Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setengah Lusin Mutiara dari Sosok Pepih Nugraha

31 Desember 2016   13:18 Diperbarui: 31 Desember 2016   15:09 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

- [caption caption="Pepih Nugraha Dok Fb Kang Pepih"][/caption]

Pepih Nugraha. Lelaki Desember kelahiran Tasikmalaya itu menjadi sosok sentral yang membidani lahirnya Kompasiana. Memulai karir jurnalistik bersama Kompas Gramedia sejak 1990, Kang Pepih, begitu sapaan akrabnya telah merasakan menjadi wartawan megapolitan di Jakarta, dekat dengan orang-orang penting Istana, hingga menjadi wartawan peliput konflik di Ambon dan Bosnia.

Berbagai hal yang dijalaninya selama karirnya sebagai wartawan membuatnya kaya akan pengalaman yang menjadi modalnya untuk 'memulai lebih' di tahun 2008, Kang Pepih mencoba merintis blog yang awalnya diperuntukan bagi jurnalis internal Harian Kompas, namun pada perjalanannya Kompasiana yang semula sebatas blog bagi jurnalis Kompas, atas langkah berani dan insiatif Kang Pepih, Kompasiana akhirnya membuka keran untuk menampung tulisan warga biasa seperti yang kita kenal sekarang ini.

Tentang Pepih Nugraha, sosok lelaki bersorot mata tajam itu tak habis menebar inspirasi atas langkah-langkahnya yang penuh kejutan.

Ayah dari Sylva Aulia Kurnia ini memang berani melangkah. Langkah baru untuk mewujudkan mimpinya yang lain barangkali. Sebuah Mimpi berdikari setelah 26 tahun mengabdi menebar inspirasi lewat Kompas dan 8 tahun terakhir membesarkan Kompasiana dengan sepenuh totalitas.

Kang Pepih Nugraha dengan segala langkah yang telah dan akan dimulainya telah meninggalkan kesan, memori, pelajaran dan banyak hal lainnya kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya baik di dunia nyata ataupun maya.


Kang Pepih, sesosok manusia dengan setengah lusin mutiara, inilah sebagian di antara butir-butir teladannya:

1. Sederhana

Sosok yang sederhana tergambar dari pribadi Pepih Nugraha dan menurut saya, inilah yang membuat Kang Pepih istimewa, meski memegang posisi penting di Kompasiana, beliau tetap ramah pada siapa saja.

Tentang kesederhanaan seorang Pepih Nugraha, saya punya cerita sendiri:

Mei 2015, saya pernah mengejar beliau untuk wawancara skripsi. Saya yang tergolong nekat saat itu sekenanya saja meminta Kang Pepih untuk saya wawancara dadakan, sebenarnya sesi wawancara saya dengan Kang Pep saat itu sedang dalam penyesuaian jadwal dengan tim HRD Kompasiana, tapi dasar Syifa dudul, pikiran saya saat itu, daripada lama nunggu konfirmasi jadwal dari HRD yang pasti orang-orang HRD punya kesibukan dan belum tentu ada waktu mengurusi saya, lebih baik saya  yang bergerak kejar Kang Pepih ke Peninsula hotel. Minta wawancara sekalian sambil ikut nangkring Kompasiana.

Yang ada dibayangan saya saat itu, sosok pendiri Kompasiana pasti agak kaku, tapi saya serasa ditampar kenyataan ketika menemui Kang Pepih bayangan saya meleset 180° Kang Pepih sangat cair dan humble. Singkat cerita, dengan kelengkapan seadanya saya minta Kang Pepih untuk wawancara dan dia mau! Meski saat itu, untuk surat Kampus, saya sama sekali gak bawa. Karena saya tinggalkan di Lantai 6 Palbar untuk dokumen administrasi.

Saya "nembak" Kang Pepih untuk wawancara, dan syukurnya diladeni meski kaget, Kang pepih mau diwawancara dadakan. Wawancara di Lobby Hotel itu tidak berlangsung lama, setelahnya ada taksi pesanan Kang Pepih datang, wawancara-pun dilanjutkan di Kantor Kompasiana Palmerah 3 hari setelahnya. Beberapa hari setelah sesi wawancara itu, Kang Pepih menuliskan artikel ini untuk saya. Sebuah artikel yang bikin saya haru, sekaligus alasan dibalik kenapa beliau mau saya wawancara tembak akhir Mei itu. - Terima kasih, maafkan!

[caption caption="Wawancara tembak dengan Kang Pepih di hotel peninsula. Mei 2015 (Dok Pri)"]

[/caption]

Kesederhanaan dan "Jangan mempersulit orang," itu salah satu pelajaran yang saya ambil dari sosok Kang Pepih, Terima Kasih, Kang! :) Untuk skripsi? Memang belum selesai dan masih saya usahakan.

2. Kreatif

Pepih Nugraha dengan segala anugrah kreativitas yang diberikan kepadanya telah membuat banyak hal menjadi tak biasa, kehadiran Kompasiana yang pada awalnya diragukan oleh sebagian kalangan, dengan kreativitas dan Kerjasama tim yang dibangun solid, Kang Pepih mampu mengubah Kompasiana menjadi "barang gratisan" yang diperhitungkan.

3. Tahan Banting

Tahan Banting. Sepertinya sifat ini telah menjadi nama tengah Kang Pepih bahkan sejak awal dia mencoba peruntungan melamar kerja di Harian Kompas. Dituliskan dalam salah satu artikelnya, sewaktu akan tes masuk Harian Kompas, ia harus terima nasib tidur di aula wisma yang gelap dan diusili hantu karena kamar wisma sudah penuh.

Berlanjut ketika karir beliau menjadi wartawan baru, saya ikut merasa 'perih' ketika membaca penuturannya dalam salah satu artikel sarat pesan ini: Wartawan Arogan? Ke Laut Aja.

Singkatnya di situ Kang Pepih bercerita ia yang dulu seorang reporter baru, tidak terlalu kenal dengan jalanan Jakarta, Kang Pepih tanya jalan sama wartawan seniornya, tapi disambut dengan nada marah oleh si senior. Rasanya perih ketika membaca itu, tapi saya belajar satu hal: "Kena lempar" itu sakit, tapi tahan banting itu wajib, serta jangan "melemparkan" orang lain yang sedang butuh kita." Karena rasanya perih, dan Kang Pepih sudah mempelajari itu sejak dulu.

Ujian ketahanan mental tidak berhenti sampai di situ bagi Kang Pepih, ketika mendirikan Kompasiana di tahun 2008, Pepih Nugraha harus tahan dengan julukan "Pepihsiana" yang disematkan sebagian rekannya, karena ia terlalu asyik mengurus Kompasiana, tapi pada akhirnya kekuatan tekad dan konsistensinya berhasil membuktikan bahwa Keberadaan Kompasiana tidak bisa dipandang sebelah mata. Salut, Kang! :)

4. Berpikir di Luar Kotak

Mencoba zona yang tak biasa sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi Pepih Nugraha yang terbiasa berpikir di luar kotak. Bisa dibayangkan, pada awalnya bukan hal mudah bagi media sebesar Harian Kompas untuk menerima keragaman tulisan warga di Kompasiana yang memang menyandang "nama besar" "Kompas" Tapi perlahan namun pasti Kang Pepih bisa membuat kompasiana berdiri sejajar dengan Kompas. 

Jangan takut mencoba sesuatu yang tidak umum, selama itu untuk hal baik.
Sebuah pelajaran lain yang saya tangkap.

5. Kompasiana

Entah akankah ada salah satu blog sosial terbesar di Indonesia saat ini jika tanpa tangan dingin, kreativitas, keberanian dan nyali seorang Pepih Nugraha.

Bagi Kang Pepih, Kompasiana pasti telah menjadi bagian tersendiri dari hidup beliau dengan segala dinamikanya, Sesuatu yang mengasah lebih tajam nyalinya sebagai Play maker, sesuatu yang mengasah dan memaksimalkan banyak sisi dalam hidupnya, bisa dibayangkan Kompasiana pasti tidak akan tersingkir begitu saja dari ingatannya.

Sementara bagi saya, mahasiswa serta satu dari sekian banyak anggota Kompasiana, Kompasiana itu...Ah! Selalu jadi mellow setiap mengurai lebih dalam tentang si rumah si Kriko ini.

Kompasiana akan menjadi jalan bagi kelulusan skripsi saya nanti. Kompasiana- dan juga Kompasianer bagi saya istimewa dalam kesederhanaan. Banyak yang saya pelajari semenjak mengenal dan aktif menulis di Kompasiana. Tentang, melek konten, how to write good content, kesabaran, Kesederhanaan, "jalan bawah tanah" :) dan banyak hal lainnya. Sesuatu yang mungkin tidak bisa saya rasakan jika dulu Kang Pepih dan tim tidak membuat Kompasiana. Bukan nama besar Kompas yang membuat Kompasiana istimewa, tapi kesederhanaan orang-orang di dalamnya, terima kasih, Kang Pep.

Kang Pepih pamit dari Kompasiana, bohong kalau saya tidak sedih. Sedih pasti, tapi saya dan banyak orang akan mendukung penuh bertambahnya seorang teknoprenuer baru di dunia digital Indonesia: Kang Pepih Nugraha.

6. Inovasi

Setelah mendirikan dan merawat Kompasiana sampai besar, Kang Pepih memutuskan untuk memulai berdikari merintis platform sendiri dengan inovasi konten berbasis tanya-jawab. Sukses untuk rintisan terbarunya, dan ditunggu gebrakannya, Kang. Sebuah langkah berani yang mengingatkan kita agar Jangan takut memperbaharui diri.

**
Dunia media itu sempit bagi yang sudah mengenalnya, sekali menceburkan diri, tidak ada insan yang akan benar-benar "pergi" dari dunia media. Tidak ada perpisahan! Kang Pepih gak kemana-mana, kecuali berinovasi. Karena pasti selalu ada peluang untuk kolaborasi antara Selasar dan Kompasiana suatu saat nanti.

**
Pepih Nugraha, sosok pendiri Kompasiana dan pengagum Ahmad Tohari ini memberi teladan tentang banyak hal kepada pembaca dan mereka yang mengenalnya, Itulah sebagian di antaranya: setengah lusin mutiara dari sosok Kang Pepih yang senantiasa sederhana namun tak pernah berhenti berpikir dan berkarya.

Salut!

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun