Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jepang dan Hadiah Nobel

12 Oktober 2019   13:37 Diperbarui: 12 Oktober 2019   16:38 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber www.recordchina.co.jp

Yoshino Akira menjadi orang Jepang ke-25 yang menerima hadiah Nobel, seperti diumumkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia pada tanggal 9 Oktober lalu. Peneliti kehormatan di perusahaan Asahi Kasei dan dosen pada Universitas Meijo yang terletak di Nagoya ini menerima hadiah Nobel bidang Kimia. 

Pria yang hobi tenis (sudah bermain tenis lebih dari 35 tahun!) ini mempunyai andil besar dalam menyempurnakan baterai Lithium-ion, sehingga bisa lebih praktis dan aman untuk digunakan secara luas (baca : bisa diproduksi secara massal untuk konsumsi publik/komersial).

Sebenarnya, saat ini total jumlah orang Jepang penerima hadiah Nobel ada 28 orang. Namun, 3 diantaranya yaitu Nambu Yoichiro, Nakamura Shuji dan Ishiguro Kazuo pindah kewarganegaraan, masing-masing menjadi warga negara Amerika (2 orang yang disebut terdahulu) dan Inggris.

Kalau kita lihat penerima Nobel untuk bidang iptek saja, sampai dengan tahun ini Jepang menduduki peringkat ke-3 dengan total jumlah sebanyak 15 orang. Sementara Amerika dan Inggris menduduki tempat pertama dan kedua dengan masing-masing total jumlah 68 dan 16 orang.

Jika kita melihat lebih detail lagi, penelitian oleh Nambu Yoichiro dan Nakamura Shuji dilakukan sebelum mereka pindah kewarganegaraan.

Sehingga, kalau memasukkan 2 orang ini pada jumlah orang Jepang penerima hadiah Nobel bidang iptek, maka total jumlahnya menjadi 17 orang. Jumlah ini menggeser posisi Inggris, sehingga Jepang naik ke urutan ke-2 untuk jumlah penerima Nobel bidang iptek.

Mengapa jumlah orang Jepang yang menerima hadiah Nobel bidang iptek bisa begitu banyak?

Sebelum masuk ke pembahasan itu, kita tentu tahu bahwa penerima Nobel bidang iptek umumnya melalukan penelitian yang menjadi pokok penilaian juri, beberapa (puluhan) tahun yang lalu.

Kalau dihitung, jarak rata-rata dari saat penelitian dilakukan sampai dengan mereka menerima hadiah Nobel membutuhkan waktu kira-kira 20 sampai 25 tahun.

Sehingga pada saat penelitian mereka diapresiasi dan dianugerahi hadiah Nobel, kebanyakan sudah berusia tidak muda lagi. Itu tercermin dengan baik pada penerima Nobel bidang Kimia tahun ini. Bahkan salah satunya, John B. Goodenough, adalah penerima Nobel tertua dengan umur 97 tahun.

Besar nominal dana juga bukan merupakan pokok bahasan saya pada tulisan. Karena seperti saya sudah pernah tulis disini, dana memang penting namun bukan merupakan syarat mutlak bagi kualitas penelitian.

Lagi pula, 20 tahun yang lalu Jepang (baik pemerintah maupun pihak swasta) memang tidak mempunyai dana besar untuk dialokasikan bagi penelitian.

Sekarang mari kita masuk pada pokok bahasan. Saya akan membagi dua fokus bahasan yaitu pertama pada masa kecil penerima Nobel, dan kedua adalah bagaimana sifat orang Jepang (dewasa) yang menunjang keberhasilan mereka meraih hadiah Nobel.

Kita mulai dari bagaimana masa kecil dari beberapa penerima hadiah Nobel. Beberapa dari mereka ternyata memang mempunyai ketertarikan pada suatu hal melalui buku yang dibaca, maupun melalui kejadian di sekitar atau dialami sendiri pada masa kecil.

Misalnya Fukui Kenichi, yang berpredikat sebagai orang Asia pertama penerima hadiah Nobel bidang Kimia pada tahun 1981. Fukui mempunyai ketertarikan besar pada serangga.

Pada usia sekolah dasar, dia gemar membaca berulangkali buku tentang serangga, yang merupakan terjemahan dari buku Souvenirs entomologiques karya Jean-Henri Casimir Fabre.

Shirakawa Hideki penerima hadiah Nobel bidang Kimia tahun 2000, tertarik pada kejadian yang dialami sewaktu kecil. Dia mengamati bahwa jika koran atau kayu yang dipakai untuk menanak nasi dan membakar tungku pemanas air pemandian, dicelupkan terlebih dahulu pada air garam, maka warna dari api berangsur mengalami perubahan. Ini juga menyebabkan Shirakawa menjadi tertarik untuk lebih mendalami bidang Kimia.

Lain lagi dengan Amano Hiroshi, penerima hadiah Nobel bidang Fisika pada tahun 2014. Pada masa kecilnya ketika masih di sekolah dasar, dia tertarik pada kipas angin. Dia ingin tahu bagaimana angin bisa berhembus dari baling-baling yang terpasang, dan ingin mengetahui lebih jauh lagi mekanisme dari kipas angin.

Kemudian Yoshino Akira, yang tahun ini menerima hadiah Nobel, ternyata saat usia sekolah tertarik pada lilin. Saking sukanya pada lilin, dia membaca buku terjemahan dari kuliah Michael Faraday dengan tema The Chemical History of a Candle, sejak duduk di kelas 4 sekolah dasar.

Ohsumi Yoshinori, penerima hadiah Nobel bidang Kedokteran pada tahun 2016 juga membaca buku tersebut, yang dihadiahkan oleh kakaknya.

Sebagai catatan, buku ini sekarang laris di Jepang, sehingga stok di toko buku tidak ada lagi. Penerbit bahkan memutuskan untuk mencetak ulang karena banyak pesanan tambahan sejak pengumuman hadiah Nobel tiga hari lalu.

Ternyata hobi membaca di masa kecil, maupun pengalaman langsung atas peristiwa menarik yang kemudian diikuti dengan rasa tertarik (penasaran) menjadi pemicu penerima Nobel untuk menekuni bidangnya masing-masing ketika mereka menjadi dewasa.

Ditambah lagi, walaupun tidak secanggih sekolah di Finlandia, namun sekolah (terutama untuk pendidikan dasar) di Jepang bisa memberikan ruang bebas bagi anak didik untuk mengembangkan minat dan rasa ingin tahu anak didiknya.

Hal ini tentu memberikan pengaruh signifikan pada perkembangan anak selanjutnya.

Sekolah (terutama sekolah dasar dan menengah) tentu diharapkan bukan hanya memberikan pelajaran yang ditetapkan oleh kurikulum saja. Namun, disamping kewajiban itu, sedapat mungkin sekolah harus dapat menggali apa yang diminati, atau apa yang ingin diketahui oleh anak didiknya. 

Jadi sekolah sedapat mungkin dituntut untuk mempunyai fungsi bukan hanya sebagai pihak yang melulu memberikan secara satu arah. Namun disisi lain, sekolah juga harus mampu menggali dan menangkap minat anak didik. 

Sehingga sekolah bisa memberikan bimbingan yang tepat atas dasar minat mereka. Misalnya saja, memberikan variasi cara pengajaran yang menarik, memberikan bahan bacaan yang sesuai, atau sesekali mengadakan karyawisata (tidak perlu ke tempat yang jauh dan memakan biaya) untuk lebih merangsang rasa ingin tahu anak.

Kemudian yang terpenting dan merupakan fokus kedua pada pokok bahasan tulisan saya ini adalah, kegigihan dan semangat pantang menyerah dari orang Jepang (setelah masa dewasa). Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa kegigihan dan semangat pantang menyerah ini tidak ada hubungannya dengan semangat bushido. 

Seperti sering saya baca pada tulisan yang mengapresiasi kegigihan orang Jepang, misalnya ketika menang dalam bidang olah raga (contohnya sepak bola), banyak orang yang kemudian mengaitkan dengan bushido atau samurai dan sejenisnya. Walaupun, tim sepak bola nasional Jepang memang mempunyai nama Samurai Blue.

Jepang sedari dahulu sangat akrab dengan alam. Jepang juga sudah mengalami banyak bencana alam mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi bahkan letusan gunung api. Seperti saya pernah tulis disini, bagi masyarakat Jepang, alam memang bisa berperan sebagai teman, sekaligus juga sebagai makhluk yang menakutkan.

Kegigihan dan semangat pantang menyerah orang Jepang itu bukan tentang bushido dan samurai. Namun itu semua sudah terpatri sejak zaman dahulu dalam darah daging mereka. Atau istilah kerennya, itu sudah ada pada "DNA" orang Jepang.

Bangsa barat (Eropa, Amerika) memang punya kelebihan untuk menemukan sesuatu yang baru. Ide-ide mereka memang cemerlang. Namun bangsa barat kurang mempunyai semangat untuk detik-detik terakhir, terutama untuk pekerjaan yang mempunyai jangka waktu panjang dan menguras tenaga serta pikiran.

Nah, orang Jepang umumnya punya bakat untuk tahan pada pekerjaan yang membutuhkan waktu lama (panjang). Mereka juga golongan bangsa yang tidak mudah untuk menyerah. Bangsa Jepang juga gigih untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan detail serta konsentrasi tinggi.

Orang Jepang gemar untuk mengamati dan meneliti segala sesuatu sampai ke akar-akarnya. Bahkan ada idiom yang berbunyi "sando no meshi yori kenkyuu". Artinya orang Jepang lebih suka meneliti daripada makan pokok sehari tiga kali.

Dengan sifatnya itu, mereka bisa memperbaiki dan menyempurnakan sesuatu yang sudah ada (atau sudah ditemukan oleh bangsa barat). Pembaharuan atau penyempurnaan, dalam bahasa Jepang disebut "kaizen". Sistem pembaharuan yang dilakukan oleh produsen mobil Toyota juga membuat istilah kaizen menjadi mendunia.

Pengalaman di masa kecil, baik melalui membaca maupun menaruh perhatian dan mengembangkan imajinasi pada peristiwa yang diamati, serta semangat pantang menyerah merupakan pendorong dan faktor penentu atas banyaknya jumlah penerima Nobel (terutama bidang iptek) dari Jepang.

Indonesia sebagai negara dengan populasi usia sekolah (usia muda) yang besar dilihat dari sebaran populasi penduduk berbentuk kerucut, tentunya mempunyai peluang untuk bisa menghasilkan penerima hadiah Nobel terutama pada bidang iptek di masa depan.

Hal ini tentu selain tergantung pada kemauan para pendidik dan para pengambil keputusan pada pemerintahan, namun tergantung juga pada kemauan para orangtua dan kita semua sebagai warga negara.

Apakah kita semua mau memberikan ruang, tempat dan sarana bagi generasi penerus kita untuk bisa mengembangkan bakat dan imajinasi positif mereka? Atau kita mau membiarkan bahkan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang tidak perlu (negatif)?

Jawabannya tentu bisa kita tanyakan kepada diri kita masing-masing.

Selamat berakhir pekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun