Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia merayakan momen penting dalam agama mereka, yakni Lebaran.Â
Namun, di balik euforia dan kegembiraan yang dirasakan, ada fenomena yang sering kali terlewatkan, yaitu pengangguran pasca Lebaran. Fenomena ini merupakan tantangan ekonomi yang mendesak, terutama dalam konteks ekonomi Indonesia yang terus bergerak maju.
Pada pandangan awal, Lebaran mungkin terlihat sebagai periode kegiatan ekonomi yang meningkat. Namun, setelah momentum Lebaran mereda, dampak ekonomi justru dapat terasa lebih tajam.Â
Hal ini terutama terlihat dalam sektor ketenagakerjaan, di mana banyak pekerja harian atau kontrak yang kehilangan pekerjaan setelah masa liburan tersebut berakhir.
Fenomena ini menjadi perhatian utama dalam konteks ekonomi, baik di Indonesia maupun di negara-negara mayoritas Muslim lainnya.
Di Indonesia, setelah momen Lebaran mereda, terjadi lonjakan angka pengangguran yang mencemaskan. Para pekerja harian atau kontrak, yang biasanya mendapatkan pekerjaan tambahan selama bulan Ramadan dan Lebaran, sering kali menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan pasca Lebaran.Â
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pasca Lebaran sering kali mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menyentuh angka yang mengkhawatirkan.
Tidak hanya di Indonesia, negara-negara mayoritas Muslim juga menghadapi tantangan serupa setelah momen Lebaran. Misalnya, di negara-negara Timur Tengah yang memiliki tradisi kuat dalam merayakan Idul Fitri, terjadi peningkatan pengangguran pasca liburan tersebut.Â
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penurunan aktivitas ekonomi selama masa liburan dan sulitnya para pekerja kembali ke pasar tenaga kerja setelah cuti panjang.
Dari perspektif ekonomi, tren angka pengangguran pasca Lebaran menunjukkan beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama-tama, fenomena ini menyoroti ketidakstabilan ekonomi musiman yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.Â