Potensi Ekonomi yang Tak Sekadar Angka
Ekonomi kreatif telah membuktikan peran strategisnya. Menurut data Kemenparekraf, sektor ini menyumbang lebih dari Rp1.300 triliun atau 7,4% PDB nasional pada 2023. Tiga subsektor terkuat---kuliner, kriya, dan fesyen---semuanya terhubung langsung dengan budaya lokal.
Tapi kontribusi terbesar industri kreatif bukan hanya angka. Ia membawa cerita, identitas, dan semangat kewirausahaan berbasis komunitas.
Dari tenun Flores, batik Madura, hingga songket Minang---semuanya menawarkan nilai tambah yang tidak bisa ditiru pabrik mana pun: makna dan makna.
Sebagaimana saya kemukakan dalam studi "Cultural-Based Value Creation in Emerging Creative Economies" (2021), diferensiasi berbasis budaya lokal secara konsisten meningkatkan daya saing produk UMKM kreatif, bahkan di pasar ekspor.
Tantangan: Bukan Sekadar Produk, Tapi Mindset
Meski potensinya besar, banyak pelaku lokal masih terjebak pada orientasi produksi, bukan pada pengalaman. Banyak yang belum melihat bahwa kekuatan produk mereka bukan hanya di bentuknya, tapi di ceritanya.
Kutipan dari Menparekraf Sandiaga Uno dalam sebuah konferensi Februari 2024 menggarisbawahi ini:
"Kalau kita hanya jual produk, kita bersaing di harga. Tapi kalau kita jual cerita dan nilai, kita punya pasar sendiri."
Itulah sebabnya pelatihan di sektor kreatif kini tak hanya soal keterampilan teknis, tapi juga soal membangun narasi, memahami branding, dan melek digital.
Teknologi: Pengungkit, Bukan Penghapus