Lagi pula, secara empiris kasus HIV/AIDS pada remaja atau pelajar ada di terminal terakhir epidemi HIV/AIDS karena mereka tidak punya pasangan tetap (baca: istri atau suami). (Lihat matriks)
Bandingkan dengan seorang suami yang tertular HIV/AIDS. Dalam kehidupan sehari-hari dia seorang suami yang akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya secara horizontal, jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI). Bahkan, tidak sedikit laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu sehingga menambah jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Selain ke istri mereka juga punya pasangan seks lain dan pelanggan pekerja seks komersial (PSK) langsung atau PSK tidak langsung.
PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek prostitusi online, PSK online, dll.
Itu artinya laki-laki pengidap HIV/AIDS yang tidak terdekteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ketiga, disebut ibu hamil kelompok rentan tertular HIV/AIDS.
Selain itu ada pula pernyataan dalam berita: .... kasus penyakit tersebut sepanjang 2024 ditemukan sebanyak 83 orang dan kebanyakan ibu rumah tangga.
Nah, apakah kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga itu karena perilaku seksual mereka yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS?