“Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah.”
(HR. Ahmad)
Amanah itu bagian dari iman. Maka ketika seseorang mengkhianati kepercayaan, entah itu dalam bentuk kebohongan, selingkuh, atau menyebar rahasia. Dia bukan hanya menyakiti manusia, tapi juga sedang mengotori nilai-nilai keimanan dalam dirinya.
Namun… di sisi lain, Islam juga mengajarkan husnuzhan berprasangka baik. Tidak gampang suudzan, tidak menuduh tanpa bukti.
Dan inilah titik beratnya: bagaimana caranya tetap menjaga kewaspadaan, tapi tidak berubah menjadi penuh kecurigaan? Bagaimana tetap berhati-hati, tapi tidak memenjarakan diri dalam trauma?
Trust Issue Bukan Salahmu, Tapi Bukan Alasan Untuk Menyakiti Juga
Kalau kamu punya trust issue, izinkan aku bilang ini: kamu tidak salah.
Luka yang kamu bawa adalah bukti bahwa kamu pernah tulus. Kamu pernah percaya, pernah memberi ruang, dan pernah dikhianati. Dan itu menyakitkan.
Namun… kamu juga harus sadar: trust issue yang dibiarkan bisa berubah menjadi senjata yang menyakiti orang-orang baik di sekelilingmu.
Jangan sampai ketakutanmu menjadi alasan untuk mengendalikan pasanganmu secara berlebihan, menjauh dari sahabat yang tulus, atau meragukan niat baik keluarga yang peduli.
Karena kalau terus-terusan begitu, kamu akan kehilangan orang-orang baik, hanya karena trauma dari orang-orang yang salah.
Lalu, bagaimana cara menyembuhkan trust issue?
Akui bahwa kamu punya luka
Nggak perlu pura-pura kuat. Katakan pada dirimu sendiri: “Ya, aku pernah disakiti, dan itu membuatku takut mempercayai orang.”Beri ruang untuk kejujuran dalam komunikasi
Jangan menutup-nutupi rasa takutmu. Sampaikan dengan cara yang dewasa dan jujur. Misal:
“Aku kadang merasa cemas, mungkin karena pengalaman masa lalu. Tapi aku sedang belajar mempercayai kamu.Buka ruang maaf, tapi jangan lupa batasan
Memaafkan bukan berarti memberi akses kembali seperti dulu. Tapi itu bentuk kedewasaan: kamu memilih sembuh, bukan menyimpan dendam.Kuatkan relasi dengan Allah
Kadang trust issue muncul karena kita terlalu bergantung pada manusia. Padahal, seharusnya Allah yang jadi tempat pertama dan terakhir kita bersandar. Kalau kita percaya bahwa semua takdir diatur-Nya, kita tidak akan terlalu kecewa ketika manusia mengecewakan.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!