Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Ekonomi Meningkat, Kejahatan Menurun?

7 Juli 2025   07:53 Diperbarui: 7 Juli 2025   22:59 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hubungan faktor ekonomi dan tingkat kejahatan. (Sumber: Freepik/rawpixel.com) 

Sudah lama kita percaya bahwa semakin kaya suatu negara, semakin aman hidup warganya. Logikanya begini: kalau perut kenyang, orang tak lagi mencuri. Kalau pendapatan naik, kejahatan turun. Tapi apakah kenyataan semanis itu?

Mari kita tengok Amerika Serikat, negara dengan ekonomi raksasa. Tahun 2024 ini, FBI mencatat bahwa angka kejahatan memang menurun. 

Pembunuhan turun lebih dari 20 persen. Kekerasan juga turun sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Itu kabar baik. Tapi jangan cepat lega. Angka pembunuhan di banyak kota di Amerika masih jauh lebih tinggi dibanding negara seperti Jepang.

Jepang punya ekonomi besar juga. Tapi yang menarik, tingkat pembunuhannya sangat rendah, hanya sekitar 0,2 kasus per seratus ribu penduduk. Ini bukan soal kaya atau miskin semata. Tampaknya, soal ketertiban sosial, budaya, dan penegakan hukum juga memainkan peran penting.

Bagaimana dengan Indonesia?

Ekonomi kita memang tumbuh. Tapi masalah belum selesai. Ketimpangan pendapatan masih terasa. Gini ratio---alat ukur ketimpangan ekonomi---naik dari 0,379 pada Maret 2024 jadi 0,381 pada September. Artinya, jurang antara si kaya dan si miskin masih terbuka lebar.

Di tengah kondisi seperti itu, kejahatan pun ikut berubah bentuk. Kalau dulu orang mencopet di terminal, sekarang orang menipu lewat ponsel. Kominfo mencatat lebih dari 500 ribu aduan penipuan online sejak 2017, dan jumlahnya terus meningkat. Kasus paling banyak adalah penipuan jual beli dan investasi fiktif.

Belum lagi soal judi online (judol). PPATK menyebut, selama 2024 semester pertama saja, perputaran uang dari judol sudah tembus Rp174 triliun. Angka ini hampir menyamai total 2023, yang berada di Rp327 triliun. Para pelakunya? Banyak dari kalangan berpendidikan dan punya akses ke teknologi. Bukan orang miskin.

Ada juga kejahatan yang lebih senyap, tapi daya rusaknya lebih luas: korupsi. Laporan terbaru ICW memang belum menyajikan angka total untuk 2024, tapi mereka menyoroti kasus bansos, pengadaan barang, dan politik uang sebagai titik rawan. Sementara itu, KPK mengabarkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sedikit membaik jadi 37 dari 100. Naik, ya. Tapi belum bisa dibilang baik.

Fakta-fakta ini membuat kita perlu berpikir ulang. Apakah benar kalau ekonomi naik, kejahatan pasti turun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun