Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Banyak Gaya Banyak Tekanan, Kamu Gitu Gak?

20 Agustus 2017   21:59 Diperbarui: 21 Agustus 2017   04:59 3833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Udah, kamu gak usah banyak gaya" begitu kata orang tua zaman dulu.

Emang kenapa sih kalo banyak gaya? Bisa jadi, kalo banyak gaya jadi banyak tekanan. Gaya hidup-nya kegedean. Sementara mampunya segini doang. Gak nguber alias gak nutup, kalo kata orang jalanan. "Lebih besar pasak daripada tiang" kkata pepatah gitu. Bujug buneng ...

Ilmu Fisika yang bilang "tekanan dan gaya itu berbanding lurus". Kalo dipikir bener juga tuh. Orang kalo hidup banyak gaya "berpotensi" besar bakal banyak tekanan. Tekanan ini, tekanan itu, tekanan cicilan, tekanan utang, sama tekanan gaya hidup. Gimana gak puyeng? Abis kebanyakan gaya... mau gimana dong?

Lihat aja Kasus First Travel. Dulunya, laki bini si pemilik itu cuma jualan pulsa, jual burger sampai seprei. Semuanya gak berhasil alias bangkrut. Hebatnya, mereka pantang menyerah sampe bisa buka First Travel. Dan tahun 2014, bisa berangkatin 14.000-an jamaah. Bahkan tahun 2015 lebih banyak lagi, berangkatin 35.000-an jamaah. Terus kenapa bisa kayak gini sekarang? First Travel itu kenapa?

Hanya 2 kemungkinan sebabnya. 1) Karena "over kapasitas" alias nafsu serakah; coba setahun maksimal layanin 20.000 jamaah aja, mungkin gak bakal kerepotan. 2) Karena si pemilik "kebanyakan gaya". Ini sebab yang paling mungkin. Lihat aja foto-fotonya di luar negeri, begaya banget dah. Beli rumah, jalan-jalan, semuanya ternyata pake "uang jamaah" yang udah pada lunas bayar. Wajar, sekarang gak ada uangnya buat "ngembaliin" uang jamaah. Luar biasa.... Banyak gaya banyak tekanan.

Apalagi hidup di Jakarta, kata sebagian orang, kalo gak gaya gak hidup.

Punya gaji gede bilangnya tetep gak cukup. Buat kartu kredit, buat cicilan, buat nongkrong sana nongkrong sini. Giliran punya gaji gak seberapa, pengen ini pengen itu. Akhirnya ngeluh terus, lupa bersyukur. Semuannya dipandang gak cukup, boro-boro bisa sedekah.

WAJAR, MAKIN BANYAK GAYA MAKIN BANYAK TEKANAN.

Beda banget sama si Mark Zuckerberg yang punya Facebook. Dia itu, kaya banget. Tapi sederhana aja, bajunya cuma kaos doang. Mobil dan gaya hidupnya juga biasa aja. Si pemilik FB ini, gak banyak gaya. Sehari-harinya, gak ada mencolok. Mau merek-nya atawa model-nya... kerenn.

EMANG ORANG YANG "BENERAN" SAMA YANG "KW", PASTI BEDA. BANYAK ORANG LUPA, TAMPILAN LUAR GAK BISA JADI UKURAN ASLINYA, GAK BISA JADI UKURAN KELAS SOSIAL.

Banyak Gaya Banyak Tekanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun