"Spesial satu bang."
"Injeh mas. Tunggu bentar ya."
Dari logatnya saya bisa menebak kalau abang yang jualan nasi goreng ini orang Jawa. Tapi entah kenapa wajahnya terasa tidak asing. Memandang beliau seperti terasa deja vu. Saya kesampingkan hal itu. Hampir lima menit berlalu, nasi goreng sudah siap dan saya terlalu lapar untuk menyantap.
"Ini mas e."
"Minumnya es teh aja bang."
"Siap."
Dua menit kemudian dia datang kembali dengan membawakan es teh saya. Di kursi sepanjang tiga meter itu dia ikut duduk. Tepat di sebelah kanan saya.
"Cuacanya panas banget ya mas?"
Saya terkejut. Logatnya mendadak berubah. Aksen Jawanya langsung hilang.
"Iya mas. Eh, bang." Jawab saya. Agak gugup.
"Kenapa mas? Kok kayak gugup gitu?"