Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anies dan Retorika Menuju 2024

27 Januari 2020   02:33 Diperbarui: 27 Januari 2020   02:48 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI jakarta Anies Baswedan/AntaraNews.com

Terkejut rasanya ketika penulis membaca pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bahwa banjir yang terjadi di Underpass Kemayoran, Jakarta Pusat merupakan wewenang Pemerintah Pusat untuk mengendalikannya. Oleh karena itu, penulis sepakat dengan apa yang disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin.

Menurut Ngabalin, penanganan banjir di kawasan Kemayoran itu menjadi tanggung jawab Anies, mengingat kawasan tersebut berada di wilayah Pemprov DKI. 

Apalagi underpass itu merupakan fasilitas publik, siapa pun berkewajiban menjaganya.

Bukankah salah satu tugas penting Gubernur Anies Baswedan adalah mengatasi banjir dan macet di Jakarta?

Kembali bicara soal wewenang. Bukankah Kawasan Monumen Nasional (Monas) yang juga merupakan wewenang Pusat (Sekretariat Negara), tetapi justru ketika Pemprov DKI melakukan revitalisasi Monas, pihak Pemrov DKI tidak meminta persetujuan Komisi Pengarah, yang diketuai Menteri Sekretaris Negara? 

Bahkan, apa yang dilakukan Anies, merevitalisasi Monas tanpa izin,  dirinya bisa mendapatkan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Berbicara mengenai Gubernur Anies Baswedan, seperti yang pernah penulis sampaikan dalam tulisan sebelumnya, bahwa Anies memang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah (UIN Jakarta) Adi Prayitno, menilai gaya politik yang diperlihatkan Anies Baswedan selama ini sulit diterbaca.

Katanya, suasana hati Anies cenderung sulit dibaca saat sedang senang, bahagia maupun marah. Bahkan, dosen UIN Jakarta ini dengan berani membandingkannya dengan gaya politik Presiden Amerika Donald Trump, yang  cenderung berapi-api dan kerap menyerang secara langsung pihak yang dianggap berseberangan dengannya atau merundungnya.

"Anies ini susah ditebak suasana hatinya kapan senang, kapan bahagia, kapan marah. Landai-landai saja. Dia senang bermain di wilayah nyaman. Sangat berbeda dengan Donald Trump yang senang 'perang' terbuka. Bisa dilihat dari kicauan-kicauan Trump selama ini," ujar Adi, seperti dikutip jpnn.com (25/1/2020).


Dengan kata lain, Anies cenderung tak mau konfrontatif dengan pihak-pihak yang aktif menyerangnya. Apa pun gaya Anies saat ini, tak bisa dilepaskan dari posisi dirinya sebagai guberur DKI Jakarta.

Dalam spektrum politik di Indonesia, tentu saja gaya Anies ini bisa menjadi investasi berharga untuk kontestasi di Pilpres 2024. 

Anies menyadari itu semua, sehingga dia perlu mengakumulasi apa pun yang ada untuk amunisinya di Pilpres 2024.

Semua orang tahu, posisi dirinya sebagai DKI1 begitu diperhitungkan, setidaknya jika kita mau berkaca pada Presiden Joko Widodo ( Jokowi), yang memiliki latar belakang sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa gaya "ngeyel" Anies terhadap Jokowi sebagai simbol Pemerimtah Pusat, tidak akan pernah surut hingga 2024 nanti.

Penulis meyakini, gaya oposan yg pernah diperankan Prabowo ini, menjadi senjata Anies untuk meraih dukungan dalam kontestasi pilpres 2024, terlebih Anies sudah mendapatkan 'dukungan' dari salah satu partai politik yang ada di seputar Jokowi.

Anies Baswedan/Lokadata.id
Anies Baswedan/Lokadata.id
Gaya berpolitik Anies ini, bisa dibilang bukan menggunakan gaya yang berbasiskan kinerja, tetapi lebih banyak retorika dan wacana. 

Akibatnya, Anies lebih banyak dicibir, karena permasalahan yang terjadi di pemerintahannya, mulai dari munculnya mata anggaran yang aneh-aneh, penanganan banjir dan macet yang sekehendaknya.

Cibiran dan kritikan pedas yang ditujukan kepada Anies itu, oleh para pendukungnya dijadikan narasi-narasi, seakan-akan Anies dizalimi. 

Anies dengan sigapnya selalu berada di lokasi bencana, sibuk membantu warga masyarakat yang terkena musibah banjir. 

"Ini memang khasnya dia. Ketika di-bully enggak pernah melawan, tetapi ada pihak lain yang mengelola bully-an itu menjadi simpati," pungkas Adi, seperti dikutip JPNN.com (25/1/2020).

Namun, tampaknya Anies tak sunguh-sunguh melakukan sesuatu untuk mencegah banjir datang. Normalisasi sungai yang sudah berjalan selama ini dihentikan Anies, anggaran pencegahan banjir pun dikurangi secara drastis. 

Akibatnya, naturalisasi yang menjadi andalannya dalam mengatasi banjir, justru membuahkan banjir dahsyat di awal tahun 2020. Sungguh miris!

Berhentilah beretorika dan berwacana. Bekerja saja untuk rakyat, maka ketika pada waktuya, rakyat pun akan menghargai apa yang telah Anda kerjakan.

Salam dan terima kasih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun