Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Vaksinasi Covid Itu Ikhtiar Sehat, Bukan Jaminan Tidak Sakit

18 April 2021   12:23 Diperbarui: 18 April 2021   12:53 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kawan saya kemarin tanya. "Kok itu istri Ridwan Kamil sudah 2 kali vaksin masih positif Covid-19?". Agak bingung juga jawabnya ya.

Tapi begini. Saya sendiri pun sudah 2 kali vaksin Covid-19. Dan niatnya, vaksin sebagai ikhtiar sehat. Usaha untuk tetap bisa sehat di tengah wabah Covid-19 yang belum mereda. Protokol Kesehatan, bahkan larangan mudik juga bagian dari ikhtiar sehat. Jadi, vaksin itu jalan ikhtiar bukan penentu kesehatan seseorang. Rumusnya sederhana, hak sehat dan sakit seseorang itu murni urusan Allah SWT.

Lalu, apa vaksin sudah 2 kali pasti sehat? Ya jawabnya belum tentu. 

Karena vaksin itu hanya ikhtiar. Bukan jaminan pasti sehat, bukan jaminan tidak sakit. Katanya hidup sehat itu pilihan. Maka vaksin pun bisa jadi pilihan. Vaksin, hanya ikhtiar memilih jalan untuk sehat. Apalagi manusia kan serba terbatas. Mudah capek, mudah sakit, bahkan mudah pula marah-marah atau sombong. Maka siapa pun juga butuh ikhtiar untuk menetralisir. Sambil tetap waspada dan berjaga-jaga. 

Ikhtiar itu hak manusia. Tapi hasil itu hak Allah. Jangan dicampur aduk.

Anak sekolah belajar setiap malam kan bukan untuk juara kelas. Membaca buku setiap hari pun tidak harus pintar. Atau pasangan suami istri pun tiap hari berhubungan kan bukan harus selalu jadi anak. Itu semua ikhtiar untuk menjalankan hak manusia. Kalau hasil yang serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Siapapun boleh punya ilmu tinggi. Boleh punya profesi mentereng. Atau punya kekayaan tiada batas. Tapi itu bukan jaminan untuk jadi manusia baik atau sehat. Ilmu tinggi, profesi mentereng, kekayaan banyak itu tidak berguna bila salah pakai atau tidak bermanfaat untuk orang lain.

Maka sederhana. Jadikan ikhtiar kita sebagai senjata kesehatan, ikhtiar sebagai peluru kebaikan. Karena ikhtiar berarti berusaha. Mau bergerak untuk menggapai sesuatu, menuju ke keadaan yang lebih baik, lebih sehat. Termasuk urusan vaksin Covid-19 pun hanya ikhtiar. Harus tetap diikuti doa. Dan selebihnya biarkan Allah SWT yang bekerja untuk hamba-Nya.   

Seperti kisah Nabi Ya'qub. Salah satu Nabi teladan bagi umatnya  dalam kehidupan berkeluarga. Namun keteladanan Nabi Ya'qub pun tidak lantas menjadikan anak-anaknyatumbuh menjadi anak-anak yang soleh. Dari 12 anak yang ada, hanya 2 orang yang soleh serta menjalankan perintah dan keteladanan ayahnya. Jadi, kebaikan dan keteladanan pun sejatinya tidak cukup bikin anak-anak soleh. Karena hak kesolehan pun datangnya dari Allah. Maka ikhtiar baik, lagi-lagi diperlukan dalam hidup manusia.

Maka tetaplah ikhtiar baik sambil menjaga pikiran baik pula. Jangan sampai terkecoh. Lalu besok lagi bertanya, kok tidak punya sakit apa-apa meninggal dunia? Wallahu a'lam bishowab. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi #PegiatLiterasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun