Lagu debut EXO yang bicara soal "topeng anonim" dan "hilangnya empati" - apa ini menggambarkan Indonesia 2025?
Desa Neglasari menyimpan kisah perjuangan dan harapan.
Bahasa daerah makin dipinggirkan. Salahkah jika saya berkata punten, dan bukan assalamu’alaikum? Apa kabar warisan bahasa leluhur?
"Tak semua kehamilan di luar nikah dimulai dengan dosa, tapi kita sering menyelesaikannya dengan penghakiman."
Saat ‘women support women’ hanya jadi slogan, gerbong wanita pun bisa terasa asing.
Kesejahteraan bukan hanya soal data yang rapi, tapi rasa kenyang yang sampai ke meja makan.
Makan dan pendidikan sama pentingnya. Tapi saat harus memilih, mana yang lebih utama? Simak jawabannya dari sisi agama, sejarah, dan realitas sosial.
Viral itu cepat. Nilai itu langka. Kita sibuk tepuk tangan untuk selebritas dadakan, tapi lupa menengok wajah-wajah yang seharusnya kita tiru.
Di balik sosok ibu tersimpan perpustakaan kehidupan yang perlahan dilupakan, tergeser oleh arus modernisasi dan standar akademis semata.
Tiap orang menuntut hak belajar, tapi tak semua mau benar-benar belajar. Kalau menolak prosesnya, masihkah kita layak menyebutnya hak?
Hari ini, cukup sematkan gelar keagamaan. Tak perlu repot memperlihatkan akhlak. Umat percaya sebelum sempat berpikir.
Suara terbanyak tak selalu membawa kita pada pilihan terbaik. Demokrasi berjalan, tapi bisakah kita berhenti sejenak untuk berpikir?
Siapa yang sebenarnya jadi korban? Kancil menipu, Buaya percaya. Mungkin kisah lama ini tak sesederhana yang dulu kita pikirkan
Mari terus bersuara, bukan untuk menghujat, tapi untuk memperbaiki. Karena negeri ini milik kita semua, bukan hanya mereka yg duduk dikursi kekuasaan
Mari belajar kembali menjadi tenang dalam sunyi, dan berguna dalam diam. Karena sejatinya, yang paling mulia di sisi Tuhan bukan yang paling sibuk
Kalimat yang terdengar religius belum tentu menenangkan. Kadang, ia justru menyakiti mereka yang paling membutuhkan pelukan, bukan penghakiman
Hujan tak sekadar butiran air dari langit, ia adalah saksi peradaban, perantara takdir, dan cermin ketimpangan.
Di balik gemuruh intelektual, ada kekosongan. Temukan maknanya.
Di sebuah negeri di mana kekuasaan dianggap segalanya, satu keluarga berusaha menancapkan cakar mereka lebih dalam.