Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

NgKong Ragile, Naturalisasi Pemain Bola Hingga “Naturalisasi” Jawa di Kebun Sawit

19 Desember 2010   08:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:36 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gagasan atau pemikiran dan tindakan protektif individual, atau kelompok sendiri, suku, warga, guyub, etnik, ras, bahkan bangsa ,merupakan hal wajar dan bisa terjadi dimana saja. Namun manakala tindakan protektif itu bersinggungan satu sama lain atas kepentingan yang sama, maka yang terjadi adalah konflik sosial. Konflik ini bisa di ‘manage’ dengan membuat kesepakatan yang mengikat yaitu hukum melalui proses demokratis.

Pada sisi lain, ketaatan dan kepatuhan terhadap platform kesepakatan yang telah dibuat adalah bagian dari sikap demokratis. Dengan kata lain berarti menjalankan prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat bernegara.

Dalam konteks bermasyarakat bernegara dan pemerintahan diberlakukan hukum nasional. Dalam konteks pergaulan dan interkasi di masyarakat internasional berlaku konvensi. Dalam konteks kesetaraan perlakuan insani berlaku konvensi Hak Azasi Manusia. Dalam konteks menjaga dukungan kehidupan makhluk dan sumber hayati, nautika dan aerospace, berlaku konvensi Lingkungan. Sedemikian banyak aturan hukum dan entah apalagi yang memerlukan kesepahaman persepsi.

Kemarin malam saya mampir di lapak Ragile, kompasianer yang populer dengan panggilan “ngkong” dengan salam penutup yang khas, kopral kenthir, salam tuljaenak. Posting beliau dibawah judul : Ada Apa Metro TV Dan Media Indonesia Curiga Naturalisasi Pemain Bola? Artikel bernada reaktif yang mendapat tanggapan beragam dari banyak kompasianer, maklum karena beliau memang popular dan topiknya juga lagi ngetrend abis.

Ketika saya baca editorial yang merupakan sikap resmi koran dimaksud, kesan saya editorial itu adalah warning terhadap kebijakan PSSI, suatu pandangan pemikiran yang protektif dan nalar saja, diantaranya dituliskan sbb:

Harus diakui, program naturalisasi pemain, sampai tingkat tertentu, telah menciptakan perbedaan dalam persepakbolaan nasional kita. Pertanyaannya,bukankah itu jalan pintas yang kelak justru menghancurkan kapabilitas anak bangsa?”………..

Pada alinea lain…….

Setiap negara tentu memiliki alasan untuk menjalankan program pewarganegaraan itu. Singapura yang berpenduduk 5 juta jiwa masuk akal menggunakan naturalisasi sebagai jalan keluar.Dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, tepatkah kita menerapkan konsep itu?”

Pandangan pemikiran bersifat warning yang muncul pada saat lagi senang senangnya bereforia atas kemenangan besar pada leg pertama. Harapan berbunga bunga untuk menjuarai AFF Piala Suzuki 2010. Pandangan pemikiran warning dilansir ketika semangat tinggi masyarakat untuk mengembalikan harkat dan martabat sepakbola nasional yang tengah mati suri. Reaksi cukup menyentak atas pandangan protektif tersebut dapat kita simak dari berbagai tanggapan kompasianer yang membekas di lapak “Kopral Kenthir”…he he

Bicara soal “naturalisasi” ada ceritera lain dari Proyek Pembangunan Perkebunana Kelapa Sawit di rawa monoton wilayah pedalaman Kalimantan. Sebagaimana umumnya proyek perkebunan kelapa sawit dikelola dengan manajemen standar internasional untuk menghasil produk yang kompetitif dipasar dunia. Argumentasi diatas tidak cukup meyakinkan dan bahkan bisa memunculkan tudingan bahwa pemilik perusahaan tidak berjiwa nasionalisme. Mengapa ‘harus’ standar internasional? Karena adanya unsur investor asing yang mendapatkan dukungan financial dari sindikasi bank di luar negeri untuk kebutuhan proyek tersebut.

Standar international dengan SOP nya kemudian memunculkan  berbagai persyaratan dan klasifikasi sesuai deskripsi kerja masing masing bagian, lengkap dengan index gaji – besaran penghasilan karyawan. Manakala kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratan dan klasifikasi tertentu tidak terpenuhi oleh tenaga kerja ‘lokal’ mayarakat setmpat. Kebijakan perusahaan umumnya mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah, umumnya disebut “dari jawa.”

Sementara itu, bukan rahasia lagi kalau tenaga kerja setempat selalu pada posisi tingkat gaji yang lebih rendah. Apa dan bagaimana reaksi masyarakat setempat? Pemikiran, gagasan dan tindakan protektif seringkali muncul meski oleh masyarakat transmigrasi dari Jawa sediri yang sudah terlebih dahulu bermukim di wilayah proyek tersebut. Tenaga kerja baru yang didatangkan dari luar daerah membutuhkan waktu dan proses “naturalisasi” di perkebunan kelapa sawit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun