Kesehatan bukan hanya menjadi kebutuhan dasar bagi setiap manusia, namun juga menjadi fondasi untuk keberlangsungan masa depannya. Kesehatan yang baik, memungkinkan seseorang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan lebih produktif dan optimal. Sebaliknya, kesehatan yang buruk tentunya dapat mengganggu aktivitas, dan memberikan dampak buruk dalam berbagai aspek kehidupannya. Ibaratnya, kesehatan itu adalah investasi masa depan.
Sayangnya, tak semua orang bisa menikmati kesehatan yang baik. Tak hanya terkendala dengan kemampuan ekonomi, namun juga karena keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Minimnya akses kesehatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya faktor geografis, terbatasnya akses transportasi, kurangnya fasilitas kesehatan, dan keterbatasan tenaga kesehatan. Masalah ini sering dialami oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan, daerah tertinggal dan terpencil.
Tentunya ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah dan seluruh stakeholder untuk bisa segera memenuhi hak kesehatan masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan sila kelima dalam Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini menegaskan pentingnya kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia. Dukungan terhadap kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia ini juga dikuatkan dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya berikut, "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya."
Kajian Ideologi Kesehatan Indonesia
Indonesia Health Development Center (IHDC), sebuah organisasi nirlaba berformat wadah pemikir (think-thank) yang dibentuk pada Agustus 2024 kemudian menginisiasi sebuah gagasan strategis dalam bentuk kajian Ideologi Kesehatan Indonesia. Sebuah kajian yang ingin membangun lewat kemitraan agar sistem kesehatan Indonesia dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan partisipasi publik. Untuk diketahui, IHDC merupakan organisasi yang berfokus pada promosi, edukasi, penguatan dan advokasi sistem kesehatan, serta pemberdayaan kesehatan komunitas dan masyarakat yang berbasiskan kajian, rekomendasi, dan formulasi model, dengan mengusung visi mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan berdaya melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan.
Laporan publik hasil kajian berjudul "Reinterpretasi Ideologi Kesehatan Indonesia: IHDC Model 2025" tersebut resmi diluncurkan pada hari Rabu, 20 Agustus 2025 di Hotel Luwansa, Jakarta. Hadir pada acara Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, SpM(K) selaku Pendiri dan Dewan Penasehat IHDC; Dr. Ray Wagiu selaku Pendiri dan Direktur Eksekutif IHDC; Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto selaku Guru Besar Antropologi dan Dekan FISIP UI; Djarot Dimas Achmad Andaru selaku Pakar Hukum dan Kebijakan Kesehatan dari Fakultas Hukum UI, dan Adhitya Ramadhan selaku Editor Senior Harian Kompas dan Pengamat Kesehatan, serta perwakilan pemerintah, akademisi lintas disiplin, organisasi profesi kesehatan, dan komunitas masyarakat. Selain itu, hadir juga secara online Prof. Dr. dr. Farid A Moeloek, Sp.OG selaku Ketua Dewan Pembina IHDC, dan Prof. Dr. Ascobat Gani selaku Guru Besar Ekonomi di FKM UI.
Prof. Nila menyampaikan bahwa kajian ini hadir untuk mengisi ruang ideologis, memberi arah moral, dan juga kompas kebijakan. Menurut Prof. Nila, kesehatan adalah milik semua orang, bukan hanya milik dokter dan pemerintah. Nilai-nilai yang diperjuangkan adalah keadilan, pemerataan, ketahanan, keterjangkauan, partisipasi, dan kemandirian. Dimensi Ideologi Kesehatan menekankan pada partisipasi sejati, di mana rakyat memiliki suara, kendali, dan hak penuh untuk menjaga kesehatan dirinya dan juga komunitasnya.
"Blueprint ini ditujukan bagi pemerintah pusat dan daerah, kepala desa, tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat luas sebagai panduan bersama. Setiap anak yang stunting karena miskin, setiap ibu yang meninggal karena tak mampu bayar persalinan, dan setiap orang yang harus memilih antara membeli obat atau makan adalah cerminan masalah kita, untuk menghadirkan keadilan kesehatan," urai Prof. Nila.
Lebih lanjut Dr. Ray menjelaskan tentang landasan IHDC dalam melakukan kajian Ideologi Kesehatan Indonesia, bahwasanya kesehatan itu merupakan Hak Asasi Manusia. Bahkan secara global, WHO sudah mengatur dalam piagam Magna Carta mengenai hak kesehatan, baik secara fisik, mental, maupun hak sosial. Hal ini pun tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 34 yang mengatur tentang hak kesehatan masyarakat Indonesia dan hak ideologis. Hingga tingkat terbawah juga ada peraturan bahwa pelayanan kesehatan itu adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara.
"Itu sebabnya kami dari IHDC ingin melakukan kajian terkait hak asasi dan hak ideologis manusia terhadap hak kesehatan dasar, yang sebenarnya diangkat dari nilai-nilai luhur Pancasila. Bahkan perayaan pertama Indonesia merdeka justru adalah perayaan dengan kesehatan jiwa dan kesehatan fisik. "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya". Ini adalah narasi perayaan kesehatan untuk setiap rakyat Indonesia," jelas Dr. Ray.
Dr. Ray menyebut bahwa di tengah kemajuan yang tengah dicapai bangsa ini, masih terdapat ketimpangan pelayanan kesehatan. Ketimpangan ini banyak menimpa kelompok marjinal, seperti masyarakat miskin dan masyarakat yang bermukim di daerah 3T. Hal lainnya yang sering diabaikan adalah aspek keterlibatan. Padahal menurutnya, setiap jiwa rakyat Indonesia harusnya terlibat langsung dalam sistem kesehatan. Jadi rakyat bukan hanya berperan sebagai penerima layanan kesehatan saja, namun juga menjadi pemain utama dalam kebijakan kesehatan di Indonesia.