Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Setiap Kebuntuan, Pasti Ada Celah

3 April 2024   20:22 Diperbarui: 3 April 2024   20:36 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Terkadang kita menghadapi masalah yang pelik. Sampai-sampai kita merasa tak menemukan jalan keluar. Semua jalan terasa buntu. Semua pintu terasa tertutup.

Ke mana pun kita minta solusi, tak ada satu pun yang jitu. Ujung-ujungnya hanya disuruh bersabar. Lalu diberi ceramah hingga beberapa jam. Sementara kebuntuan tetap saja tak terpecahkan.

Di sinilah sebenarnya kita ditantang untuk mengubah cara pandang. Kita diuji untuk lebih jeli melihat peluang. Bukankah kata Tuhan dalam Al-Qur'an bersama kesulitan ada kemudahan? 

Jika kita yakin kepada Tuhan, tentu kita juga yakin terhadap firman itu. Sungguh aneh bila keyakinan kita hanya berlaku setengah-setengah. Kalaupun keyakinan kita memang demikian, saatnya kita review dan memantapkan lagi keyakinan kita.

Tuhan tak pernah ingkar janji. Tuhan selalu memberikan jalan terbaik untuk umat manusia. Meskipun acap kali petunjuk itu kita abaikan. Atau terkadang, kita tertutup ego sehingga tak mampu melihat petunjuk Tuhan.

Sebagai contoh kisah Nabi Musa as. Ketika Nabi Musa dikejar oleh Fir'aun dan bala tentaranya, Nabi Musa as menghadapi kebuntuan. Dia sudah berada di pinggir lautan dan tak menemukan jalan lagi.

Namun, apa yang terjadi? Tuhan menunjukkan ke-Mahakuasaan-Nya. Tuhan memerintahkan Nabi Musa as untuk memukulkan tongkatnya ke air laut. Tak lama kemudian, air laut itu pun pecah sehingga terbentuk jalan untuk Nabi Musa as dan kaumnya.

Oleh karena itu, ikhtiar dan doa harus dijadikan kunci. Keduanya adalah dua mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Baik secara psikis maupun nonpsikis, keduanya memiliki efek yang luar biasa.

Ikhtiar tanpa doa rentan terhadap kesombongan dan keputusasaan. Bila dia berhasil maka dia akan menganggap keberhasilan yang diperoleh adalah akibat ikhtiarnya semata. Dia rentan mengaku dirinya (baik secara eksplisit maupun implisit) memiliki kekuatan untuk mencapai itu. Padahal sebenarnya tiada daya dan upaya kecuali atas izin Tuhan. 

Akan tetapi, bila dia mengalami kegagalan dalam ikhtiarnya, dia akan mudah berputusasa. Dia tidak memiliki sandaran yang kokoh. Dia tak memiliki pegangan saat gelombang menghantamnya.

Sebaliknya, berdoa belaka tanpa ikhtiar rentan terhadap sifat pemalas dan mencari kambing hitam. Dia enggan untuk bergerak. Bahkan kalaupun pertolongan Tuhan telah datang, dia enggan menyambutnya. Akan tetapi, bila kegagalan menimpanya, dia segera mencari alibi dan kambing hitam.

Dikisahkan, suatu ketika Nabi Muhammad saw dan sahabatnya tiba di masjid. Sahabat tersebut membawa unta. 

Ketika sahabat tersebut mau masuk masjid, Nabi Muhammad saw menegurnya. Kenapa dia tidak mengikat untanya terlebih dahulu.

Sahabat itu pun menjawab bahwa dia sudah tawakal kepada Tuhan. Namun, apa jawaban Nabi saw? Beliau menyuruh sahabatnya mengikat untanya dahulu baru tawakal.

Kisah tersebut adalah contoh nyata dari Nabi Muhammad saw bagaimana seharusnya kita menjalani kehidupan ini. Yakni, doa, tawakal, dan ikhtiar harus berjalan seirama. Jangan sampai meninggalkan salah satunya.

Dengan sudut pandang yang berbeda, dengan keyakinan yang mantap, dan dengan iringan doa, kita akan melihat setiap celah dalam kebuntuan. Mungkin pintu celah itu memang kecil sehingga mudah terabaikan. Padahal kalau dimasuki terdapat taman indah menawan. Mungkin celah itu dekat namun terhalang emosi. Padahal kalau berpikir tenang, celah itu tampak bercahaya.

Selama kita tidak putus asa dan berhasil menawan emosi, insyaallah Tuhan akan memberikan jalan. Kita hanya perlu lebih sabar dan lebih sungguh-sungguh melangkah. Jika kita berhasil mengontrol keduanya, kita akan melihat banyak keajaiban. Wallahu a'lam.

Surabaya, 3 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun