Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyiapkan Anak Menghadapi Era Revolusi 4.0

6 November 2019   01:34 Diperbarui: 6 November 2019   06:49 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Tabrani Yunis

Usai pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Maju pada periode 2019-2024 ini, dunia pendidikan di tanah air menjadi bahan perbincangan yang sanbat hangat dan heboh. Kehebohan di sektor pendidikan ini disebabkan adanya sebuah gebrakan baru yang dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia yang terpilih dan telah diambil sumpah, Joko Widodo (Jokowi)  dengan wakil Presiden Prof. Dr (HC) Ma'ruf Amin. Gebrakan yang mengambil orang-orang pilihan untuk menempati jabatan Menteri. 

Untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kali ini dipercaya kepada orang yang tergolong masih muda dan sudah dikenal sebagai sosok yang progresif untuk membangun dunia pendidikan dan kebudayaan di era kabinet Indonesia Maju, yakni Nadiem  Makarim, yang juga sudah dikenal sukses dengan Gojeknya. 

Maka, banyak orang yang optimis bahwa sosok Nadiem Makarim adalah sosok yang mampu membawa perubahan pesat di dunia pendidikan Indonesia yang sesuai dengan zamannya, revolusi 4.0. Walau, dilihat dari educational background-nya, Nadiem Makarim minus dari ilmu pendidikan. Namun, banyak pihak yang optimis bahwa Nadiem akan banyak membawa perubahan.

Terbukti, di awal kedudukan beliau sebagai Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, sambil melakukan kegiatan menggali aspirasi dari para pakar pendidikan, beliau telah menyampaikan konsep baru pendidikan Indonesia agar mampu bersaing di tingkat global. 

Untuk membuat dunia pendidikan Indonesia memiliki kemampuan bersaing di era revolusi Industri ini, kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan hal yang harus menjadi perhatian.

 Kurukulum 2013 yang dirancang usai pelaksanaan kurikulum 2006, yang perpektifnya sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, kini keberadaan kurikulum 2013 yang belum sepenuhnya difahami dan bisa dilaksanakan oleh para tenaga kependidikan di sekolah-sekolah, harus berhadapan dengan kenyataan kontemporer yang sesuai dengan zaman dan generasi di zaman ini, yakni generasi milenial. Kurikulum, adalah hal yang akan segera dirombak. 

Perombakan yang bertujuan mempercepat perubahan dan pencapaian tujuan pendidikan tersebut akan menambah tekanan perhatian kepada empat hal yang harus dan mestinya dikembangkan dalam dunia pendidikan saat ini. 

Ke empat hal tersebut adalah kemampuan berbahasa Inggris para peserta didik di sekolah, maupun Universitas, kemapuan kompiter dalam artian kemampuan coding, kemampuan mengelola dan pemanfaatan data (statistik) dan psikologi. Begitulah konsep yang sudah mendengung di telinga banyak orang saat ini. 

Ya, ke empat hal tersebut merupakan kapasitas yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik agar mampu menghadapi perubahan zaman, menghadpi dampak disrupsi yang  bermata dua.  Kiranya, setiap orang tua harus peka dan memahami seperti apa tantangan anak pemiliki generasi masa depan. Disrupsi yang terjadi mengharuskan orang tua mampu memprediksi keadaan-keadan buruk dan sekaligus membaca peluang yang begitu banyak untuk dimanfaatkan oleh anak pada masa depan.  Salah satu kapasitas yang harus dan wajib diberikan kepada anak-anak masa depan adalah penguasaan bahasa internasional yang salah satunya adalah bahasa Inggris. Tentu saja selama ini, anak-anak kita dan bahkan kita sesunguhnya sudah belajar bahasa Inggris di sekolah. Namun, kemampuan ini seperti sulit dikuasai, disebabkan oleh banyak faktor. Di sinilah peran orang tua dalam memastikan anak-anak mereka mampu menguasai bahasa Inggris tersebut. Sehingga dengan menguasai bahasa Inggris, anak akan mampu menghadapi disrupsi yang bermata dua tersebut.

Dikatakan bermata dua karena di satu sisi bahwa disrupsi telah membunuh banyak hal, pekerjaan, pelayanan, produk dan lainnya,  di sisi lain membuka jutaan peluang yang harusnya bisa dijawab oleh generasi kaum milenial saat ini. Salah satunya adalah kemampuan berbahasa Inggris, yang  dijadikan  sebagai bahasa lingua franca, bahasa pengantar Internasional. 

Pertanyaannya adalah apakah setiap peserta didik di tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi saat ini sudah memiliki kemampuan berbahasa Inggris?  Tampaknya, kemampuan bahasa Inggris masih  menjadi PR berat, karena kemampuan ini  bahasa Inggris generasi milenial masih bermasalah. 

Sumber masalahnya adalah sekolah-sekolah bahkan perguruan tingga masih belum sukses menyiapkan kemampuan berbahasa Inggris para peserta didik, karena banyak faktor yang menyebabkannnya.

Idealnya, di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, era digital yang semakin canggih ini, para peserta didik kita, baik siswa maupun mahasiswa, harus sudah memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara baik dan lancar.  

Namun, realitasnya jauh berbeda. bayangkan saja, seorang sarjana S1, sudah belajar bahasa Inggris lebih kurang 10 tahun. Sayangnya, kapasitas berbahasa Inggris tersebut tidak diimilik oleh lulusan pendidikan kita. 

Artinya, sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan kita masih gagal menyiapkan generasi seperti yang mampu berbahasa Inggris. Oleh sebab itu, adalah sebuah perilaku dan tindakan keliru bila berharap sekolah atau Universitas mampu mengajarkan peserta didik bisa berbahasa Inggris.

Padahal, bahasa Inggris itu bisa dikuasai oleh anak tanpa harus belajar di sekolah. Ada baiknya kita mengambil contoh pada video di atas. Bila kita ikut dan simak, bisa jadi kita akan berkata bahwa kedua anak tersebut, Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis yang sedang bermain dengan mainan kreatif di Toko POTRET Gallery yang berada di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh tersebut adalah dua anak yang pernah tinggal di luar negeri, dan belajar bahasa Inggris di luar negeri. 

Mereka tidak lahir di luar negeri dan tidak dibesarkan di luar negeri, kecuali jalan-jalan selama 3 haru di Malaysia dan Kuala Lumpur. Bukan hanya itu, mereka juga belum belajar bahasa Inggris di sekolah sebagaimana layaknya kita belajar bahasa Inggrus selama ini. Lalu, bagaimana mereka bisa berbahasa Inggris dengan lancar?

Ternyata belajar bahasa Inggris bisa dilakukan sendiri oleh orang tua di rumah. Kedua anak tersebut, mampu berbahasa Inggris, karena sejak kecil dilatih berbahasa Inggris oleh orang tua mereka. paling tidak, tiga kemampuan berbahasa yang sudah mereka miliki, yakni  listening, speaking dan reading sudah cukup lancar. 

Artinya, bila melihat dan mengamati konsep untuk membawa generasi muda mampu menghadapi tantangan revolusi Industri 4.0, kedua anak ini kini sedang dalam masa persiapan menghadapi situasi di era revolusi industri 4.0  yang sudah berada di ujung hidung. Semoga mereka akan mampu menghadapi tantangan masa depan. Amin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun