Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tentang Bahan Bakar Satelit dan Permasalahannya

4 November 2018   07:24 Diperbarui: 5 November 2018   16:27 2273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NASA mengumumkan pada tanggal 1 November yang lalu, bahwa satelit mereka yang bernama "Dawn" akan  mengakhiri tugasnya karena (cadangan) bahan bakarnya sudah habis. Sebelumnya, NASA juga mengumumkan bahwa wahana angkasa luar yang yang bernama "Keppler (K2)" yang memuat teleskop juga akan  mengakhiri tugasnya karena alasan yang sama.

Angkasa luar bak magnet yang penuh dengan misteri, sehingga selalu "menarik" minat manusia dari zaman ke zaman untuk menjadikannya sebagai objek untuk diamati, dan kemudian sebisa mungkin, sedikit demi sedikit  menguak misteri yang terkandung di dalamnya. 

Contohnya, pada tahun 340 SM, Aristoteles dibukunya yang berjudul On the Heavens, membuktikan bumi berbentuk bulat berdasarkan pengamatannya pada posisi bulan dan matahari saat terjadinya gerhana bulan. Pada abad ke-2 Masehi, Ptolemaeus membuat model yang rinci tentang susunan planet pada tata surya. 

Mereka mengamati bumi, bulan dan komponen angkasa luar lain dengan  menggunakan alat-alat yang tergolong sederhana. Saat ini, tentunya dengan bantuan kemajuan iptek di segala bidang, manusia masih terus menjadikan angkasa luar sebagai objek pengamatan, karena rasa keingintahuan manusia memang tidak terbatas. 

Namun, caranya tentu berbeda dengan yang apa yang dilakukan (termasuk juga alat yang digunakan oleh) orang-orang pada zaman Aristoteles maupun  Ptolemaeus masih hidup dahulu. 

Ilmuwan zaman sekarang, selain mendirikan pusat observasi planet di bumi, badan angkasa luar seperti NASA (Amerika), ESA (Eropa) dan sebagainya, menggunakan satelit (atau wahana angkasa luar) yang setelah diluncurkan, bisa mengorbit untuk mengamati planet maupun objek benda lainnya langsung dari posisinya dalam orbit di luar angkasa.

Untuk peluncuran maupun menjaga posisinya di orbit, atau untuk mencapai posisi yang dituju, satelit (atau objek buatan manusia lain yang ditaruh di angkasa luar) tentunya membutuhkan bahan bakar.  

Prinsip dasar bahan bakar pada satelit maupun pada kendaraan yang biasa kita pakai  (di bumi) sebenarnya sama, yaitu hasil pembakaran bahan bakar yang berupa energi, dipakai sebagai bahan penggerak dan sisanya dibuang. 

Perbedaannya ada pada, bagaimana dan apa yang digerakkan dari energi yang dihasilkan itu. 

Lebih jauh lagi, jika bahan bakarnya habis, maka cara mengatasi habisnya bahan bakar satelit tentu berbeda bila dibandingkan dengan, misalnya cara mengatasi habisnya bahan bakar kendaraan yang biasa kita pakai di bumi seperti mobil atau motor. Di mana, kalau motor atau mobil kehabisan bahan bakar (bensin), kita bisa mencari tempat pengisian bahan bakar (SPBU) terdekat dengan mendorong motor atau menderek mobilnya. 

Akan tetapi, ini tidak berlaku kalau yang habis adalah bahan bakar satelit, karena tidak ada "SPBU" yang buka di planet selain bumi.

Jenis bahan bakar satelit 

Kalau kita berbicara tentang bahan bakar satelit, maka kita juga tidak boleh melupakan roket,  karena roket (utama) membantu satelit untuk masuk pada orbitnya, atau bisa dikatakan roket (utama) adalah "ojek" yang "mengantar" satelit meninggalkan bumi dalam melakukan perjalanannya untuk menjelajah angkasa luar. 

Dan roket lainnya (roket bantu atau pelengkap) akan membantu satelit untuk masuk ke posisi orbit setelah roket utama dan tabung bahan bakar besar dilepas pada jarak tertentu. 

Bahan bakar pada roket (satelit) ini memproduksi energi sebagai hasil dari pembakaran, untuk daya gerak (propulsion) yang tujuannya bermacam-macam. Dari perbedaan tujuan daya gerak, kita mengenal berbagai macam jenis diantaranya adalah: 

Launch Propulsion
Tujuannya adalah untuk meluncurkan satelit dari bumi dan menempatkan pada  orbitnya. Tenaga dari semburan atau dorongannya (thrust) harus kuat karena selain untuk menjauhi gaya gravitasi, tenaga ini juga dibutuhkan untuk membawa satelit pada jarak yang panjang (kurang lebih 10 Km). Daya gerak ini sering disebut juga sebagai Primary Propulsion Systems.

Space Propulsion
Tujuannya menempatkan barang bawaan (payloads) dari satelit ke objek atau planet lain.

Auxiliary Propulsion
Tujuannya untuk mengatur/menjaga posisi satelit pada orbit atau trayek perjalanannya, yang dikomando dari pusat kontrol di bumi. 

Space/Auxiliary Propulsion biasanya tidak membutuhkan daya sembur/dorong (thrust) yang besar, namun membutuhkan akurasi dan daya tahan untuk  bisa digunakan secara berulang-ulang (sekaligus membutuhkan bahan bakar yang bisa tersimpan  secara aman dalam jangka waktu yang lama). Daya gerak jenis ini biasanya disebut juga sebagai Secondary Propulsion Systems.

Selain dari kegunaan daya geraknya, bahan bakar juga bisa dibedakan dari bentuknya, mulai dari yang padat, cair atau campuran keduanya. Menurut bahannya juga bisa dibedakan menjadi bahan bakar kimia, dan bahan bakar elektrik.

Kegunaan bahan bakar

Berbeda dengan Primary Propulsion Systems yang biasa digunakan hanya untuk membawa satelit dari titik  peluncuran di bumi ke orbitnya, Secondary Propulsion Systems mempunyai banyak kegunaan.  

Antara lain, bisa digunakan untuk menggerakkan antena ke arah bumi agar komunikasi yang berfungsi sebagai navigasi (mengatur posisi pada orbit dan sebagainya), maupun untuk pertukaran data (misalnya pengiriman foto yang diambil dari teropong di angkasa luar ke bumi) bisa berjalan dengan baik. 

Tenaga penggerak dari bahan bakar itu digunakan juga untuk mengarahkan panel surya yang terpasang pada satelit atau wahana luar angkasa ke arah datangnya sinar matahari untuk pengisian daya.

Jadi kalau bahan bakarnya sudah habis, maka satelit tidak akan bisa dikontrol lagi geraknya sehingga akan di"pensiun"kan. 

Seperti wahana angkasa luar Keppler (K2) yang telah diumumkan oleh NASA akan berakhir penggunaannya, bahan bakar yang dibawanya diprediksi akan habis, sehingga Keppler nantinya tidak akan mampu lagi untuk menggerakkan antenanya ke arah bumi. Hal ini otomatis akan membuat Keppler tidak mampu lagi melakukan komunikasi regulernya dengan DSN (Deep Space Network).

DSN ini adalah kumpulan antena radio raksasa, yang digunakan untuk mendukung misi antariksa, maupun bagi satelit yang mempunyai orbit mengitari bumi. Lokasi DSN tersebar di California (Amerika), Madrid (Spanyol) dan di Canberra (Australia). Tiga lokasi ini memang dibuat terpisah dengan jarak antar lokasi sekitar 120 derajat dari garis bujur. 

Tujuannya adalah, agar komunikasi (dengan satelit atau wahana angkasa luar) tidak terputus, jika salah satu lokasi berada di posisi yang berlawanan dan "tersembunyi" dengan satelit atau wahana antariksa karena planet kita berputar. Pada keadaan tersebut, maka lokasi lain bisa mengambil alih tugas antena di lokasi itu untuk melanjutkan komunikasi dengan satelit (atau wahana angkasa luar).

Pentingnya prediksi sisa bahan bakar 

Hal terpenting yang harus diperhatikan sehubungan dengan bahan bakar satelit adalah perlunya sistem yang bisa memperkirakan kapan bahan bakar akan habis dengan tepat. 

Karena sisa bahan bakar pada satelit berguna untuk mengendalikan satelit yang akan mengakhiri masa aktifnya, agar tidak membahayakan pergerakan satelit lain, misalnya membawanya kembali ke bumi dengan menabrakkan pada lapisan atmosfer agar terbakar habis saat jatuh.  Atau, sisa bahan bakar juga bisa digunakan untuk, misalnya membawa satelit yang sudah akan habis bahan bakarnya agar menjauh dari bumi atau menjauh dari orbit yang akan dilintasi oleh satelit lain yang masih aktif.

Tapi celakanya, perkiraan akan berapa banyak bahan bakar yang tersisa pada tangki yang dibawa satelit tidaklah semudah seperti membuat perkiraan sisa bahan bakar pada tangki di kendaraan yang biasa kita pakai (misalnya motor atau mobil).  

Pada tangki mobil atau motor, untuk mengetahui sisa bahan bakar umumnya masih dipakai metode konvensional, di mana ada pelampung yang bisa naik atau turun sesuai dengan ketinggian bahan bakar pada tangki, yang kemudian mentransfer informasi ini ke rangkaian elektronik dan menyajikannya di layar pengendara. 

Namun, tangki bahan bakar satelit berada pada ruang hampa yang tidak ada gaya gravitasi, sehingga cara ini otomatis tidak bisa dipakai.

Ada beberapa cara untuk mengatasi hal tersebut, diantaranya adalah menghitung berapa bahan bakar yang sudah dikonsumsi berdasarkan data seberapa banyak dan lamanya bahan bakar dipakai untuk mengatur posisi satelit. Hal ini dimungkinkan karena para teknisi sudah faham betul berapa banyak bahan bakar yang telah dipakai untuk menggerakkan berbagai macam  motor di satelit sampai saat tertentu, sehingga mereka pun bisa memprediksi berapa banyak yang masih tersisa.

Cara lain adalah dengan menggunakan rumus atau hukum gas ideal, dimana mereka memonitor temperatur dan tekanan gas dalam tangki, lalu dari situ mereka bisa menghitung berapa banyak kandungan bahan bakar (yang masih tersisa) di dalamnya.

Akurasi sangat diperlukan karena jika hitungan perkiraannya meleset, maka jutaan dolar uang akan "melayang" dengan sia-sia. 

Misalnya, jika satelit digunakan untuk siaran televisi berbayar atau untuk komunikasi data (suara) komersial, maka jika prediksi persediaan bahan bakar meleset, misalnya jika ternyata bahan bakar habis jauh sebelum prediksinya, maka pelanggan akan komplain dan perusahaan (yang mengoperasikan satelit) harus membayar ganti rugi yang besar.  

Begitu juga sebaliknya, jika bahan bakar masih tersisa banyak, namun satelit sudah ditarik dari orbit untuk dihancurkan di atmosfir atau dipaksa untuk keluar jalur dan pergi menjauh ke lokasi terakhirnya (graveyard), maka perusahaan (yang mengoperasikan satelit) akan merugi karena satelit sebenarnya masih bisa menghasilkan uang, misalnya pemasukan biaya penggunaan satelit perharinya dari pelanggan.

Bahan bakar satelit yang ramah lingkungan

Mungkin tidak asing lagi bagi kita, bahwa bahan bakar untuk kendaraan di bumi sekarang sudah banyak beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan. Maka para ilmuwan pun sekarang sedang berusaha untuk menemukan bahan bakar baru untuk satelit yang ramah lingkungan.

Bahan bakar satelit yang kebanyakan dipakai saat ini adalah Hydrazine.  

Hydrazine adalah cairan bening yang mempunyai bentuk dan sifat yang mirip dengan air. Dia mempunyai titik beku, kepadatan, viskositas yang sama dengan air. Uapnya mirip dengan asap rokok yang berwarna putih dan baunya seperti bau amonia dan ikan segar. Hydrazine mudah terbakar jika ada katalis atau sumber panas walaupun sedikit.  

Dengan sifat yang dimilikinya itu maka hydrazine cocok untuk dijadikan sebagai bahan bakar satelit. Akan tetapi, bahan ini sangat berbahaya bagi mahluk hidup, karena selain mudah terbakar, bahan ini sangat beracun dan bisa menyebabkan penyakit kanker yang serius.

Jika manusia terkena atau menghirup udara hydrazine, maka dia bisa merasa seperti terbakar pada mata, hidung dan saluran napas. Jika cairan hydrazine terkena kulit, maka dia akan cepat terserap kulit dan  bereaksi seperti racun saraf (neurotoxin). Hasil pembakaran hydrazine akan terasa sangat panas, tapi baranya tidak kasatmata (seperti ada kebakaran, tapi apinya tidak bisa kelihatan).

Karena sifatnya yang lebih banyak merugikan lingkungan (makhluk hidup), maka hal ini mendorong para ilmuwan untuk menemukan bahan baru, yang diharapkan bisa bekerja seefektif  hydrazine, namun tidak berbahaya dan ramah lingkungan. 

Misalnya saja, mereka sedang mengkaji bahan LMP-103S yang dikatakan mempunyai performa tinggi sebagai salah satu kandidat pengganti hydrazine.

Penutup

Ilmu pengetahuan akan terus berkembang, dan tidak terkecuali teknologi baru yang menunjang manusia untuk bisa mengetahui lebih jauh rahasia alam semesta, seperti teknologi satelit (roket) dan komunikasi jarak jauh. Bahkan kita tahu, ada beberapa proyek ambisius yang bertujuan untuk memulai koloni manusia di planet lain, seperti ke Planet Mars.

Setiap teknologi tentunya mempunyai efek yang tidak melulu baik (positif). Tugas manusia adalah menemukan teknologi baru yang sedapat mungkin bisa meminimalkan efek negatifnya untuk kemudian memanfaatkan teknologi itu bagi kebaikan seluruh umat manusia di alam  semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun