaranya berupa : memberi sumbangan, gratifikasi, suap, dsb. Sehingga terjadinya kasus korupsi, dengan catatan berbagai tugas diselewengkan. Â
Harus kita akui sepanjang tahun korupsi tidak pernah padam. Seakan-akan korupsi merupakan hal yang melekat, tidak pernah tertuntaskan sepanjang sejarah. Apa yang sebenarnya menjadi tolak ukur para penguasa, apakah semua hanya tentang uang semata?
Dilansir berdasarkan laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2019 yang dipublikasikan pada tanggal 23 Juni 2020, menjelaskan bahwa :Â
Sepanjang tahun 2019 jumlah aduan yang diterima KPK mencapai 6.084 laporan, dan sebanyak 2.780 laporan di antaranya merupakan pengaduan terkait tindak pidana korupsi yang telah diverifikasi. 70 orang ditetapkan sebagai tersangka yang berasal dari pengembangan perkara.Â
Tidak sampai disitu, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terdapat 76 orang terjerat dengan barang bukti kejahatan berupa uang tunai dari berbagai mata uang, yang dilakukan sebanyak 21 kali di 14 daerah.
Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri semata-mata.
Perlu ditekankan Korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Korupsi merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, bahkan suatu kelompok dan biasanya menyalahgunakan suatu kewenangan. Korupsi dapat terjadi dari dalam diri (internal) pelaku maupun dari luar diri pelaku (eksternal). Dari dalam diri pelaku seperti sifat tamak atau rakus, gaya hidup konsumtif. Sedangkan dari luar diri pelaku bisa disebabkan oleh faktor politik, hukum, ekonomi, dan organisasi.Â