"Kabut Asap Karhutla di Riau Makin Parah" demikian judul berita Kompas.Com, Senin, 09 September. Sedikitnya ada 289 titik panas, berita Kompas.Com. Mengutip Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, keadaan ini menyebabkan kabut  asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin parah menyelimuti sejumlah wilayah.Â
Secara keseluruhan wilayah Sumatera, sedikitnya ada 1.278 titik panas terdeteksi. Prakirawan BMKG Stasiun Pekanbaru Gita Dewi Siregar menyebutkan, titik hotspot terbanyak ada di Jambi (504 titik), Sumsel 332 titik, dan Riau ada 289 titik.
Untuk kawasan Riau ada 4 titik wilayah yang dilanda kabut asap, yakni Kota Pekanbaru, dengan jarak pandang 2 kilometer. Kota Pelalawan, Kota Dumai dan Indragiri Hulu (Inhu), masing-masing dengan jarak pandang 3 kilometer.Â
Berdasar pantauan Kompas.Com, kabut asap sangat pekat menyelimuti Kota Pekanbaru. Kabut ini sangat mengganggu pernafasan, dikarenakan oleh udara yang tak sehat.
Banyak dampak lain akibat kabut ini, seperti terganggungnya dunia penerbangan, sekolah, perkantoran, ekonomi bisnis, dan ln sebagainya. Melihat keadaan tersebut, kembali muncul kritik tentang kegagalan pemerintah dalam menganggulangi kebakaran hutan dan lahan. Â Tak hanya itu, kritik yang berkembang langsung ke titik sentral, Presiden RI Joko Widodo.Â
Seperti yang terjadi tahun lalu misalnya, yang kebetulan negeri ini sedang ramai-ramainya kampanya Pilpres, tokoh adat Melayu Riau, Letjen TNI Purn Syarwan Hamid, bersuara lantang mengkritik Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau yang dinilainya sudah menyimpang dari tradisi adat Melayu yang menjunjung tinggi musyawarah dalam memutuskan sesuatu.Â
Tak hanya itu, ia pun datang ke markaz LAM Riau, hanya sekadar untuk mengembalikan Gelar Datuk yang sudah diberikan kepadanya. Langkah ini dilakukan Jenderal berbintang tiga tersebut, karena LAM Riau dinilainya telah keliru memberikan gelar adat kepada Jokowi.Â
Menurut Dokument BeritaSatu TV 04 Desember2018, pemberian gelar Datuk oleh LAM Riau kepada Jokowi, antaranya karena presiden asal Solo itu sukses membebaskan Riau dari asap. Kini, bersamaan dengan meningkatnya kabut asap di kawasan Riau dan sekitarnya, kembali Jokowi yang disalahkan. Jokowi ternyata tak mampu mengatasi Karhutla, hingga asap Riau kini semakin parah.
Masalah Sudut PandangÂ
Sesungguhnya sah-sah saja jika ada orang yang punya kesimpulan, bila melihat seorang anak terjerambab narkoba, maka yang disalahkan adalah orang tuanya, khususnya bapaknya. Atau jika ada murid SD terpapar game android, lantas gurunya, atau kepala sekolahnya yang disalahkan. Begitu juga jika ada mahasiswa yang DO, maka dosen pembimbing, Dekan, atau Rektor yang salah. Atau jika ada jamaah pengajian masih berbuat munkar, maka ustadznya yang disalahkan. Tetapi tentu akan ada protes, jika ada ummat Islam korupsi, lantas Nabi Muhammad SAW yang disalahkan. Atau jika ada jemaat Kristiani yang murtad, lantas Tuhan Yesus yang salah.Â
Dalam kaitan ini, rekan-rekan akademisi yang mengkaji studi kebijakan publik barangkali bisa sumbang saran, menurut teori dan telaahan mereka masing-masing. Rumus Ilmu Logika (Ilmu Mantiq) yang dulu pernah diajarkan saat studi akademik, agaknya masih relevan. Jika ada rumus berbunyi : "Si A itu Koruptor / Koruptor itu Manusia / Maka semua koruptor itu Manusi" akan berbanding terbalik dengan rumus serupa : "Manusia ituvhamba Tuhan / Manusia itu jujur / Maka Semua Hamba Tuhan itu Jujur".Â