Aku telah hidup selama lebih dari ribuan tahun, aku telah mengalami banyak manis pahit nya kehidupan. Aku yang terus berjalan diatas mayat teman teman seperjuangan ku, mereka yang beruntung karena bisa pergi dengan tenang. Sementara aku terus berjalan tanpa adanya tujuan. Entah sudah berapa lama aku berjalan di padang pasir ini, aku sudah kehabisan perbekalan namun itu bukanlah masalah, karena aku akan mati dan hidup lagi. Begitulah siklus hidupku.
"Ah.." Aku terjatuh dan kesadaran ku mulai hilang. Aku tak tahu dosa apa yang sudah aku perbuat di kehidupan ku sebelum nya, karena sepertinya para Dewa sangat membenci ku. Aku sudah bernasib buruk semenjak aku lahir. Ayahku pergi dengan wanita lain ketika ibuku mengandung. Aku lahir tanpa seorang ayah dan aku hidup bersama ibu ku sampai aku berumur 6 tahun, lalu ibu meninggal karena sakit parah. Akhirnya aku dimasukkan ke panti asuhan dan seseorang mengangkat ku sebagai anaknya, dan aku lupa setelahnya.
"Hmm..." Perlahan aku mendapatkan kesadaran ku kembali, "Aku masih disini," dengan tenaga yang tersisa aku berusaha bangun dan terus melanjutkan perjalanan tanpa tujuan ku ini. Matahari yang tepat berada diatas kepala, langit tanpa awan, dan pemandangan gurun sepanjang mata memandang. "Setidaknya ini lebih baik daripada waktu itu, sudah berapa lama ya itu? Rasanya itu seperti baru kemarin. Aku tak percaya bahwa ada orang segila itu pada pertarungan." Ya, itu adalah ketika aku terlibat perang antar dua kerajaan. Aku rasa itu belum lama terjadi, namun aku tidak bisa mengingat nya begitu jelas. Aku hanya ingat ketika berhadapan dengan orang itu, "Siapa ya namanya? Huang... Huang... Huang apalah itu, dia cukup hebat dan bisa memerintahkan pasukannya."
Flashback 50 Tahun Lalu
Perang Medan Qin
"Semuanya maju!! Serang!!"
"Jangan mau kalah! Serang!!"
"Medan perang memang tempat yang sangat berisik, bagaimana mungkin aku bisa melewati tempat ini tanpa terlibat," gumamku. Berdasarkan pengalaman ku berkelana bertahun-tahun, sangat sulit untuk menghindari medan perang tanpa terlibat, karena orang-orang yang ikut perang sudah dibutakan hasrat membunuh nya.
"Sebaiknya aku mengambil jalan memutar.. eh-"
Tanpa kusadari sudah ada seekor kuda di depan wajahku, membuat ku mundur beberapa langkah, "Aduh hampir saja, siapa yang menaruh kuda nya di tempat seperti ini?" dengan kesal aku kembali berjalan.
"Oi kau mau kemana?" sebuah suara yang entah dari mana asalnya, "Ah siapa itu yang bicara? Apakah Dewa sedang berbicara dengan ku?" Tanya ku sambil mencari asal suara itu. Aku berputar-putar sembari mencari asal suara, sampai aku tersadar bahwa ada orang yang menunggangi kuda tadi.Â