Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Manajemen Pendidikan, Tidak Ada Orang Jenius Tanpa Kesadaran

29 April 2020   22:18 Diperbarui: 29 April 2020   22:31 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBm Lentera Pustaka

Apakah benar Pendidikan semakin tinggi berarti tingkat kesadaran semakin baik? Tentu jawabnya, bisa iya bisa tidak. Di era revolusi industry 4.0 seperti sekarang, bisa jadi tingkat pendidikan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kesadaran manusianya. Bila Pendidikan dianggap sebagai usaha sadar, maka mengapa Pendidikan yang semakin tinggi bisa tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran?

Mengacu pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab I, dengan tegas dinyatakan bahwa "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara". Rujukan definisi ini sama sekali tidak terbantahkan. Namun realitasnya itulah yang patut dicermati.

Menilik dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Pendidikan berasal dari kata dasar "didik" atau dalam bentuk kata kerja "mendidik" yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka perbuatan itu tercermin pada "didikan" yaitu hasil mendidik atau cara mendidik. Maka di situ ada yang disebut "pendidik" yaitu orang yang mendidik. Proses itulah yang menjadi kata benda disebut "Pendidikan", yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Pendidikan seharusnya menjadi sarana dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa karena diisi oleh sumber daya manusia yang terdidik. Tidak bisa dipungkiri, bangsa yang maju memang tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan. Itu berarti, pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa.

Maka Pendidikan dengan segala konsekuensinya haruslah dikelola dengan efektif lagi efisien. Perlu adanya manajemen dalam Pendidikan. Bila manajemen dianggap sebagai suatu ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya dalam Pendidikan. 

Maka manajemen Pendidikan adalah kata kuncinya. Agar proses Pendidikan berjalan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan Pendidikan itu sendiri. Tanpa adanya manajemen, maka tata Kelola pendidkan bisa jadi bermasalah. Karena hakikat manajemen adalah proses pemberian bimbingan, pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya. Pengertian manajemen dapat disebut pembinaan, pengendalian, pengelolaan, kepemimpinan ketatalaksanaan yang merupakan proses kegairahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Fathoni, 2006).

Lalu, mengapa bisa Pendidikan semakin tinggi namun tingkat kesadaran manusianya tidak tinggi?

Sangat bisa jadi, kondisi itu disebabkan oleh Pendidikan yang lepas dari filsafat. Pendidikan sebagai suatu ilmu terlepas dari landasan filosofisnya. Seperti dinyatakan Psillos dan Curd (2008), bahwa filsafat pada dasarnya berhubungan dengan masalah-masalah filosofis dan fundamental dalam suatu ilmu. Karena filsafat pasti mengacu pada keyakinan seseorang tentang esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan ilmiah, dan hubungan antara ilmu dan perilaku manusia (Dalton dkk., 2007).

Pendidkan sebagai ilmu, sejatinya harus memuat hakekat, tujuan, metode, tahapan, jangkauan, dan hubungannya dengan masalah-masalah kehidupan yang lain (nilai, etika, moral, kesejahteraan manusia). Hal itulah yang oleh Lacey (1996) disebut filsafat ilmu, suatu studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang ilmu. Filsafat ilmu semestinya bertumpu pada tiga aspek penting, yaitu:

  • Ontologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari keberadaan suatu ilmu sebagai realitas yang paling esensial dari segala sesuatu, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non fisik.
  • Epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari cara-cara pengetahuan diperoleh manusia. Kajian-kajian tentang cara berperilaku, metode, sumber, dan kebenaran suatu pengetahuan menjadi hal penting untuk ditelaah.
  • Aksiologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari hakikat nilai-nilai suatu ilmu hingga berujung pada etika dan estetika.

Maka penting ditegaskan, bahwa manajemen pendidikan hakikatnya pun tidak dapat dilepaskan dari ilmu filsafat sebagai acuan filosofis yang menjadi pijakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan Pendidikan. Manajemen Pendidikan memiliki kaitan erat dengan filsafat yang menyangkut aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun