Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

In Memoriam Buya Syafii Maarif, Perginya Sang Guru Sederhana

28 Mei 2022   09:09 Diperbarui: 28 Mei 2022   10:09 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Muhammadiyah.Id.

Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif telah pergi. Jujur, beliau adalah sosok yang saya kagumi. Bukan hanya seorang cendekiawan, beliau adalah guru kesederhanaan. Orangnya sangat bersahaja. Beberapa kali ikut seminarnya dan mencermati gayanya, saya sebut beliau "guru yang sederhana".

Tidak diragukan, figur dan pemikirannya kaliber internasional. Otaknya pun luar biasa. Tapi satu hal langka yang tidak dimiliki banyak orang. Buya sangat sangat sederhana. Dan patut jadi teladan dan contoh banyak orang di zaman begini. Apalagi bagi mereka yang gemar berlomba dalam kemewahan. Sombong dalam penampilan, untuk apa?

Buya, sekalipun eks petinggi Muhammadiyah, dia rela antre berobat di RSU Muhammadiyah. Pergi jadi narasumber seminar nasional hanya naik sepeda. Naik KRL ekonomi dari Tebet ke Bogor untuk pertemuan BPIP ke Istana Presiden, sekalipun ada jemputan untuknya. Lagi-lagi, sederhana-nya keterlaluan.

Belajar sederhana dari Buya Syafii Maarif. Itulah pelajaran sepeninggal beliau. Beli sabun cuci ke warung sendiri. Makan sendiri  di angkringan. Naik sepeda ke mana pun dia pergi. Ahh, langkanya teladan Buya di hari ini. Terima kasih Buya atas ilmu kesederhanaannya.

Buya seorang profesor, seorang pemikir jempolan. Tapi dia tetap sederhana. Tidak bergaya dalam hidup sekalipun dia punya. Hidupnya tidak mengejar materi apalagi harta dan kekuasaan. Buya, darimu saya banyak belajar arti hidup dan kesederhanaan.


Di mata Buya, sederhana itu bukan miskin. Sederhana adalah sikap dan pilihan hidup. Sementara di luar sana, ada banyak orang mempertontonkan kemewahan. Bahkan tidak sedikit orang miskin yang hidup tidak sederhana.

Hari ini banyak orang menjauhi hidup sederhana. Tapi Buya justru menikmati hidup sederhana. Dan terus menyederhanakan hidupnya, di mana pun dia berada. Sementara yang lain, terus berjuang hingga hari ini untuk terlihat mewah. Agar tidak dibilang sederhana.

Dari Buya, lagi-lagi, siapa pun bisa belajar. Bahwa hidup itu sederhana tapi sayang pikiran yang bikin rumit. Hidup itu sederhana tapi justru gengsi yang bikin mahal. Lalu kenapa kita tidak berani hidup sederhana?

Terima kasih Buya atas kesederhanaannya. Karena sederhana itu di dalamnya ada sabar, syukur, dan ikhlas. Semoga almarhum Buya mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Dan kami tetap bertahan untuk hidup sederhana. Selamat jalan Buya ...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun