Mohon tunggu...
syam surya
syam surya Mohon Tunggu... Dosen - Berpikir Merdeka, Kata Sederhana, Langkah Nyata, Hidup Bermakna Bagi Sesama

Pengajar dan Peneliti ; Multidicipliner, Humaniora. Behaviour Economics , Digital intelligence

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Corona Jadi Guru, Kita Semua (Manusia) Jadi Murid Baru

16 Juli 2020   19:00 Diperbarui: 16 Juli 2020   19:01 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senin (13/7/2020), telah ditetapkan sebagai mulainya tahun ajaran baru. Namun sejatinya, awal tahun ajaran baru sudah dimulai sejak bulan Awal Januari 2020, sejak Virus Corona yang kemudian dikenal dengan Covid 19 mulai menyebari dari kota Wuhan di China yang kemudian tidak sampai 100 hari membuat dunia seketika berhenti.

Covid 19 lah yang jadi Guru, dan kita manusia – semuanya – jadi murid baru.

Selama hampir 7 bulan ini, kita disadarkan bahwa di tengah perbincangan mengenai kemajuan ekonomi dan teknologi masa depan, Abad 21 dengan segala teori , teknologi dan rencana besar manusia untuk mengimplementasikasikan dalam kehidupannya, tetiba semua harus jeda – berhenti. 

Kini semua energi , sumber daya dan tenaga di kerahkan untuk mengatasi banyak hal akibat mahluk kecil yang sebelumnya tidak terkira yaitu pandemi virus Corona. 

Belum tahu kapan akan berakhir, dan terlalu dini untuk mengatakan seperti apa itu nantinya. Setiap hari membawa kejutan dan kemungkinan, setiap hari mendapat pengetahuan baru, sangat mudah berubah dan dengan cepat.

Walaupun mungkin peta dasar model penyebaran sudah bisa terlihat namun belum jelas kapan akan berakhir. Semua masih belajar, ahli Pandemi dan Epidemiologi terkaget karena banyak teori yang harus disesuaikan, ahli Matematika tersentak karena prediksi sebaran berbeda dari rumus yang sudah ada, para Sejarawan kembali menggali kitab-kitab lama perjalanan manusia untuk bersama mencari jalan.

Ada banyak  hal baru  yang diajarkan oleh Guru Baru bernama Corona ini, Ia mematahkan banyak kesombongan – Kesombongan kepemimpinan – Kesombongan Para Ilmuwan dan Ilmu pengetahuan dan Kesombongan serta ketamakan manusia.

Lalu apa yang dapat dijadikan pembelajaran penting terutama oleh Anak-anak Kita , ke depan ?

Belajar Berbasis Data dan Ilmu Pengetahuan

Covid 19, mengingatkan, sebagai “murid baru”, manusia harusnya lebih banyak belajar daripada  banyak bicara. 

Corona juga memberi tahu bahwa manusia harus bicara berdasarkan data, jejak, histori yang ditinggal Corona di kasus sebelumnya. Belajar dari Wuhan, Belajar dari Korea, atau Belajar dari USA atau Brazil, tetapi tetap tidak boleh dengan keangkuhan. Bila tidak dengan data pasti akan dipermalukan. 

Corona tidak bisa diselesaikan hanya oleh perkataan heroik Pemimpin Politis yang bicara untuk kepentingan popularitasnya, dengan memanipulasi media. Coronavirus adalah unik. Covid 19 terus menyebar dan membunuh terlepas dari bagaimana mereka dibingkai dalam media Online untuk popularitas politisi. 

Kita Lihat Amerika, dan Brazil. Ini adalah bidang informasi yang sangat rumit kata Sanjoy Chakravorty, seorang profesor di Universitas Temple di AS, yang mempelajari politik informasi. 

Daripada menjanjikan keberanian, “seolah memenangi peperangan dengan virus” – Coronavirus lebih menyukai pemimpin yang bisa jujur tentang ketidakpastian yang melekat virus, kata Kathleen Bachynski, asisten profesor kesehatan masyarakat di Muhlenberg College.

Jika para pemimpin tidak mau jujur tentang batasan, tentang data, dan selalu bicara dengan nada heroik meremehkan Corona menunjukkan kekuatannya  dengan menjatuhkan  kredibilitas pembicaranya.

Kita lihat : Bagaimana tokoh berbicara Indonesia Bebas karena Doa Kunut, Masker hanya Untuk Yang Sakit,  Temu Lawak bisa melawan Virus sampai Kalung Anti Corona, yang disampaikan oleh pejabat tinggi Publik, alih-alih menurun,  Corona telah membuat mereka kehilangan kredibilitas. 

Corona menujukan bahwa luas penyebaran dan peningkatan korban. Ini tidak akan terjadi karena mereka salah, tapi juga karena informasi berubah cepat. Juga dari orang-orang yang selalu berteriak “ lockdown” pada hari ini mereka harus menutup muka , malu karena harus bekerja. 

Lihat juga yang selalu membanggakan Singapura, Australia, hari ini terdiam melihat pertumbuhan ekonomi yang jemblok ke jurang resesi terdalam atau tetiba Australia menerapkan lockdown kembali.

Jadi tidak ada prediksi yang kontans. Inilah harusnya era Kebangkitan Pengetahuan, setelah berada dalam zona “ mati “ karena berlimpah Informasi.

Corona mengajarkan bahwa berpengetahuan tidak bisa intans. Tidak bisa, kalau tiba-tiba ada kalung bebas Corona yang diumumkan bukan oleh Menteri Kesehatan tapi Menteri Pertanian.

Dan Menteri Kesehatan harusnya bicara teknis pencegahan Corona secara detail, ini bicara tentang mujarabnya Doa guna mencegah Corona, yang harusnya dilakukan para Agamawan. 

Namun apapun semua belum bisa menurunkan penyebaran Covd 19. Tidak ada Budaya Instan – Corona menuntut cepat , tepat tapi bersiap berubah. Sudah hampir 7 bulan, Virus Covid 19 melanda , belum dapat kabar yang meyakinkan kapan anti virus akan tersedia. Semua terus berjalan dan semua membutuhkan waktu untuk pembuktian. 

Dengan Flebilitas ini kita belajar keniscayaan tentang relativisme kebenaran. Kebenaran Ilmu pengetahuan harus terus dicari dan dibuktikan dan membutuhkan waktu, ketelitian dan kesabaran.

Postdicipliner - Gotong Royong Ilmu Pengetahuan.

Mungkin inilah akhir dari Era “Keangkuhan Dicipliner – Liniaritas”.  

Dunia sudah dipaksa masuk era Post Dicipliner dengan Multidicipliner dan Interdicipliner dalam menjawab beragam permasalahan sosial di masyarakat. Corona mengajarkan bahwa satu-dua dicipliner ilmu pengetahuan tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang diakibatkan mahluk kecil ini. Ini memerlukan ke gotong royongan semua disiplin ilmu pengetahuan.

Ahli Pandemi bekerja sama dengan Ahli Komputer, Doktor Matematik juga bekerja sama dengan Sejarawan , Profesor Manajemen harus memahami Ilmu Pandemi dan banyak lagi kerjasama untuk melihat jalan terbaik menghentikan pandemi. 

Demikian juga para ahli filsafat harus turun bersama kaum pragmatisme – berbagi pengetahuan untuk memulihkan sosial dan ekonomi pasca pandemi  dan memikirkan jalan keluar kehidupan baru dengan beradaptasi bersama pandemi ini.

Ini juga memberikan gambaran bagian yang sulit dari berpengetahuan yaitu mengimplementasikannya. Ini tantangan pragmatisme. Secara teori sangat mudah untuk mengatakan, “hei, kita harus membudayakan/ melembagakan langkah-langkah menjaga jarak sosial dan menutup sekolah dan memutuskan hubungan antara mereka yang rentan terhadap penyakit yang menular. 

Namun saat mengetahui apa dampak sosial yang lebih besar yang diakibatkan mengkarantina suatu wilayah – akan membuat kesulitan besar untuk menarik pelatuknya dan melakukan putusannya. 

Wabah ini, menunjukkan bahwa boleh saja suatu negara memiliki laboratorium terbaik di dunia, sistem manajemen informasi  dan perangkat lunak terbaik, tetapi jika tidak memiliki tata kelola yang tepat tentang kapan menggunakan kekuatan ini ... mereka tidak berfungsi.

Pandemi coronavirus telah memperjelas bahwa ini adalah masalah universal: bahkan negara yang sudah dikatakan berhasil, dan memiliki kapasitas untuk bertindak, masih ragu apakah jalannya sudah benar atau belum. . Dan masih bisa saja gagal pada tahap selanjutnya. 

Singapura menunjukkan itu, keberhasilan saat pertama dan terus dibanggakan migran Indonesia yang bekerja disana tetiba – Boom ! meledak dan semua terdiam. Ada titik-titik buta melihat bagaimana cara suatu negara bersiap.

Selama bulan-bulan berikutnya, banyak pemerintah akan memungkinkan orang untuk melanjutkan hidup mereka di tengah kondisi ekonomi terburuk sejak Depresi Hebat. Dan jika gelombang baru virus terdeteksi, negara dapat kembali meminta warganya untuk kembali ke rumah.

Mengelola pandemi yang selalu berubah ini akan membutuhkan kepercayaan publik yang signifikan, yang di beberapa tempat cepat terkikis. Hal sebaliknya justru menimbulkan  ketakutan, ketidakpercayaan, dan kekacauan apa pun kebijakannya yang diambil pemerintah."

Belajar Manajemen Flexibilitas dan Kecepatan Daya Tanggap

Berbulan-bulan memasuki epidemi ini, bahkan informasi dasar tentang coronavirus masih belum jelas. Seberapa menularnya? Bagaimana mematikan? Apakah benar menular dari udara ? apakah melalui hewan ke manusia ? Apa yang sembuh bisa terpapar lagi ? Semua masih bisa berubah, dan perubahan itu cepat sekali. 

Hari ini dikatakan Covid 19 tidak menyebar melalui udara jadi tidak usaha khawatir !, seminggu kemudian ditemukan bahwa virus menyebar melalui udara dan semua harus bersiap, juga banyak lagi hal baru lainnya yang terus bermunculan. 

Ashley Arabasadi, penasihat kebijakan di institut Ilmu Manajemen Kesehatan untuk AS yang berbasis di AS. mengemukakan bahwa Para pemimpin dunia pada saat ini, membuat keputusan hidup dan mati berdasarkan tebakan terbaik. “Kami menerbangkan pesawat saat sedang dibangun.

Kita dihadapkan dengan ketidakpastian sejati keberadaan manusia dan kerentanan sejati kehidupan manusia. Betapa sering begitu banyak dari kita percaya bahwa kita adalah penguasa tertinggi dunia , tak dinyana tertunduk lesu oleh mahluk kecil tak terlihat.

Corona memberi pelajaran bagaimana kita harus bersiap atas peluang probalitas dalam model statisitika.

Namun selalu ada pembelajaran di balik krisis ini. Para pakar pendidikan dan manajemen harusnya sudah dapat pengetahuan baru yaitu : Manajemen Reaksi Cepat dan Flexible. Hasil Penelitian akan keberhasilan penanganan Pandemi, walau harus terus diuji menunjukkan bahwa pentingnya bertindak cepat.  

Pelajaran Tentang Kecepatan Ini digarisbawahi oleh Michael Ryan, seorang ahli bedah dan direktur eksekutif dari program darurat kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia, dalam konferensi pers pada bulan Maret. "Cepatlah. Tidak ada penyesalan. Anda harus menjadi penggerak pertama. Virus akan selalu menjangkiti Anda jika Anda tidak bergerak dengan cepat. 

Dan  "Jika kamu harus tepat sebelum bergerak, kamu tidak akan pernah menang ... Kecepatan sempurna sempurna." Seandainya China menerapkan pengujian luas, penjagaan keamanan di sekitar Hubei dan langkah-langkah lain seminggu sebelumnya, itu akan mengurangi beban kasus Cina sebesar 66%, dan para peneliti berpendapat. Bertindak tiga minggu sebelumnya akan mengurangi 95% kasus.( Michael Safi, 2020)

Lalu Manajemen Flexbilitas seperti apa ? Flexibilitas berbasis Data. Itulah yang ditunjukkan oleh Korea Selatan dengan menerapkan pengujian awal dan ekstensif, dan juga Islandia, yang telah mampu membuat masyarakat mmembuka diri, tanpa kehilangan virus ke dalam populasi mereka. 

Mereka tidak ragu mengoreksi kebijakan sebelumnya yang berbeda untuk mengurangi penyebaran Virus – hari ini dibuka “lockdown” – besok bersiap untuk tutup kembali selama 14 hari ke depan, bila ditemukan pandemi di suatu lokasi.

Pengetahuan dan Keterampilan Manajemen Reaksi Cepat Untuk Fleksibilitas inilah yang harus terus dikembangkan untuk masa mendatang. Sesungguhnya inilah prinsip dan sifat dasar dari Digital. 

Seperti disampaikan Prof, Brian W. Kernighan, dari MIT, dalam bukunya Understanding the Digital World (2017), bahwa Digital yang dibangun dari kesederhanaan 0 dan 1 memiliki sifat yang Agil – Flebilitas dan Kecepatan.

Oleh karenanya model berpikir “Digital Thinking dan Creative Thinking: akan menjadi penting untuk disampaikan kepada anak- anak di tahun-tahun mendatang.

Kemandirian, Nilai Luhur Bangsa Yang Harus Dikembangkan Bersama.

Pandemi memaksa semua untuk menyelamatkan diri. Dan mengajarkan hal penting yang selama ini selalu didengungkan yaitu Kemandirian. 

Belajar dari Rumah, membuat para siswa belajar mandiri jauh dari Gurunya – Guru hanya memberi Informasi, Siswa menafsirkan dan mengolah menjadi pengetahuan. Bekerja dari rumah mengajarkan staf untuk bekerja secara disiplin sendiri, tidak diawasi Bos – Yang penting hasil dan target tercapai. 

Karantina rumah membuat sebuah rumah tangga mempersiapkan semua bekal kehidupannya secara mandiri. Karantina desa membuat satu desa bergotong royong mempersiapkan Lubuk Pakan untuk desa secara mandiri, Ini adalah hal yang sangat penting.

Di sektor kesehatan, saat secara Global Pemerintah terjadi perebutan Amsker, Ventilator, Alat Pelindung Diri, segera melupakan perebutan global yang membuat putus asa dan memilih mengerahkan semua kekuatan masyarakat agar bisa membuat peralatan perlindungan pribadi dan pasokan medis bagi negaranya sendiri. 

Begitu pula dengan para dokter dan perawat yang dipaksa untuk berjaga-jaga terhadap infeksi menggunakan kantong sampah dan masker buatan sendiri.  

Beberapa negara telah membatasi ekspor beberapa obat-obatan dan lebih dari selusin memberlakukan larangan menjual beberapa makanan di luar negeri. PBB telah memperingatkan bahwa jika karantina tetap ada, rantai pasokan makanan di beberapa tempat mungkin mulai terganggu mulai bulan ini.

Namun Kemandirian juga harus dikelola, karena akan banyak permasalahan yang diimbulkannya , antara lain :

Penelitian dari Baran Metin dari Effectory, Psikolog Organisasi dan People Analytics Researcher. Menunjukkan  bahwa harus bekerja dari rumah telah menyebabkan penurunan kinerja untuk jumlah karyawan yang sangat signifikan.17% karyawan melaporkan bahwa pekerjaan mereka menjadi lebih sulit karena lebih sulit untuk menghubungi kolega mereka. 

Dari karyawan ini, 38% juga melaporkan berkurangnya kemampuan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Selain itu diketahui bahwa 21% karyawan juga melaporkan bahwa tidak berada di tempat kerja yang tepat telah memengaruhi kinerja mereka. 8% mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan mengakses jaringan internet perusahaan atau perangkat lunak produksi. 

Metin mengatakan "Kualitas sumber daya teknologi yang tersedia untuk karyawan memiliki pengaruh langsung pada kinerja. Karyawan yang kinerjanya telah dipengaruhi oleh masalah perangkat keras dan perangkat lunak mengatakan bahwa kemampuan mereka untuk melakukan tugas mereka secara efektif turun sebesar 17%.". 

Dan gangguan di rumah dapat menyebabkan masalah berkonsentrasi. Penelitian menunjukkan bahwa 15% dari semua karyawan mengalami masalah dalam berkonsentrasi.  25% menunjukkan bahwa mereka merasa sulit berkonsentrasi di lingkungan kerja mereka karena orang lain di rumah atau lingkungan yang berisik.

Analisis ini menunjukkan bahwa gangguan yang disebabkan oleh anak-anak atau orang lain dalam rumah tangga dapat mengurangi produktivitas karyawan hingga setengahnya."

Belajar Mencintai Kemanusiaan 

Disiplin inilah kunci berdamai dengan Corona. Kita hanya perlu menghormati rekomendasi dan protokol tindakan yang dikeluarkan oleh negara, untuk melindungi diri kita sendiri, orang-orang terdekat kita, dan orang lain yang tinggal di komunitas kita. Kita semua tahu bahwa tidak mudah tinggal di rumah tetapi beristirahat untuk berhenti sejenak untuk berefleksi memiliki keutamaan tersendiri.

Karena bila tidak berdisiplin diri, yaitu : Selalu Memakai Masker, Selalu Jaga Jarak, Rajin Cuci Tangan, maka ancaman Corona itu nyata. Dan bila terpapar, tanpa gejala, kita menjadi bagian dari penyebar kematian. Dalam tulisan sebelumnua disampaikan bahwa ketidakpedulian terhadap protokol kesehatan merupakan banalitas kejahatan.

Selain itu bagaimanapun harus ditumbuhkan empati – bahwa tidak mudah bagi mereka yang berbaring di rumah sakit, tidak mudah bagi mereka yang kehilangan seseorang, yang tidak bisa kita layat atau salatkan secara layak. 

Bahwa semua harus memastikan bahwa saudara lelakinya, sauadara perempuan. orang tua dan kakek-nenek kita aman dari terpapar, juga orang lain. Dan itu adalah melakukan yang terbaik dengan bersama melaksanakan protokol kesehatan. Lebh dari apapun, megajarkan Nilai-Nilai Kemanusiaan dengan penuh empati adalah penting.

Makna Pembelajaran Sepanjang Hidup 

Dari Pandemi ini dapat diambil makna penting bahwa Hidup adalah pelajaran, belajar dan terus belajar setiap hari

Perubahan yang terus menerus, kejadian yang berbeda setiap saat karena dampak Corona membuat Manusia makhluk yang sangat kompleks menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar. Bagaimanpun Ingatlah bahwa pelajaran hidup terbaik dipelajari selama masa-masa sulit dan ketika membuat kesalahan.

Jadi bagi anak-anak yang baru memulai tahun ajaran baru jangan merasa lelah karena dapat sesuatu yang baru. Tidak hanya anak-anak yang sedang Orientasi Pengenalan Studi di Sekolah baru atau kelas baru, akan tetapi kita semua, manusia sedang belajar hidup baru yang berkualitas berdampingan dengan Corona. Semoga

Salam Merdeka Belajar

Syam Surya

Bahan Bacaan :

Eva Hadzipetrova, et All 2020, UNICEF Young Reporters shed light on the lessons they have learned during the COVID-19 pandemic

Michael Safi, 2020, 10 key lessons for the future to be learned from fighting Covid-19

Merel van der Lei, 2020 Three management lessons learned from the first wave of the COVID-19 pandemic 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun