Sylvia Amelia Madi (240210204120)
A. PENDAHULUAN
Kesehatan mental telah menjadi isu penting dalam pembangunan kota besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pesatnya urbanisasi atau proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggi dikota, kepadatan penduduk, dan tekanan sosial ekonomi yang tinggi sering kali menimbulkan tantangan yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologis masyarakat perkotaan. Fenomena ini mendorong perlunya pendekatan lintas disiplin, termasuk analisis geografis, untuk memahami bagaimana lingkungan perkotaan memengaruhi kesehatan mental. Â
Analisis geografis memberikan perspektif unik dalam mengidentifikasi pola spasial (ruang atau tempat), distribusi fasilitas kesehatan mental, hingga pengaruh lingkungan fisik dan sosial terhadap tingkat stres, kecemasan, serta gangguan psikologis lainnya. Misalnya, akses terhadap ruang hijau, tingkat polusi, dan pola mobilitas sehari-hari dapat menjadi faktor yang menentukan kualitas kesehatan mental di kota besar. Dengan memahami dinamika ini, perencanaan kota yang lebih inklusif (sikap memahami sudut pandang orang lain) dan berorientasi pada kesejahteraan mental dapat dirancang untuk mendukung kualitas hidup masyarakat. Â
Dalam esai ini, akan dibahas hubungan antara faktor-faktor geografis dengan kesehatan mental di kota besar, tantangan yang dihadapi, serta potensi solusi berbasis kebijakan dan tata ruang. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam bagi pengambil kebijakan dalam menciptakan kota yang lebih sehat dan manusiawi.
B. PEMBAHASAN
Kesehatan sumber daya manusia (SDM) menjadi penting disebabkan oleh peran SDM sebagai input modal bagi perekonomian. Kerugian akibat gangguan kesehatan mental akan berdampak pada gangguan fungsi fisik penderitanya, serta akan menjadi kerugian ekonomi pada wilayahnya. Peneliti menduga terdapat hubungan antara kondisi geografis wilayah terhadap jumlah penderita kesehatan mental. Peneliti berharap agar masalah kesehatan mental dapat dilihat sebagai prioritas dalam merumuskan kebijakan. Penelitian melalui data bersumber dari Podes 2018 oleh BPS. Gambaran cacat mental menunjukkan bahwa wilayah dengan kepadatan penduduk seperti diperkotaan, akan menghasilkan jumlah cacat mental yang lebih tinggi.
Analisis geografis menawarkan perspektif yang unik untuk memahami kompleksitas masalah kesehatan mental di perkotaan. Dengan memetakan distribusi kasus, faktor risiko, dan akses layanan kesehatan mental, kita dapat mengidentifikasi pola spasial yang menarik. Beberapa aspek yang menjadi faktor hubungan antara geografis dengan kesehatan mental, meliputi:
1. Kerapatan penduduk dan urbanisasi: Kota-kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi seringkali dikaitkan dengan tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi.
2. Lingkungan fisik: Kualitas udara, tingkat kebisingan, akses ke ruang hijau, dan desain perkotaan dapat memengaruhi kesehatan mental.
3. Kesenjangan sosial ekonomi: Masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah cenderung memiliki akses yang lebih terbatas terhadap layanan kesehatan mental dan menghadapi lebih banyak stresor lingkungan.
4. Aksesibilitas layanan: Distribusi fasilitas kesehatan mental yang tidak merata dapat menghambat individu mencari bantuan yang mereka butuhkan.