Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kepingan Ingatan tentang Ibu, Dermaga, dan Rahasia yang Dibawanya

8 Oktober 2020   13:54 Diperbarui: 9 Oktober 2020   05:38 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana di dermaga| Sumber: pixabay.com- Tim Hill

Ibu mungkin tidak akan pernah kembali meskipun aku menunggunya seratus tahun atau lebih, menjadi tua, atau bahkan hingga aku mati berdiri. Dan, terus terang, hal itu sudah tidak terlalu penting lagi. 

Entah nanti ia akan kembali atau tidak. Aku sudah cukup lama tanpa dirinya, aku sudah cukup cakap melakukan banyak hal tanpa dirinya. 

Aku sudah tumbuh lebih tua, tinggi dan mandiri untuk terbiasa tanpa kehadirannya. Tapi andai ia tahu, rindu bukanlah perihal menjadi tua dan bertumbuh tinggi, atau bisa melakukan banyak hal sendiri.

Sepuluh tahun nyatanya bukan waktu yang singkat. Kadang aku masih memikirkan, seandainya ia masih hidup, bagaimana rupa ibuku sekarang. Apakah rambutnya masih hitam dan panjang? 

Apakah bibirnya masih merona? Apakah jari-jarinya masih lentik dan kuku-kukunya berkilau? Lekuk tubuhnya, dan hal-hal lain yang membuat ia kerap menjadi perbincangan hangat orang-orang yang tinggal di sekitar dermaga. Dan, andaipun ia sudah meninggal, aku ingin tahu di mana ia bermakam sekarang. 

Sungguh, meskipun kebencian ini menjalar tumbuh dari hari ke hari memenuhi dadaku, namun jika suatu saat ia memilih untuk kembali, tentu aku masih akan memaafkannya.

Mengunjungi dermaga ini tidak kurang dari lima kali dalam setahun adalah sebuah bukti bahwa aku tidak pernah betul-betul mengingkari keberadaan ibu di dalam hatiku. Meskipun rasa kecewa selalu menyertai langkah pada tiap jengkal kakiku yang mendekati dermaga ini, karena memang tidak kunjung ada satu pun sesuatu yang tiba dari dirinya kepadaku; wujud, suara, aroma, atau bahkan selintas kabar. Namun aku selalu datang. 

Bulan Desember adalah waktu favoritku untuk menghampiri dermaga ini. Karena kata ibuku dulu, Desember adalah bulan yang baik untuk menunggu dan bersembunyi. Desember membuat pagi di dermaga ini menjadi lebih berkabut, sementara ketika petang tiba, segalanya akan terasa jadi lebih sejuk.

Aku tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud oleh ibu saat itu. Namun menurut Nyonya Clara, teman lama ibu yang juga adalah satu dari sedikit tetangga yang peduli dan baik kepada kami, sebelum tinggiku segagang pintu dan ibu pergi meninggalkanku, aku dan ibu pernah tiga kali berpindah tempat tinggal. Ingatan Nyonya Clara masih hangat ketika ibu datang kepadanya dengan wajah gelisah, meminta bantuan untuk dicarikan sebuah rumah.

Namun sejak saat itu, sepertinya ibu memang belum pernah mengatakan kepada siapapun—termasuk aku—apa yang sebenarnya sedang ia tunggu, atau dari apa sebenarnya ia bersembunyi. 

Tetapi sekarang, aku jadi sedikit lebih mengerti kenapa ibu menyukai suasana dermaga di bulan Desember; kabut pagi adalah rahasia dari siapa dan apa yang akan datang dan tidak akan pernah datang, sementara petang yang sejuk adalah pelukan untuk menenangkan segala hal yang mengecewakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun