Dunia, emang cuma panggung sandiwara. Ada yang sutradara, ada yang jadi aktor.
Â
Dari dulu, kakek nenek kita udah bilang begitu. Walau ada sebagian kita yang ngotot. Untuk membuktikan bahwa dunia bukan panggung sandiwara. Seolah dunia sangat mudah ditaklukkan, mudah digenggamnya. Ya boleh-boleh aja. Silakan dan kita doakan saja semoga berhasil. Ya gak?
Â
Â
[caption id="attachment_397913" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Pribadi - Dunia Panggung Sandiwara"][/caption]
Dunia, emang cuma panggung sandiwara.
Manusia, kita ini para pemainnya. Aktor istilah kerennya. Bumi tempat kita berpijak sebagai panggungnya. Dan Allah sebagai sutradaranya. Â Karena panggung sandiwara, ceritanya pun bermacam-macam. Peran pemainnya juga beda-beda. Ada yang jadi Presiden, ada yang jadi rakyat. Ada yang jadi penonton, ada yang kerjanya kasih komentar. Bahkan, ada yang marah-marah melulu kerjanya. Macam-macam ada deh. Kayak jajanan pasar, apa aja ada di dunia. Ahh, dunia emang cuma panggung sandiwara kok. Seperti pertunjukkan yang sedang ditonton, toh nantinya akkan berakhir.
Â
Â
Namanya juga panggung sandiwara. Gitu deh.
Yang jadi aktor, tugasnya main yang optimal. Sesuai peran masing-masing. Tapi yang paling enak ya jadi penonton, sambil nonton bisa protes, kasih kritik. Boleh marah-marah. Namanya penonton, kalo perlu alur cerita juga maunya diubah ama dia hehe. Hebat banget sih penonton. Si Aktor yang jadi Presiden sudah ambil keputusan juga masih nyinyir aja. Ketus mulu. Pucing pucing pucing.
Â
Oh ya, kita udah sepakat belum nih. Kalo dunia itu panggung sandiwara?
Kalo sepakat, berarti kita sadar bahwa Sutradara kita adalah Allah. Iya gak? Maka Allah punya kuasa penuh atas adegan-adegan para aktor pada setiap episode kehidupan. Karena naskah hidup kita sudah ditentukan Allah. Nah kalo gitu, kenapa kita protes dan marah-marah. Bisa gak sih kita realistis, menerima apa yang terjadi sambil membuat perbaikan yang kita bisa aja. Keren khan kalo begitu?
Bukankah kita cuma diposisikan Allah untuk melakoni peran kita dengan sebaik-baiknya. Jalani saja sesuai peran kita. Ingat, ini semua sandiwara Ilahiah, skenario udah ada di Lauhul Mahfuz.
Sayang beribu sayang, memang. Kita yang memilih peran. Atau menambah peran tapi masih suka tidak puas pada pilihan sendiri. Kita sering gak puas pada adegan dan episode kehidupan kita sendiri. Akhirnya, kita kecewa, menggerutu. Berkeluh kesah lagi pada sang Sutradara. Kita yang mau agar semuasnya sesuai dengan keinginan kita.