Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Guru yang masih belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menemukan Keseimbangan dalam Kurikulum Merdeka: Refleksi atas Kritik Doni Koesoema

19 Maret 2024   11:21 Diperbarui: 19 Maret 2024   11:37 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Iip Priyanto 

"Pendidikan sejati bukan hanya tentang kebebasan belajar, tetapi juga disiplin untuk menguasai pengetahuan secara mendalam."

Siapa yang tak ingin melihat kemajuan bangsa? Kemajuan yang tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi, berdaya saing global, serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan negeri. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, kita tidak bisa mengabaikan peran pendidikan yang merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas.

Pendidikan ibarat sebuah pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Bahan mentahnya adalah peserta didik yang datang dengan beragam potensi, minat, dan bakat. Sedangkan produk jadinya adalah individu-individu kompeten yang siap menghadapi tantangan zaman dan menjadi lokomotif kemajuan bangsa. 

Karenanya, sistem pendidikan yang diterapkan harus mampu berperan sebagai mesin pengolah yang optimal, yang tidak hanya mengasah potensi peserta didik, tetapi juga membentuk karakter dan keterampilan mereka agar siap meraih kesuksesan di masa depan. 

Namun, penerapan Kurikulum Merdeka yang digaungkan oleh pemerintah melalui Kemendikbudristek justru menuai kritik dari berbagai kalangan, salah satunya dari Doni Koesoema yang menyorot beberapa kelemahan kurikulum tersebut.

Dalam tulisannya di portal kompas.id pada 19 Maret 2024, Doni Koesoema mengapresiasi filsafat berpusat pada peserta didik yang dianut Kurikulum Merdeka. Namun, beliau juga mengkritisi kegagalan implementasi prinsip tersebut dalam Kurikulum 2013 selama 20 tahun terakhir. Padahal, perkembangan filsafat pendidikan dan tantangan sosial, budaya, serta ekonomi di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan, sehingga filosofi berpusat pada peserta didik perlu ditinjau ulang.

Kritik yang paling mendasar dari Doni Koesoema terhadap Kurikulum Merdeka adalah minimnya sistem evaluasi dan penilaian yang koheren dan ketat. Hal ini dapat memicu lahirnya peserta didik yang hanya mempelajari apa yang mereka sukai tanpa adanya disiplin dan komitmen yang kuat untuk menguasai materi secara mendalam. Akibatnya, peserta didik hanya sekadar belajar tanpa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang seharusnya mereka kuasai.

Permasalahan ini semakin diperparah dengan prinsip belajar Kurikulum Merdeka yang mengutamakan kemajuan belajar dibandingkan ketuntasan muatan kurikulum. Konsep ini berpotensi menghilangkan disiplin dalam mencapai hasil belajar yang optimal karena peserta didik dibebaskan begitu saja tanpa adanya tuntutan untuk menguasai materi secara tuntas. Penekanan disiplin positif yang dangkal, longgarnya sistem penilaian, dan minimnya evaluasi objektif juga turut memperkuat kekhawatiran akan lahirnya peserta didik yang tidak memiliki pondasi pengetahuan dan keterampilan yang kuat.

Memang benar bahwa proses pembelajaran harus menyenangkan dan disesuaikan dengan minat serta potensi peserta didik. Namun, hal tersebut tidak boleh mengorbankan esensi pembelajaran yang seharusnya mendorong peserta didik untuk belajar secara mendalam, disiplin, tekun, serta memiliki komitmen yang kuat dalam menguasai materi. Jika hal ini diabaikan, maka Kurikulum Merdeka justru akan menjerat peserta didik dalam lingkaran ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang dapat menghambat perkembangan mereka di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun