Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kriminalisasi Puasa

12 Maret 2025   10:59 Diperbarui: 12 Maret 2025   11:12 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hakikat puasa sebenarnya adalah mengembalikan fitrah original kemanusiaan yaitu berfungsinya kembali seluruh jaringan syaraf, tentu saja setelah mereka berbuka puasa. Selama berpuasa--sejak terbit fajar sampai terbenam matahari--fungsi-fungsi syaraf manusia terkontrol sedemikian rupa semata-mata karena dampak tubuh yang tidak melakukan aktivitas makan dan minum. Ternyata, puasa tidak saja merupakan "kewajiban" agama, tetapi lebih jauh memberikan kontrol kedalam individu untuk lebih peka terhadap  urusan-urusan sosial. Nilai-niai humanisme seperti merasakan lapar dan haus, menahan marah, sabar dalam berbagai kondisi, dorongan untuk berbagi dan peduli terhadap sesama, merupakan nilai-nilai abadi dalam praktik ibadah puasa. Yang paling dirasakan adalah nilai-nilai keseharian manusia yang begitu dijunjung tinggi, sebagaimana penghargaan mereka terhadap makanan dan minuman yang mungkin pada saat tidak berpuasa, penghargaan terhadap makanan ini kerap diabaikan. Uniknya, tubuh manusia akan langsung pulih hanya dengan seteguk air setelah mereka berpuasa selama kurang lebih 15 jam. Kekuatan tubuh justru pulih dan memiliki kekuatan yang sama dengan mereka yang tidak berpuasa sekalipun. Dari sini kita disadarkan, betapa tubuh ini hanya cukup dengan seteguk air atau sepotong pisang misalnya, untuk kembali berfungsi seperti sedia kala. 

Puasa memang memiliki serangkaian kronik dalam kehidupan manusia, bahkan sejak masa prahistoris. Puasa sudah inheren dalam kehidupan spiritual para pemimpin besar, para raja, para nabi, pendeta dimasa lalu, bahkan para dukun dan cenayang yang memang menjadikan puasa sebagai sarana memperkuat aspek spiritualitas mereka. Begitu lekatnya puasa dengan kehidupan sehari-hari manusia, sehingga kegiatan tidak makan dan minum ini diadopsi oleh agama-agama besar di dunia. Islam, tentu saja merupakan agama yang sampai saat ini masih mempraktekkan ibadah kuno ini sampai hari ini dan menetapkan bulan Ramadan sebagai bulan yang dipilih Tuhan agar umat muslim melakukan puasa selama satu bulan penuh. 

Kenapa pada bulan Ramadan umat Islam diwajibkan berpuasa? Lagi-lagi ini wilayah dogmatik yang perlu diiringi kualitas iman sehingga dapat memberikan jawaban yang lebih komprehensif. Namun, melihat kepada suatu peristiwa yang luar biasa pada bulan Ramadan, maka puasa merupakan "perayaan" besar umat muslim dalam meneladani turunnya kitab-kitab suci, terutama kitab suci Al-Qur'an. Dalam beberapa kronik sejarah, semua kitab suci agama langit--termasuk Injil, Taurat, dan Zabur--turun pada bulan yang dinilai oleh umat muslim sebagai bulan penuh kemuliaan dan keberkahan. Jadi, karena bulan Ramadan memiliki nilai sejarah yang sakral, maka sudah seharusnya tidak dikotori oleh perbuatan-perbuatan yang melanggar nilai-nilai humanisme. Kesabaran, saling berbagi, rasa persaudaraan, kejujuran, dan keadilan harus dijunjung tinggi sebagai bagian paling penting dalam merayakan puasa, karena di dalamnya ada peristiwa-peristiwa penting dan sakral yang harus kita teladani. Puasa tidak dikriminalisasi menjadi sekadar revolusi jam makan,  pemubaziran makanan, pembiaran emosi, atau muncul anggapan puasa hanya penyiksaan diri atau narasi-narasi negatif lainnya yang mengkriminalisasi puasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun