"Ponorogo digegerkan dengan kabar mencengangkan yang menyita perhatian publik. Sebanyak 13 pekerja di sejumlah warung remang-remang di kawasan Jalan Siman--Jetis, Desa Demangan, Kecamatan Siman, dinyatakan positif HIV." Ini ada dalam artikel "Geger 13 Pekerja Warung Remang-remang Positif HIV di Ponorogo" (Kompasiana, 6 Mei 2025).
Informasi ini akan lebih mencengangkan jika ditulis dengan pijakan fakta medis terkait dengan epidemi HIV/AIDS, yaitu:
Pertama, karena tidak ada tes HIV terhadap pekerja warung remang-remang sebelum mereka bekerja, maka bisa dikatakan mereka (disebut 13) tertular HIV/AIDS dari laki-laki pengidap HIV/AIDS yang bisa saja warga setempat,
Kedua, dalam kehidupan sehari-hari laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS kepada 13 pekerja warung remang-remang itu bisa sebagai seorang suami. Maka, ada risiko penularan HIV/AIDS secara horizontal kepada istrinya. Jika istrinya tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan HIV/AIDS vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya kelak.
Tidak sedikit laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu, maka jika ada di antara laki-laki yang menulakan HIV/AIDS kepada pekerja remang-remang mempunyai istri lebih dari satu itu artinya kian banyak perempuan dan bayi yang akan lahir dengan HIV/AIDS.
Selain itu bisa saja para suami itu punya pacar, selingkuhan atau pelanggan pekerja seks komersial (PSK) sehingga mereka menularkannya kepada pacar, selingkuhan atau PSK.
Ketiga, jika laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS kepada 13 pekerja warung remang-remang itu tidak mempunyak istri, maka mereka bisa saja punya pacar atau jadi pelanggan PSK atau pekerja warung remang-remang sehingga mereka menularkan HIV/AIDS kepada pacar, PSK atau pekerja warung remang-remang.
Keempat, ketika 13 pekerja warung remang-remang itu disebut HIV-positif berdasarkan hasil tes HIV, maka minimal mereka sudah tertular tiga bulan sebelum tes HIV. Nah, beberapa studi menunjukkan seorang PSK, dalam hal ini pekerja warung remang-remang, meladeni 1-3 laki-laki setiap malam.
Maka, ketika mereka jalani tes HIV sudah ada 2.340 -- 3.900 laki-laki, bisa warga setempat atau pendatang, yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu: 13 pekerja warung remang-remang yang HIV-positif x 3-5 laki-laki per malam x 20 hari per bulan x 3 bulan.
Kelima, bisa saja 2.340 -- 3.900 laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja warung remang-remang tersebut mempunyai istri, pacar, selingkuhan atau pelanggan PSK sehingga banyak perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Disebutkan dalam artikel: Temuan ini sontak membuat warga dan aparat bertindak cepat dengan menutup belasan warung yang diduga menjadi tempat praktik prostitusi. Penutupan tersebut mulai diberlakukan pada 5 Mei 2025, dengan harapan mencegah penyebaran lebih luas dan menjaga ketertiban serta kesehatan masyarakat.
Maaf, andaikan 13 pekerja warung remang-remang yang HIV-positif itu dikarantina dan semua warung remang-remang ditutup tidak menyelesaikan masalah karena:
Ada belasan bahkan bisa puluhan atau ratusan laki-laki, warga setempat atau pendatang, pengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS kepada 13 pekerja warung remang-remang yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi yang punya istri ditularkan ke istri, selingkuhan atau PSK. Sedangkan yang tidak punya istri menularkannya kepada pacar, selingkuhan atau PSK.
Ada ratusan bahkan ribuan warga setempat atau pendatang yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan 13 pekerja warung remang-remang pengidap HIV/AIDS yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Tanpa ada warung remang-remang sekalipun praktek perzinaan tetap bisa terjadi apalagi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial dengan transaksi melalui Ponsel.
Maka, penutupan warung remang-remang itu sama sekali tidak bisa mencegah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, karena adalah hal yang mustahil mengawasi perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS orang per orang.
Disebutkan dalam artikel: Salah satu poster mencolok yang terpasang di depan warung berbunyi: "Stop Prostitusi -- Sayangi Dirimu, Sayangi Keluargamu! Terhadap Bahaya Penyakit HIV AIDS."
HIV bukan penyakit tapi virus (Human Immunodeficiency Virus) yang infeksinya terjadi pada darah orang yang tertular, sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome -- cacat kekebalan tubuh dapatan) adalah kondisi seseorang yang tertular HIV secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak menjalani ART (antiretroviral theraphy). (Lihat gambar).
Tidak ada kaitan langsung antara prostitusi dengan penularan HIV/AIDS karena secara empiris berpijak pada fakta medis penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal). Ini fakta!
Mengait-ngaitkan prostitusi dengan HIV/AIDS merupakan mitos yang justru merusak program penanggulangan HIV/AIDS karena orang akan berpikir melakukan hubungan seksual berisiko, dilakukan dengan pengidap HIV/AIDS atau dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya tanpa kondom, yang bukan prostitusi tidak ada risiko tertular HIV/AIDS.
Maka, tidak mengherankan kalau kemudian Indonesia jadi negara ke-4 di dunia dengan percepatan penambahan kasus HIV terbanyak  setelah China, India, dan Rusia (aidsmap.com, 4/9/2018). Laporan WHO menyebutkan setiap tahun ada 73.000 kasis infeksi HIV baru di Indonesia.
Padahal, cewek prostitusi online, pelacur high class, cewek gratifikasi seks dan PSK tidak langsung sama saja dengan PSK langsung di lokalisasi karena mereka melakukan hubungan seksual yang berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS.
Kalau saja penulis artikel ini, Syahida Rizky (PGMI_UINSUKA), memberikan informasi yang komprehensif tentu akan lain hasilnya karena bisa mencerahkan masyarakat terkait dengan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Dalam kaitan ini artikel sudah mempunyai newspeg yaitu cantelan yakni kasus HIV/AIDS pada pekerja warung remang-remang dan penutupan warung remang-remang.
Yang perlu disampaikan Pemkab Ponorogo kepada masyarakat secara luas adalah:Â
- Bagi laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja warung remang-remang dianjurkan segera melakukan konseling ke Puskesmas atau RSUD terdekat.
Hal ini perlu agar bisa diketahui status HIV. Jika hasil tes HIV positif, maka dilanjutkan dengan meminum obat antriretroviral. Ini gratis seumur hidup.
Bagi yang punya istri, maka ajak istri untuk konseling ke Puskesmas atau RSUD terdekat. Jika istri tertular HIV/AIDS, maka akan ditangani secara medis jika ingin mempunyai anak agar kelak anak yang dilahirkan bebas HIV/AIDS dan sifilis.
Disebutkan dalam artikel: Pemerintah daerah berencana mengadakan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya HIV/AIDS, baik kepada masyarakat umum maupun kepada kelompok berisiko.
Bukan sosialisasi dan edukasi tentang bahanya HIV/AIDS, tapi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual yang akuran dengan berpijak pada fakta medis.
Yang perlu dilakukan Pemkab Ponorogo adalah meminta atau mengajak semua laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan pekeja warung remang-remang untuk menjalani konseling tes HIV di Puskesmas atau RSUD terdekat.
Tidak ada 'kelompok berisiko' karena perilaku seksual yang berisiko tertular dan menularkan HIV/AIDS merupakan perilaku orang per orang.
Bagi para penulis di Kompasiana, dikenal sebagai Kompasianer, marilah kita menulis artikel yang mencerahkan. Untuk itu jangan ragu-ragu meminta pendapat kepada dokter di Puskesmas atau RSUD agar artikel tidak bersifat misleading atau menyesatkan. <>
* Kompasianer ini adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000 (ISBN 979-416-627-8); (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002 (ISBN 979-96905-0-1); (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014 (ISBN 978-602-231-192-8); (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022 (ISBN 978-623-5631-25-7). (Kontak via e-mail: syaifulwh@gmail.com). *
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI