Tak akan jemu menatapmu. Tak jua urun memelukmu. Dekapanku erat, sebab aku kian tertambat. Kepadamu, pelitaku.
Nafas anugerah tersadar dia datang tatkala mata terbukabergegas raga ikuti otak lakukan tindakan nyatahirup pikuk dunia
Pixabay. Commalam terus menggigit sepi di ujung malam seusai pesta perkawinankamu bilang masih cukup lelah jadi aku harus bisa menunggu lagi beberapa&
Tanpamu mungkin hari begitu saja melaju Meninggalkan debu yang samar-samar terlukis pada kalbu Hidup hanya hampa Menunggu kekosongan segera diisi oleh
Kita kembali beranjak Menyelami do'a - do'a yang mulai menepi Mengeja kalimat yang mulai bosan dilantunkan. Sedangkan perihal amin masih pada garda te
Desiran sang bayu di balik daun Merangkai melodi nada rindu Mengepakkan sayap asaku Menembus langit sejuta warna Mencari titik kasih sayang-Mu
Sancaka pagi Surabaya ke Jogja Mampir Madiun Sarapan pecel dulu Berkriuk-kriuk Pantang tertegun "Pecel hilangkan pegel hinggap di Jogja tetaplah seger
Embun yang menempel ditubuhmu Bak mutiara Yang memancarkan kilaunya Kupu-kupu sambil malu Mencoba mendekat Tapi malu Kerana kalah cantiknya
Kita sering mengabaikan pusat perhatian yang ada pada diri kita.
kalau tak ingin luka, jangan pernah menyusun rencana untuk setia
Hai Indonesia, Negeri yang tercinta. Apa kau baik-baik saja? Ku dengar kau terluka. Ku dengar kau pasrah
Opa dan oma yang sangat Hera sayangi, salam takzim untukmu sang penebar kepingan kebahagiaan disertai ketulusan
waktu masih teramat pagi mentari belum menampakan diri. udara dingin menyelimuti bumisisa kelembaban malam hari setelah hujan berderai
Izinkan aku berlalu, bukan karena tak layak untuk bersama namun tak ingin ada yang terluka
Kini sedang kuselami setiap kata
Bintang tamu tampil, semangat ingin mengambil.
Lampu pengingat di perempatan sudah berwarna kuning.
Demi kebaikan semua orang.
Kamu selalu saja menyanding erat bayang-bayangku. Menyabotase pikiran dan mimpiku. Tapi kamu juga selalu dingin kepadaku.