Suatu daerah pasti memiliki kearifan atau kebudayaan lokal tersendiri begitu juga di Indonesia yang memiliki beragam budaya serta adat istiadat. Salah satunya kabupaten di provinsi Jawa Timur yaitu Sidoarjo. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang diresmikan oleh pemerintah pada tanggal 31 Januari 1859. Adapun beberapa budaya yang ada di Sidoarjo, yaitu nyadran yang dilakukan saat bulan Ruwah, lelang bandeng, wayang kulit wetanan, reog cemandi, dan sebagainya. Nyadran yang berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur. Tradisi tersebut merupakan upacara yang dilakukan saat Bulan Ruwah atau menjelang puasa Ramadhan, yaitu para nelayan kupang Desa Balongdowo pergi berlayar ke makam Dewi Sekardadu untuk berdoa dan melakukan tumpengan sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan atas nikmat yang diberikan selama satu tahun kehidupan mereka.
Istilah Nyadran berasal dari Sanskerta "Sraddha" kemudian diubah menjadi Sadran atau Nyadran yang berarti ziarah kubur. Dalam tradisi Nyadran, masyarakat memanjatkan doa selamat. Tradisi Sraddha ini awalnya dilakukan sekitar tahun 1284 di Kerajaan Majapahit yang dulunya berarti keyakinan. Tradisi ini diawali pada masa pemerintahan raja majapahit, pada saat itu raja yang menjabat adalah raden Hayam Wuruk, beliau menyelenggarakan upacara Sraddha untuk memuliakan sang ibunda Tribhuwana Tunggadewi.Â
Kebudayaan Nyadran menjadi salah satu kearifan lokal yang ada di Sidoarjo, Jawa Tmur. Tradisi tersebut biasa dilakukan saat Bulan Ruwah atau menjelang puasa Ramadhan. Nyadran ini dilakukan oleh masyarakat yang hidupnya di daerah pesisir yang ada di Sidoarjo lebih tepatnya berada di Desa Balongdowo Kecamatan Candi yang mana pada umumnya penduduk yang ada di daerah tersebut bermata pencaharian sebagai nelayan. Tujaun dari Tradisi Nyadran adalah sebagai ungkapan rasa syukur pada nelayan atas hasil nelayannya serta keberkahan selama satu tahun. Awal pemberangkatan tradisi tersebut berada di Desa Balongdowo merupakan salah satu diantara seluruh permukiman pesisir yang ada di Sidoarjo yang merupakan wilayah utama atau sentra permukiman para nelayan tradisional dengan komoditanya adalah kerang kupang. Kupang sendiri menjadi ikon khas Sidoarjo yaitu dijadikan sebagai makanan yang biasa disebut kupang lontong.
Adapun tahapan Tradisi Nyadran ialah,
1. Persiapan, merupakan tahapan awal yang mana masyarakat yang akan berangkat mengikuti Nyadran harus mempersiapkan bekal makanan, sesajen, menyiapkan sound system, dan menghias perahu. Dalam hal terdapat unsur kesenian yaitu menghias perahu.Â
2. Pemberangkatan. Dalam tahap ini masyarakat Balongdowo berangkat dengan iring-iring atau secara beriringan sambil membawa tumpeng dari Balai desa menuju dermaga. Saat masih di Balai desa diadakan doa bersama agar selamat selama perjalanan. Setelah sampai di dermaga, barulah masyarakat menaiki perahu untuk perjalanan menuju muara laut sejauh 12 kilometer.Â
3. Membuang seekor ayam (barangan) yang dilakukan saat sudah berada di muara Pecabean yang bertujuan untuk menghindari malapetaka karena dipercayai oleh masyarakat lokal bahwa membuang ayam yang mati ke sungai dilakukan untuk mengelabui makhluk penjaga sungai jadi tidak akan terganggu selama perjalanan.
4. Larung sesajen (cobakal) yang dilakukan di pertigaan kali anak yang bertujuan agar terhindar dari pusaran air karena tempat tersebut merupakan tempat pertemuan arus air sungai yang sering terjadi pusaran air.Â
5. Ziarah makam Dewi Sekardadu yang merupakan inti dari acara tradisi Nyadran. Perahu akan berhenti di Dusun Kepetinga Desa Sawohan Kecamatan Buduran untuk melakukan ziarah makam untuk doa bersama dan menyerahkan sajian berupa makanan dan buah.
6. Peragaan pencariah kupang yang dilakukan di muara sungai Teluk Permisan. Jadi, pada tahapan ini beberapa masyarakat turun mencebur ke sungai untuk peragaan mencari kupang.Â
7. Pulang atau kembali ke Desa Balongdowo sebagai penutup acara tradisi.Â