Tangis haru biru ada salah satu sisi pengalaman hidup kita sebagai insan yang punya perasaan. Ini adalah suatu gambaran bahwa kita kadang sungguh meresapi suatu peristiwa hidup, apalagi peristiwa itu berkaitan langsung dengan hidup dan pribadi kita.
Hari Sabtu yang lalu saya memberkati pernikahan dari pasangan yang sudah hidup bersama sekitar 10 tahun dan mempunyai anak yang berumur sekitar 6 tahun. Perlu saya ketengahkan di Guam (di belahan dunia lain barangkali) banyak pasangan sudah hidup bersama sebagai "suami dan isteri" sekian tahun dan punya beberapa anak dan kemudian meminta pemberkatan nikah di Gereja.Walau keluarga ini sudah hidup bersama sekitar 10 tahun, suasana haru biru dan air mata sangat mewarnai pasangan itu khususnya si pengantin wanita. Saya juga heran kog menangis padahal sudah mengarungi kebersamaan cukup lama. Ketika tiba giliran mengucapkan janji nikah, si wanita tidak mampu menahan air mata dan tangisnya. Untuk mengucapkan janji nikah yang hanya sekitar tiga baris itu pun ia hampir tidak mampu. Suasana ini pun merembes kepada sebagian umat yang hadir di Gereja.Tiba-tiba anaknya yang berumur 6 tahun itu pun datang ke depan dan mengatakan, "Mom, jangan menangis. Mom jangan menangis banyak orang, sambil menyeka air mata ibunya dengan tissu. Beberapa umat tidak mampu melihat peristiwa itu dan juga meneteskan air mata. Saya sendiri pun hanyut dengan kepedulian anak yang sangat merasakan apa yang dialami sang ibunya.Saudara-I terkasih dan teman-teman sekalian. Pesan sederhana saya kutip dari pengakuan ibu itu ialah, "perhatian dan kepedulian dari anaknya adalah hiburan dan kekuatan baginya dalam hidup berkeluarga. Barangkali pesan itu bisa kita "adopsi" dalam hidup harian kita. Bercermin dengan banyak realita yang membuat hati kita meringis, perasaan kita menjerit dan air mata kita tak terasa mengalir. Masalah hidup keluarga dan perkawinan yang barangkali sudah mulai kehilangan arah dan memudar, salah pengertian yang kerap terjadi antar anggota keluarga, sehabat dan teman yang sangat menderita karena berbagai macam penyakit, belum lagi kemiskinan yang melanda beberapa saudara kita, bencana alam yang sering terjadi dan kita tidak bisa memastikan kapan lagi akan datang, saudara-I kita yang dilanda ketakutan akan terror dan intimidasi.Dalam hal ini kita tidak cukup hanya bertanya kepada rumput bergoyang, meminta pendapat bebatuan, dan berdialog dengan sungai mengalir, meminta nasehat dari pepohonan, serta menunggu inspirasi dari gunung. Kita harus bergerak dan jangan menunggu. Kita harus berani mengatakan, "Saudaraku, saudariku, jangan menangis, saya ada untukmu. Kita sering terhambat membuat sesuatu karena dibebani dengan aksi yang luar biasa dan spektakuler. Kita tidak jadi melakukan aksi kasih karena rasa peduli kita barangkali belum bertumbuh dan mengalir dalam hati kita. Yakinkalah, ketika anda memikirkan materi, maka rencana itu tidak akan berjalan dengan baik. Sapaanmu saja bagi orang yang kehilangan asa sudah sangat berguna. Kunjunganmu saat orang berduka juga bagaikan setitik air di musim kemarau. Lawatanmu bagi orang sakit merupakan dendang penghibur saat rasa kebosanan melanda mereka. Mendoakan orang yang meminta doa dari kita adalah wujud kasih yang dalam. Yesus tidak pernah membawa materi. Ia hanya membawa kasih lewat kunjungan dan sapaan damai dan lemah lembut.Waktu resepsi, saya menyempatkan diri ngobrol dengan keluarga baru ini. Sang ibu mengatakan bahwa anaknya itu, namanya Andre, sangat peduli dengannya. Walau ia masih kecil, kelas 1 elementary School (SD), tetapi rasa hatinya akan sang ibu sangat besar. Kalau ibunya seperti tidak semangat, atau bersedih, Andre selalu bertanya, "Mom kenapa mama sedih.? Pokoknya ia tidak boleh kelihatan sedih di hadapan anaknya itu. Maka perhatian, kepedulian putera kesayangannya itu menjadi hiburan dan kekuatan tersendiri baginya dalam hidup berkeluarga. Bahkan rasa perhatian dan kepedulian Andre ini bukan hanya di rumah saja tetapi juga berlanjut sampai ke sekolah. Andre tidak segan memberi apa yang ia miliki kepada sahabatnya.Dalam Roma 12: 10.15 dikatakan, "Hendaklah saudara-saudara saling mengasihi satu sama lain dengan mesra seperti orang-orang bersaudara dalam keluarga. Hendaklah saudara-saudara bersuka cita dengan orang yang bersuka cita dan menangis dengan mereka yang menangis (satu rasa dalam suka dan duka). Mudah-mudahan semakin menjamur "Andre-Andre" di tempat kita. SAUDARAKU, SAUDARIKU, JANGAN MENANGIS, AKU ADA UNTUKMU. Semoga.
Sumber: Yosafat Ivo Ofm Cap
imankatolik@groups.facebook.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI