Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencatat Proses, Belajar Menempatkan Tuhan dalam Kepala

30 Oktober 2016   00:22 Diperbarui: 30 Oktober 2016   01:07 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by @SheQuates

Ada satu titik di mana kita sebagai manusia itu powerless, cuma dengan semangat, kekuatanNya dan hubungan dengan sekitar, kita bisa melakukan sesuatu untuk menguatkan diri sendiri dan orang lain.

Tiap-tiap kita, sesekali pasti pernah merasakan 'momen jauh'. Jauh dalam arti komunikasi personal ke dalam, bahkan dengan diri sendiri, keluarga dan orang-orang dekat kita. Pernah gak merasa keluarga yang seharusnya jadi tempat pulang paling nyaman, tetapi tidak terasa seperti yang semestinya? Di saat lain, pernah gak merasa peduli sama orang, siapapun dia tapi kita merasa terlalu jauh, ada jarak untuk menjangkau orang itu?

Di saat-saat seperti itu, doa selalu bekerja lebih ekstra, sesuatu yang kadang tidak kita sadari sebelumnya, karena di saat-saat 'terjauh' itu, kita memohon lebih ekstra. Kita mengharap Tuhan untuk menjaga mereka dan diri kita sendiri, sesuatu yang sebenarnya gak perlu kita pinta, karena Dia pasti menjaga, bahkan bagiNya seekor semut pun istimewa. Tapi kita tetap meminta, berdoa dan memohon. Seperti mengingatkan Tuhan, meski Dia tak pernah lupa, kitalah yang minta dituntun dengan sepenuhnya. Itu bukan wujud kalah, tapi menurut saya, itu berserah. Dia sebaik-baiknya perencana.

Seperti saat-saat sekarang ini, saya gak pernah berdoa minta yang macam-macam lagi sama Tuhan. Saya cuma minta Dia menjaga orang-orang yang saya sebut dalam doa saya dan memintaNya menempatkan saya pada tempat di mana saya bisa belajar banyak hal. Saya sampai di titik ini setelah melewati cukup banyak hal, meski belum bisa dibilang makan asam garam, tapi dari pengalaman yang belum seberapa itu, setidaknya ada hal yang bisa saya ambil.

Saya pernah melakukan sesuatu berorientasi target banget dan hasilnya, beban berlipat sejak dalam pikiran dan saya kehilangan momen-momen prosesnya. Kasarnya, buru-buru tapi hasilnya gak Oke. Semberono, mbalelo. Hal itu yang membawa saya pada pengertian tentang waktu dan proses. Meski saya belum sepenuhnya mengerti soal waktu menurut matematikaNya, saya cuma berusaha menjalani apa yang mungkin masih sebuah proses.

Bukan.. Bukan saya gak punya target dalam hidup, tetap ada target jangka pendek dan jangka panjang. Saya masih punya, saya masih muda, 22 tahun dan kalau Dia izinkan, jalan saya masih panjang, tentu masih banyak yang ingin dicapai, tapi sekarang ini saya lebih melibatkan Tuhan dalam target dan cita-cita saya.

Saya percaya Tuhan, saya percaya agama yang saya anut, tapi sejujurnya saya bukan orang yang terlalu religius, di luar kegiatan ibadah rutin harian, saya termasuk jarang berdoa dengan membawa ayat suciNya.

Saya lebih suka mengucapkan doa dengan cara sederhana, seperti: "Tuhan, bantu ya, saya mau ini, saya akan usahakan tapi kalau belum dikasih, bantu saya belajar dari prosesnya ya." dan doa seperti itu, sekarang ini hampir selalu saya sisipkan di setiap keinginan yang saya punya, entah cara berdoa seperti itu benar atau salah, tapi hasilnya saya lebih tenang karena sedari awal saya sudah minta dijaga dan diajari.

Saya tidak merasa paling baik, saya banyak salah, tapi saya percaya Tuhan dengar doa saya. Bukankah kita tidak perlu menunggu jadi orang paling baik untuk bisa berdoa? Setahu saya, fungsi doa salah satunya adalah melebur salah. dan karena saya banyak salah, saya butuh berdoa, meski dengan cara paling sederhana yang saya bisa. Tuhan pasti dengar dan soal jawaban sebuah doa, saya coba ikhlaskan menjadi urusanNya meski saya pun masih belajar ikhlas. Biarlah dia maha tahu dan maha mengurus, dihadapanNya, saya suka merajuk minta diurusi, minta dikuatkan, meski saya banyak salah--Terlalu abstrak rasanya memakai kata 'dosa' Perkara menghitung dosa, itu kuasa absolutNya.

Tuhan maha mengurus dan menguatkan, dengan keyakinan itu, saya lebih tenang bahkan nekat mencoba hal-hal yang saya perlu. Selama itu baik, meskipun tak selalu berhasil, tapi setidaknya saya pernah mencoba dan akan mencoba lagi pada kesempatan lain. Keyakinan seperti itu membuat saya lebih mudah berdamai dengan keadaan. Meski sesekali ada rasa rapuh seperti kupu-kupu yang terlalu jauh dari bunga, tapi biasanya perasaan itu cuma sebentar. Karena saya percaya, Tuhan punya waktu. Lagipula kupu-kupu itu kuat, dia berjuang keluar dari kepompongnya, kalau kupu-kupu saja Tuhan urusi dan mampukan, apalagi saya yang manusia? Itu yang saya coba tanamkan pada diri sendiri dan dengan itu saya lebih tenang. Optimis lebih baik daripada meratap.

Saya pernah mencoba suatu hal yang sama, dua kali dan sepenuh hati meski bukan urusan cinta--tapi gagal keduanya, dan karena niat saya baik, saya juga gak terlalu kecewa, toh niatnya untuk belajar, pasti ada jalan asal diusahakan dan saya akan mencoba lagi pada kesempatan ketiga nanti. Saya gak takut, saya memang belum sekuat Thomas Edison yang mencoba bikin lampu 99 kali gagal, tapi kalau Edison saja butuh 100 kali untuk bisa mendapatkan hasil, berarti percobaan saya yang baru dua kali belum ada apa-apanya, dan masih ada kesempatan ketiga untuk saya. Meski saya bukan mau bikin lampu :) Poinnya adalah berani mencoba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun