Mohon tunggu...
Syami Mutiara
Syami Mutiara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - berkuliah

suka berkelana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Kebijakan Affirmative Action pada Partai Politik dalam Mendorong Keterwakilan Perempuan

22 Oktober 2023   11:16 Diperbarui: 22 Oktober 2023   11:32 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai respons terhadap tantangan ini, Affirmative Action dapat memainkan peran yang signifikan dalam membuka pintu-pintu kesempatan yang sebelumnya tertutup. Salah satu cara pengimplementasian Affirmative Action tersebut melalui kuota dalam berbagai bidang. 

Misalnya, dalam dunia politik yaitu terkait kuota 30% dalam parlemen. Dengan memiliki suara yang lebih kuat dalam politik, perempuan dapat memperjuangkan isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak mereka dan memengaruhi perubahan positif dalam kebijakan publik.

Affirmative Action Perempuan dalam Politik

Peran perempuan dalam politik di Indonesia selama bertahun-tahun telah menghadapi berbagai tantangan. Rendahnya partisipasi perempuan dalam politik menjadi sebuah tantangan dalam dunia politik Indonesia. Tantangan tersebut berupa minimnya jumlah perempuan yang ikut partai politik dan kurangnya wakil perempuan di parlemen. 

Hal tersebut menjadi sebuah pokok permasalahan yang kompleks karena adanya faktor budaya yang mempengaruhi. Faktor budaya tersebut ialah patriarki yang di mana menjadikan seorang Perempuan tidak dipercaya untuk memimpin. Untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam partai politik, Affirmative Action dapat menjadi langkah penting. 

Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah terkait penerapan hukum yang menyatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam legislatif minimal 30% dari jumlah seluruh calon anggota legislatif seperti DPR dan DPRD. Hukum ini yang membuat keterwakilan perempuan di politik yang sebelumnya hanya sedikit menjadi bertambah dan perempuan diberikan jumlah bangku khusus dalam pemerintahan legislatif oleh negara Indonesia.


Pertama kali tindakan afirmatif di Indonesia dilakukan pada tahun 2003. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang ini memuat ketentuan tentang keterwakilan perempuan dalam parlemen. 

Ketentuan terkait kewajiban partai politik untuk mengajukan calon legislatif perempuan dalam urutan calon sebanyak minimal 30% dari jumlah calon yang diajukan dijelaskan di Pasal 65 Ayat (1). Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan adanya representasi perempuan yang lebih signifikan di parlemen. 

Kemudian, tindakan afirmatif tersebut makin diperkuat dengan adanya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%. Pasal 6 ayat (5) UU tersebut menyatakan bahwa Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%".

Usaha Partai Politik untuk Memenuhi Kebijakan Afirmatif

Kebijakan afirmatif terkait keterwakilan perempuan 30% membuat peluang besar bagi perempuan untuk masuk partai politik. Kebijakan tersebut dapat dijadikan sebuah perkembangan pesat perempuan dalam partai politik. Partai politik juga berbondong-bondong merekrut kader perempuan. Selain memang dibutuhkan dalam partai, juga untuk memenuhi ketentuan 30% untuk pencalonan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun